Maksiat Hati: Merasa Aman Dari Makar Allah -Subhanahu wa ta’ala-

وَالشَّكُّ فِي اللَّهِ وَالْأَمْنُ مِنْ مَكْرِ اللَّهِ وَالْقُنُوْطُ مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ.

“Dan ragu-ragu terhadap Allah, dan merasa aman dari maker Allah, serta berputus asa dari rahmat Allah.”

Merasa Aman Dari Makar Allah

Allah berfirman:

أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ ۚ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ ٩٩

Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (QS. al-A’raf: 99)

Allah berfirman:

وَذَٰلِكُمْ ظَنُّكُمُ الَّذِي ظَنَنتُم بِرَبِّكُمْ أَرْدَاكُمْ فَأَصْبَحْتُم مِّنَ الْخَاسِرِينَ ﴿٢٣

Dan yang demikian itu adalah prasangkamu yang telah kamu sangka kepada Tuhanmu, Dia telah membinasakan kamu, maka jadilah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Fushshilat: 23)

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir -Radiallahuanhu-, Rasulullah bersabda,

«إِذَا رَأَيْتَ اللَّهَ يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا عَلَى مَعَاصِيهِ مَا يُحِبُّ، فَإِنَّمَا هُوَ اسْتِدْرَاجٌ» ثُمَّ تَلَا رَسُولُ اللَّهِ : فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّىٰ إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُم بَغْتَةً فَإِذَا هُم مُّبْلِسُونَ ﴿٤٤ [الأنعام: 44]

“Jika engkau melihat Allah memberikan kepada seorang hamba (suatu) bagian dari dunia diatas kemaksiatan yang dia senanging, maka sesungguhnya itu adalah istidraj (pemerdayaan, jawa: panglulu). Kemudian Rasulullah membaca, ‘Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.’ (QS. al-An’am: 44) (Shahih, HR. Ahmad (17311), as-Shahihah (413))

Yaitu mereka berputus asa dari keselamatan dan segala kebaikan, dan bagi mereka kerugian, kesedihan dan kehinaan karena tertipunya mereka dengan berlimpahnya kenikmatan atas mereka sebagai ganti dari bertambahnya penentangan dan berpalingnya mereka.

Al-Hasan al-Bashri V berkata,

مَنْ وَسَّعَ اللَّهُ عَلَيْهِ فَلَمْ يَرَ أَنَّهُ مَكْرٌ بِهِ فَلَا عَقْلَ لَهُ

“Barangsiapa Allah lapangkan atasnya (segala urusan dunia) lalu dia tidak melihat bahwa itu adalah makar terhadapnya, maka tidak ada akal baginya.” (Az-Zawajir, al-Haitsamiy, 166)

Beliau juga berkata tentang kaum yang tidak pandai bersyukur,

مُكِرَ بِهِمْ وَرَبِّ الْكَعْبَةِ، أُعْطُوا حَاجَتَهُمْ ثُمَّ أُخِذُوا

“Mereka terpedaya demi Rabb nya Ka’bah, hajat-hajat mereka diberikan kepada mereka, kemudian mereka disiksa.” (Az-Zawajir, al-Haitsamiy, 166)

Disebutkan di dalam sebuah atsar:

«لَمَّا مُكِرَ بِإِبْلِيسَ بَكَى جِبْرِيلُ وَمِيكَائِيلُ، فَقَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُمَا: وَمَا يُبْكِيكُمَا؟ قَالَا: رَبَّنَا مَا أَمِنَّا مِنْ مَكْرِك، فَقَالَ تَعَالَى: هَكَذَا كُونَا لَا تَأْمَنَا مَكْرِي»

“Tatkala Iblis terpedaya, maka Jibril dan Mikail menangis. Maka Allah berfirman kepada keduanya, ‘Dan apa yang membuat kalian berdua menangis?’ Maka keduanya menjawab, ‘Wahai Rabb kami, tidaklah kami merasa aman dari makar-Mu.’ Maka Allah berfirman, “Demikian adanya kalian berdua, janganlah kalian berdua merasa aman dari makar-Ku.” (Az-Zawajir, al-Haitsamiy, 166)

Oleh karena itulah Nabi banyak berdo’a,

«يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِك»

“Wahai Dzat yan membolak balikkan hati, teguhkanlah hatiku diata agama-Mu.” (Shahih, HR. at-Turmudzi (3522), Ahmad (III/112) dari Ummu Salamah J)

Dan di dalam sebuah riwayat,

«فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَخَافُ؟ قَالَ: إنَّ الْقَلْبَ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ يُقَلِّبُهَا كَيْفَ يَشَاءُ»

“Maka merekapun bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah Anda takut?’ Beliau menjawab, ‘Sesungguhnya hati itu berada diantara dua jari dari jari jemari ar-Rahman, Dia akan membolak-balikkannya sebagaimana Dia mau.” (HR. Muslim (17))

Dan diantara perkara yang wajib diwaspadai, agar tidak merasa aman dari makar ini adalah sabda Nabi dalam hadits Ibnu Mas’ud I,

«إنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَبْقَى بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا»

“… sesungguhnya salah seorang kamu ada yang beramal dengan amal perbuatan ahli surga hingga tidak ada jarak antara dia dan surga kecuali hanya satu hasta, ternyata ia didahului oleh tulisan takdir, sehingga dia beramal dengan amalan ahli neraka maka ia masuk kedalam neraka…” (HR. al-Bukhari (3208), Muslim (1))

Dalam riwayat yang lain,

«إنَّ الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ، وَإِنَّهُ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ، وَيَعْمَلُ الرَّجُلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ، وَإِنَّهُ مِنْ أَهْلِ النَّارِ، وَإِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ»

“Sesungguhnya seorang hamba, benar-benar dia beramal dengan amal ahli neraka, sementara sesungguhnya dia adalah termasuk penghuni sorga. dan seseorang beramal dengan amal ahli sorga, sementara sesungguhnya dia termasuk penghuni neraka, dan sesungguhnya segalam amal itu tergantung dan penghujungnya.” (HR. al-Bukhari (6606))

Namun tidak boleh pasrah pada yang demikian (kemudian meninggalkan amal), karena para sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah selepas mendengar yang demikian,

فَفِيمَ الْعَمَلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا نَتَّكِلُ عَلَى كِتَابِ أَعْمَالِنَا؟ قَالَ لَهُمْ: بَلَى اعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ ثُمَّ قَرَأَ: فَأَمَّا مَنْ أَعْطَىٰ وَاتَّقَىٰ ٥ وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَىٰ ٦ فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَىٰ ٧ وَأَمَّا مَن بَخِلَ وَاسْتَغْنَىٰ ٨ وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَىٰ ٩ فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَىٰ ١٠ [الليل: 5-10]

“Lalu dalam hal apa amal itu berguna ya Rasulullah, tidak bolehkah kita pasrat (tawakkal) kepada tulisan (takdir) amal-amal kami?’ maka beliau bersabda kepada mereka, ‘Tidak, sekali-kali tidak boleh, bahkan beramallah kalian, maka masing-masing akan dimudahkan kepada apa yang dia diciptakan untuknya.’ Kemudian beliau membaca, “Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.” (QS. al-Lail: 5-10) (HR. al-Bukhari (6605), Muslim (6))

Ingat kisah Barshish dengan tiga bersaudara yang menitipkan saudari mereka kepadanya, Ibnu as-Saqa` al-Baghdadiy dan do’a para wali, lalu dia masuk Nasrani di Konstantin, dan mati dalam keadaan kafir, dan muadzdzin dan wanita Nashrani.

Oleh karena itulah disebutkan di dalam hadits Ibnu ‘Abbas L,

«أَنَّهُ سُئِلَ مَا الْكَبَائِرُ؟ فَقَالَ: الشِّرْكُ بِاَللَّهِ، وَالْإِيَاسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ، وَالْأَمْنُ مِنْ مَكْرِ اللَّهِ وَهَذَا أَكْبَرُ الْكَبَائِرِ»

“Bahwasannya beliau ditanya apa itu dosa-dosa besar? Maka beliau menjawab, ‘Syirik kepada Allah, berputus asa dari rahmat Allah, dan merasa aman dari makar Allah, dan ini adalah sebesar-besar dosa besar.” (HR. al Bazzar dan ath Thabrani dengan para perawinya yang terpercaya)

(Makalah Kajian Syarah Sulamuttaufiq bersama Ustadz Muhammad Syahri di Jawi Prigen Pasuruan)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *