Nabi Biasa I’tikaf Di Sepuluh Akhir Romadhon

Hadits Hadits Tentang Ramadhan Dan Puasa (40)

Nabi Biasa I’tikaf Di Sepuluh Akhir Romadhon

(Oleh: al-Ustadz Muslim al-Atsari, hafizhahullah)

 

HADITS IBNU UMAR radhiyallaahu ‘anhuma,

 

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، قَالَ: «كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ العَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ»

 

Dari Abdulloh bin Umar L, dia berkata: “Rasulullah ﷺ biasa i’tikaf pada 10 akhir bulan Romadhon”.([1])

 

HADITS HUDZAIFAH radhiyallaahu ‘anhu,

 

عَنْ أَبِي وَائِلٍ قَالَ: قَالَ حُذَيْفَةُ لِعَبْدِ اللهِ: عُكُوفٌ بَيْنَ دَارِكَ وَدَارِ أَبِي مُوسَى لَا تُغَيِّرُ، وَقَدْ عَلِمْتَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «لَا اعْتِكَافَ إِلَّا فِي الْمَسَاجِدِ الثَّلَاثَةِ: الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَسْجِدِ بَيْتِ الْمَقْدِسِ» قَالَ عَبْدُ اللهِ: لَعَلَّكَ نَسِيتَ وَحَفِظُوا، وَأَخْطَأْتَ وَأَصَابُوا

 

Dari Abu Wail, dia berkata: Hudzaifah berkata kepada Abdulloh (bin Mas’ud), “Ada i’tikaf di antara rumahmu dengan rumah Abu Musa, engkau tidak merubahnya (melarangnya)? Padahal engkau telah mengetahui bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda:

“Tidak ada i’tikaf kecuali di masjid-masjid yang tiga: Masjidil Harom, Masjid Nabi ﷺ, dan Masjid Baitil Maqdis”.

Abdulloh menjawab, “Kemungkinan engkau lupa, sedang mereka ingat, dan (kemungkinan) engkau salah, sedang mereka benar”.([2])

 

FAWAID HADITS:

 

1- Kebiasaan Rasulullah ﷺ i’tikaf masjid Nabawi pada 10 akhir bulan Romadhon. Yaitu berdiam diri di masjid untuk memperbanyak ibadah kepada Alloh subhaanahu wa ta’aalaa.

2- Ulama berbeda pendapat tentang tempat i’tikaf, sebagian berpendapat boleh di sembarang masjid, sebagian berpendapat di masjid jami’, dan sebagian berpendapat hanya di tiga masjid saja. Yaitu masjidil Harom di Makkah, masjid Nabawi di Madinah, atau masjidil Aqso di Palestina, sebagaimana hadits di atas.

3- Di antara sahabat yang berpendapat, tempat I’tikaf hanya di tiga masjid adalah  Hudzaifah bin Al-Yaman. Di antara tabi’in adalah Sai’d bin Musayyib. Di antara ulama zaman ini adalah Syaikh Al-Albani di dalam kitab beliau, Ash-Shohihah, no. 2786, Syaikh Ali Al-Halabiy, di dalam kitab beliau Al-Inshof fii Ahkamil I’tikaf, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Wushobiy, rohimahumulloh, di dalam takhrij beliau tentang hadits i’tikaf, dan lainnya.

4- Telah terjadi perbedaan pendapat di dalam masalah ini semenjak zaman sahabat sampai zaman sekarang. Bagi yang memiliki kemampuan bisa mentarjih pendapat yang paling kuat berdasarkan ilmu, dengan  tetap berlapang  berlapang dada dengan perbedaan ini. Dan perbedaan ini tidak boleh menyebabkan kebencian, permusuhan dan perpecahan. Wallohul Musta’an.

 

Inilah sedikit penjelasan tentang hadits yang agung ini. Semoga Alloh subhaanahu wa ta’aalaa selalu memudahkan kita untuk melaksanakan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan. Dan selalu membimbing kita di atas jalan kebenaran menuju ridho dan sorga-Nya yang penuh kebaikan.([3])

_______________________

Footnote:

([1]) HR. Bukhori, no. 2025; Muslim, no. 1171

([2])  HR. Ath-Thohawi, di dalam Syarah Musykilil Atsar, no. 2771; Al-Isma’ili di dalam Mu’jamul Asaamiy, no. 336; dan Al-Baihaqi di dalam As-Sunan Al-Kubro, no. 8574. Dishohihkan Syaikh Al-Albani di dalam Ash-Shohihah, no. 2786

([3]) Sragen, Rabu bakda Isya’, 3-Romadhon-1442 H / 14-April-2021 M.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *