At-Tirmidzi([1]) meriwayatkan dari hadits Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata, ‘Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«رَحِمَ اللهُ عَبْدًا كَانَتْ لأَخِيهِ عِنْدَهُ مَظْلَمَةٌ فِى عِرْضٍ أَوْ مَالٍ فَجَاءَهُ فَاسْتَحَلَّهُ قَبْلَ أَنْ يُؤْخَذَ وَلَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ فَإِنْ كَانَتْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ حَسَنَاتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ حَمَّلُوا عَلَيْهِ مِنْ سَيِّئَاتِهِمْ »
“Semoga Allah merahmati seorang hamba yang dulunya dia memiliki tanggungan kezhaliman pada saudaranya dalam bentuk kehormatan, atau harta, lalu dia mendatangi saudaranya tersebut kemudian meminta halal kepadanya sebelum dicabutnya nyawanya, dan tidak ada disana uang dinar, tidak juga uang dirham; jika dia memiliki kebaikan-kebaikan, maka diambillah bagian dari kebaikan-kebaikannya (sebagai tebusan), dan jika dia tidak memiliki kebaikan-kebaikan, maka mereka akan memikul bagian dari kesalahan-kesalahan (dosa saudara) mereka.”
Dan asli hadits tersebut ada pada riwayat al-Bukhari dari hadits Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata, ‘Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لأَحَدٍ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَىْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ ، قَبْلَ أَنْ لاَ يَكُونَ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ ، إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ ، وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ »
“Barangsiapa memiliki tanggungan kezhaliman bagi seseorang; baik berupa kehormatannya, atau sesuatupun, maka hendaknya meminta halal kepadanya pada hari ini, sebelum nantinya tidak ada uang dinar, dan tidak ada uang dirham. Jika dia memiliki suatu amal shalih, maka akan diambil darinya amal shalih itu sesuai dengan kadar kezhalimannya; dan jika dia tidak memiliki kebaikan-kebaikan, maka diambillah dari keburukan-keburukan temannya, kemudian dipikulkan padanya.”
Al-Hafizh([2]) rahimahullah berkata:
Sabda beliau [مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلِمَة لِأَخِيهِ] “Barangsiapa memiliki tanggungan kezhaliman” huruf laam pada sabda beliau lahuu, bermakna ‘alaa, maksudnya adalah barangsiapa memiliki tanggungan kezhaliman kepada saudaranya.
Dan akan datang pada ar-Riqaaq dari riwayat Malik dari al-Maqburiy dengan lafazh:
«مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلِمَة لِأَخِيهِ»
“Barangsiapa ada tangguhan kezhliman di sisinya milik saudaranya.”
Dan pada riwayat at-Tirmidzi dari jalur Zaid bin Abu Unaisah dari al-Maqburiy:
«رَحِمَ اللهُ عَبْدًا كَانَتْ لَهُ عِنْدَ أَخِيهِ مَظْلِمَة»
“Semoga Allah merahmati seorang hamba yang ia memiliki tanggungan kezhaliman di sisi saudaranya.”
Sabda beliau [مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْء] “suatu bagian dari kehormatannya”, yaitu dari segala perkara, dan ia adalah bentuk peng’athafan yang umum terhadap yang khusus; maka masuk di dalamnya harta dengan segala macamnya, dan luka-luka hingga tamparan dan semisalnya. Dan pada riwayat at-tirmidzi [مِنْ عِرْضٍ أَوْ مَال] “berupa kehormatan atau harta”.
Sabda beliau [قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَار وَلَا دِرْهَم] “sebelum tidak adakan ada uang dinar dan tidak ada uang dirham” yaitu pada hari kiamaat. Dan yang demikian telah valid di dalam riwayat ‘Aliy bin al-Ja’d dari Ibnu Abi Dzi’b pada al-Isma’iliy.
Sabda beliau [أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ] “diambil dari keburukan-keburukan pemiliknya” yaitu pemilik kezhaliman (yang dizhalimi), [فَحُمِلَ عَلَيْهِ] “kemudian dipikulkan kepadanya” yaitu dipikulkan kepada yang berbuat zhalim.
Dan pada riwayat Malik [فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ] “kemudian dilemparkan padanya”.
Dan hadits ini, Imam Muslim telah mengeluarkan maknanya dari sisi lain, dan ia lebih jelas bentuknya dari ini. Dan lafazhnya adalah:
«الْمُفْلِسُ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاة وَصِيَام وَزَكَاة ، وَيَأْتِي وَقَدْ شَتَمَ هَذَا وَسَفَكَ دَم هَذَا وَأَكَلَ مَال هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يَقْضِيَ مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ وَطُرِحَ فِي النَّارِ»
“Orang yang bankrut dari kalangan ummatku adalah orang yang nanti datang pada hari kiamat dengan membawa (pahala) shalat, puasa dan zakat. Dan dia nanti datang, semetnara dia telah mencaci maki orang ini, menumpahkan darah orang ini, dan memakan harta orang ini. Maka orang yang ini akan diberikan kepadanya bagian dari kebaikan-kebaikannya, dan yang ini bagian dari kebaikan-kebaikannya. Maka jika telah habis kebaikan-kebaikannya sebelum dia melunasi apa yang menjadi tanggungannya, maka diambillah bagian dari dosa-dosa mereka, kemudian dilemparkan padanya, lalu diapun dilemparkan ke dalam api Neraka.”
Al-Mubaarokfuuriy([3]) rahimahullah berkata:
Sabda beliau [كَانَتْ لِأَخِيهِ] “ada bagi saudaranya” yaitu saudaranya dalam agama, [عِنْدَهُ مَظْلِمَةٌ] “kezhaliman di sisinya” dengan mengkasrah huruf laam dan difathahkan, adalah isim (kata benda) bagi apa yang telah diambil oleh yang yang berbuat zhalim, atau menyinggungnya [فِي عِرْضٍ] “pada suatu kehormatan” dengan mengkasrah huruf ‘ain, ia adalah tempat pujian dan celaan pada diri manusia; sama saja hal itu ada pada dirinya, atau pendahulunya, atau pada orang yang urusannya menjadi kewajibannya.
Dan dikatakan ia adalah pihaknya yang dia melindunginya; baik berupa dirinya, nasabnya, dan kedudukannya; dan dia menjaganya dari dicela, atau dicerca. Dan dikatakan hal itu adalah jiwanya, dan badannya, bukan selainnya.
[فَجَاءَهُ] “lalu dia mendatangi (saudara)nya” yaitu yang berbuat zhalim mendatangi yang dizhalimi, [فَاسْتَحَلَّهُ] “lalu dia meminta halal kepadanya”. Berkata di dalam an-Nihayah, “Dikatakan [تَحَلَّلْته وَاسْتَحْلَلْته] jika Anda memintanya agar menjadikan Anda di dalam kehalalan.
[قَبْلَ أَنْ يُؤْخَذَ] “sebelum akan diambil” al-Munawi berkata, “yaitu dicabutnya nyawanya” [وَلَيْسَ ثَمَّ] “dan tidak ada disana” yaitu disana, yaitu pada hari kiamat, [دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ] “uang dinar dan tidak ada uang dirham” yang akan dilunasi dengannya [فَإِنْ كَانَتْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ حَسَنَاتِهِ] “jika dia punya kebaikan-kebaiakan, maka diambillah bagian dari kebaikan-kebaikannya” yaitu kemudian dilunasilah dari kebaikan-kebaikan itu untuk pemilik hak, [وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ] “jika dia tidak memiliki kebaikan-kebaikan” dan belum melunasi apa yang menjadi tanggungannya [حَمَلُوا عَلَيْهِ مِنْ سَيِّئَاتِهِمْ] “maka mereka akan memikul bagian dari kesalahan-kesalahan mereka” yaitu para pemilik hak akan melemparkan bagian dari dosa-dosa mereka sesuai kadar hak-hak mereka kemudian diapun dilemparkan ke dalam Neraka.”
Al-Munawi rahimahullah berkata:
[رَحِمَ اللهُ عَبْدًا] “semoga Allah merahmati seorang hamba” yaitu manusia [كَانَتْ لِأَخِيْهِ عِنْدَهُ مَظْلِمَةٌ] “ada tanggungan kezhaliman milik saudaranya pada dirinya” dengan mengkasrah huruf laam menurut pendapat yang paling masyhur, dan juga disebutkan dengan memfathah dan ini diingkari, [فِيْ عِرْضٍ] “pada suatu kehormatan” dengan mengkasrah, tempat pujian dan celaan dari manusia sebagaimana telah berlalu, [أَوْ مَالٍ] “atau pada harta” dengan seluruh macam-macamnya, [فَجَاءَهُ فَاسْتَحَلَّهُ قَبْلَ أَنْ يُؤْخَذَ] “lalu dia mendatangi saudaranya kemudian meminta halal kepadanya sebelum diambil” yaitu dicabut rohnya, [وَلَيْسَ ثَمَّ] “dan tidak ada disana” yaitu disana, yaitu pada hari kiamat, [دِيْنَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ] “uang dinar dan uang dirham” untuk dia melunasi apa yang menjadi tanggungannya.
[فَإِنْ كَانَتْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ حَسَنَاتِهِ] “maka jika dia memiliki kebaikan-kebaikan, diambillah bagian dari kebaikan-kebaikannya” lalu dilusailah dengannya bagi pemilik hak.
[وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ] “dan jika tidak ada kebaikan-kebaikan padanya”, atau belum dilunasi, dan masih tersisa apa yang menjadi tanggungannya [حَمَّلُوا عَلَيْهِ مِنْ سَيِّئَاتِهِمْ] “maka mereka akan memikul bagian dari keburukan-keburukan mereka”, yaitu para pemilik hak akan melemparkan padanya bagian dari dosa-dosa mereka yang mereka telah melanggarnya sesuai dengan kadar ukuran hak-hak mereka, kemudian diapun dilemparkan ke dalam Neraka. Sebagaimana telah disebutkan dengan jelas pada sejumlah khobar.
Dan hadits ini telah dikeluarkan oleh Muslim dengan maknanya dari sisi lain, dan ia lebih jelas bentuknya, dan lafazhnya adalah:
«الْمُفْلِسُ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاة وَصِيَام وَزَكَاة ، وَيَأْتِي وَقَدْ شَتَمَ هَذَا وَسَفَكَ دَم هَذَا وَأَكَلَ مَال هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يَقْضِيَ مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ وَطُرِحَ فِي النَّارِ»
“Orang yang bankrut dari kalangan ummatku adalah orang yang nanti datang pada hari kiamat dengan membawa (pahala) shalat, puasa dan zakat. Dan dia nanti datang, semetnara dia telah mencaci maki orang ini, menumpahkan darah orang ini, dan memakan harta orang ini. Maka orang yang ini akan diberikan kepadanya bagian dari kebaikan-kebaikannya, dan yang ini bagian dari kebaikan-kebaikannya. Maka jika telah habis kebaikan-kebaikannya sebelum dia melunasi apa yang menjadi tanggungannya, maka diambillah bagian dari dosa-dosa mereka, kemudian dilemparkan padanya, lalu diapun dilemparkan ke dalam api Neraka.”
Dan yang demikian tidak bertentangan dengan ayat:
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰۚ
“… dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain….”(QS. Al-anáam: 164)
Dikarenakan dia dihukum dengan sebab perbuatannya dan kezhalimannya, dan dia tidak dihukum dengan tanpa kejahatan darinya, bahkan dia dihukum dengan sebab kejahatannya. Maka dibaliklah kebaikan-kebaikan menjadi keburukan-keburukan sesuai dengan kandungan keadilan Yang Maha Haq subhaanahu wata’aalaa pada hamba-hamba-Nya.
Sebagian orang yang berpendapat kepada keabsahan berlepas diri dari orang yang tidak kenal bergantung dengan hadits ini. Sementara Ibnu Baththaal berkata, “Bahkan di dalamnya terdapat hujjah bagi disyaratkannya ta’yiin (penentuan individu) dikarenakan sabda beliau mazhlimah mengandung makna keberadaannya sebagai sesuatu yang diketahui kadanya.”
Ibnul Muniir berkata, “Yang terjadi di dalam khobar tersebut tiada lain bahwa yang terzhalimi tersebut akan menuntut qishash dari yang menzhalimi hingga dia mengambil darinya sesuai dengan kadar haknya, dan ini adalah perkara yang disepakati. Perbedaan pendapatnya adalah tiada lain dalam perkara yang jika orang yang terzhalimi menggugurkan haknya di dunia; apakah disyaratkan dia mengetahui kadaranya? Sementaranya hadits tersebut berlaku mutlak.”
(30 Sababan Li Tunaala Rahmatullaahi Ta’aalaa, Abu Abdirrahman Sulthan ‘Aliy, alih bahasa Muhammad Syahri)
________________________________________
Footnote:
([1]) Syaikh al-Albaniy berkata, ‘Shahih.’ As-Silsilah as-Shahiihah (3265), Shahiih Sunan at-Tirmidzi Wa Dha’iifuhu (2419) dan sebelumnya beliau telah mendha’ifkannya dalam Dha’iif al-Jaami’ (3112), kemudian beliau menshahihkannya dengan adanya hadits qawiy yang mengikutinya dan penguat. Lihat as-Shahiihah.
([2]) Fathul Baariy, Ibnu Hajar (VII/360)
([3]) Tuhafatul Ahwadzi (VI/209)