Allah azza wa jalla berfirman:
وَلَو شَآءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ ٱلنَّاسَ أُمَّةً وَٰحِدَةً وَلَا يَزَالُونَ مُختَلِفِينَ ١١٨ إِلَّا مَن رَّحِمَ رَبُّكَ وَلِذَٰلِكَ خَلَقَهُم وَتَمَّت كَلِمَةُ رَبِّكَ لَأَملَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنَ ٱلجِنَّةِ وَٱلنَّاسِ أَجمَعِينَ ١١٩
“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Dan kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.” (QS. Huud: 118-119)
Dan telah valid di dalam as-Sunnah bahwa berjama’ah adalah rahmat.
Dari an-Nu’man bin Basyir radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata, ‘Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda di atas mimbar:
« مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ وَمَنْ لَمْ يَشْكُرِ النَّاسَ لَمْ يَشْكُرِ اللهِ وَالتَّحَدُّثُ بِنِعْمَةِ اللهِ شُكْرٌ وَتَرْكُهَا كُفْرٌ وَالْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ »
“Barangsiapa tidak mensyukuri yang sedikit, maka dia tidak akan bisa mensyukuri yang banyak, dan barangsiapa tidak mensyukuri manusia, maka dia tidak bisa bersyukur kepada Allah. Menceritakan nikmat Allah adalah syukur dan meninggalkannya adalah kekufuran. Berjama’ah adalah rahmat, dan bercerai berai adalah adzab.” ([1])
‘Allaamatul Qashiim (Ulamanya kota al-Qashim) berkata, “Allah subhaanahu wata’aalaa memberitakan bahwa seandainya Allah mau, maka pastilah Dia akan jadikan seluruh manusia satu umat di atas agama Islam. Dikarenakan kehendak-Nya adalah tidak terbatas, dan tidak akan ada sesuatupun yang menghalanginya. Akan tetapi hikmah-Nya menghendaki bahwa mereka (manusia) tiada hentinya akan berselisih; menyelisihi jalan yang lurus lagi mengikuti jalan-jalan yang menyampaikan kepada api Neraka. Masing-masing memandang kebenaran pada apa yang dia katakan dan memandang sesat kepada ucapan selain dirinya.
[إِلا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ] “Kecuali orang yang dirahmati Tuhanmu” lalu Allah berikan hidayah kepada mereka menuju ilmu dengan kebenaran dan mengamalkannya, kemudian bersepakat di atasnya. Maka merekalah orang-orang yang telah didahului oleh ketetapan kebahagian, mereka adalah orang-orang yang telah di susul oleh pertolongan rabbaaniy dan taufik ilahiy. Dan adapun selain mereka, maka mereka adalah orang-orang yang ditelantarkan lagi dipasrahkan kepada diri-diri mereka sendiri.
Firman-Nya: [وَلِذَلِكَ خَلَقَهُمْ] “Dan untuk yang demikianlah Allah menciptakan mereka” maksudnya, hikmah-Nya telah menghendaki bahwa Dia telah menciptakan mereka agar di antara mereka ada yang berbahagia, dan ada di antara mereka yang sengsara; ada orang-orang yang bersepakat, dan ada orang-orang yang berselisih. Satu kelompok adalah orang-orang yang Allah berikan hidayah kepada mereka, dan satu kelompok yang lain Allah telah tetapkan kesesatan bagi mereka. Untuk kemudian menjadi jelas bagi para hamba akan keadilan dan hikmah-Nya. Dan untuk menjadi nampak apa yang tersembunyi di dalam tabi’at manusia, baik berupa kebaikan maupun keburukan. Agar pasar jihad dan ibadah-ibadah yang tidak bisa sempurna dan lurus kecuali dengan ujian dan bala’ bisa tegak.
[وَ] “Dan” dikarenakan [تَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لأمْلأنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ] “kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya” maka calon penghuni neraka harus dimudahkan untuk beramal yang dengannya dia tersampaikan ke dalam Neraka.” ([2])
(30 Sababn Li Tanaali Rahmatillaahi Ta’aalaa, Abu Abdirrahman Sulthan ‘Aliy, alih bahasa Muhammad Syahri)
________________________________________
Footnote:
([1]) HR. Abdullah bin Imam Ahmad di dalam Zawaa-idnya terhadap al-Musnad, dan dihasankan oleh al-Albaniy di dalam as-Shahiihah (667)
([2]) Tafsir as-Si’diy (1/392)