Meninggalkan Dosa-Dosa Dan Maksiat
Karena firman Allah ﷻ,
إِنَّ ٱللهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَومٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِهِمۡۗ
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…” (QS. ar-Ra’du (13): 11)
Maksiat merupakan tabir penghalang untuk bisa khusyu’ dalam shalat. Di antara maksiat adalah, barangsiapa di bawah (kekuasaan)nya terdapat istri yang jelek akhlaknya dan belum diceraikannya, atau dia menyerahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta mereka yang ada di dalam kekuasaannya atau memberikan hutang dan belum disaksikan atasnya. Hal tersebut berdasarkan ketetapan dari Nabi ﷺ, bahwa beliau ﷺ bersabda,
«ثَلَاثَةٌ يَدْعُونَ اللهَ فَلَا يُسْتَجَابُ لَهُمْ: رَجُلٌ كَانَتْ تَحْتَهُ امْرَأَةٌ سَيِّئَةَ الْخُلُقِ فَلَمْ يُطَلِّقْهَا، وَرَجُلٌ كَانَ لَهُ عَلَى رَجُلٍ مَالٌ فَلَمْ يُشْهِدْ عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ آتَى سَفِيهًا مَالَهُ وَقَدْ قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ {وَلَا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمْ}»
“Tiga golongan orang yang berdo’a kepada Allah ﷻ, namun do’a mereka tidak dikabulkan; seorang laki-laki yang dibawah (kekuasaan)nya terdapat seorang istri yang jelek akhlaknya dan belum diceraikannya, seorang laki-laki yang memiliki harta atas laki-laki (lain) dan belum disaksikan atasnya, dan seorang laki-laki yang menyerahkan harta (mereka yang ada dalam kekuasaannya) kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, sementara Allah ﷻ telah berfirman, “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu)…” (QS. an-Nisa` (4): 5) ([1])
Begitu pula maksiat seorang istri kepada suaminya dan pelarian([2]) seorang hamba sahaya dari majikannya, sebagaimana dalam sebuah hadits,
«اثْنَانِ لَا تُجَاوِزُ صَلَاتُهُمَا رُءُوسَهُمَا: عَبْدٌ آبِقٌ مِنْ مَوَالِيهِ حَتَّى يَرْجِعَ، وَامْرَأَةٌ عَصَتْ زَوْجَهَا حَتَّى تَرْجِعَ»
“Dua golongan yang shalat keduanya tidak melampaui kepala keduanya yaitu seorang budak yang lari dari majikannya sampai dia kembali, dan istri yang durhaka kepada suaminya sampai dia kembali.” ([3])
Sebaliknya, memperbanyak ketaatan (dapat) menambahkan kebaikan dan kekhusyu’an shalat. Di antara bentuk ketaatan itu adalah, menyayangi anak yatim, mengelus kepalanya, dan memberinya makan. Rasulullah ﷺ bersabda,
«أَتُحِبُّ أَنْ يَلِينَ قَلْبُكَ وَتُدْرَكَ حَاجَتُكَ؟ ارْحَمِ الْيَتِيمَ، وَامْسَحْ رَأْسَهُ، وَأَطْعِمْهُ مِنْ طَعَامِكَ، يَلِنْ قَلْبُكَ وَتُدْرِكْ حَاجَتَكَ»
“Sukakah kamu agar hatimu lembut dan hajat kebutuhanmu terpenuhi? Sayangilah anak yatim, usaplah kepalanya, berilah mereka makan dari makananmu, maka lembutlah hatimu, dan terpenuhilah kebutuhanmu.” ([4])
(bersambung)
(Dialih bahasakan oleh Muhammad Syahri dari kitab as-Shalaat Wa Atsaruhaa Fi Ziyaadatil Iimaan Wa Tahdziibin Nafsi, Syaikh Husain al-‘Awayisyah)
______________
Foonote:
([1]) HR. Al-Hakim dalam Mustadrak-nya dari Abu Musa radhiyallaahu ‘anhu, juga dalam Shaiih al-Jaami’ (3070)
([2]) Yaitu pembangkangan para budak dan perginya mereka tanpa rasa takut, dan tidak mau bekerja keras. Lisanul ‘Arab.