Menyembelih Dengan Alat Yang Tajam Dan Membaca Basmallah

 

19- Menyembelih Dengan Alat Yang Tajam Dan Membaca Basmallah

 

HADITS ROFI’ BIN KHODIJ

عَنْ عَبَايَةَ بْنِ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعِ بْنِ خَدِيجٍ، عَنْ جَدِّهِ، قَالَ: كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذِي الحُلَيْفَةِ، فَأَصَابَ النَّاسَ جُوعٌ ، فَأَصَابُوا إِبِلًا وَغَنَمًا، قَالَ: وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أُخْرَيَاتِ القَوْمِ، فَعَجِلُوا، وَذَبَحُوا، وَنَصَبُوا القُدُورَ، فَأَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالقُدُورِ، فَأُكْفِئَتْ، ثُمَّ قَسَمَ، فَعَدَلَ عَشَرَةً مِنَ الغَنَمِ بِبَعِيرٍ فَنَدَّ مِنْهَا بَعِيرٌ، فَطَلَبُوهُ، فَأَعْيَاهُمْ وَكَانَ فِي القَوْمِ خَيْلٌ يَسِيرَةٌ، فَأَهْوَى رَجُلٌ مِنْهُمْ بِسَهْمٍ، فَحَبَسَهُ اللهُ ثُمَّ قَالَ: «إِنَّ لِهَذِهِ البَهَائِمِ أَوَابِدَ كَأَوَابِدِ الوَحْشِ، فَمَا غَلَبَكُمْ مِنْهَا فَاصْنَعُوا بِهِ هَكَذَا»، فَقَالَ جَدِّي: إِنَّا نَرْجُو – أَوْ نَخَافُ – العَدُوَّ غَدًا، وَلَيْسَتْ مَعَنَا مُدًى، أَفَنَذْبَحُ بِالقَصَبِ؟ قَالَ: «مَا أَنْهَرَ الدَّمَ، وَذُكِرَ اسْمُ اللهِ عَلَيْهِ فَكُلُوهُ، لَيْسَ السِّنَّ وَالظُّفُرَ، وَسَأُحَدِّثُكُمْ عَنْ ذَلِكَ: أَمَّا السِّنُّ فَعَظْمٌ، وَأَمَّا الظُّفُرُ فَمُدَى الحَبَشَةِ »

 

Dari ‘Abayah bin Rifa’ah bin Rofi’ bin Khodij, dari kakek-nya, dia berkata: Kami pernah bersama Nabi ﷺ di Dzulhulaifah di Tihaamah. Orang-orang merasa lapar, lalu mereka mendapatkan unta dan kambing.

 

Sementara Nabi ﷺ berada di barisan belakang orang-orang. Mereka tidak sabar, menyembelih dan menyiapkan periuk-periuk (untuk memasaknya).

 

Lantas Nabi ﷺ memerintahkan supaya periuk-periuk itu ditumpahkan isinya (sebab dagingnya berasal dari rampasan).

 

Kemudian beliau membagi (ghonimah), menyamakan  sepuluh ekor kambing sama dengan satu ekor unta. Tetapi kemudian ada seekor unta yang lari, mereka mengejarnya hingga kelelahan.

 

Sementara itu di antara mereka hanya ada sedikit kuda. Lantas salah seorang dari mereka membidiknya dengan anak panah, hingga akhirnya Allah menahan onta itu.

 

Kemudian beliau bersabda: “Sesungguhnya binatang-binatang ini memiliki sifat liar, seperti sifat-sifat liar binatang liar. Maka jika di antara binatang ini yang melarikan diri, lakukanlah kepadanya seperti ini.”

 

Kakek-ku berkata, “Wahai Rasulullah, kita berharap atau khawatir akan bertemu musuh esok hari, sementara kita tidak memiliki pisau (untuk menyembelih hewan). Bolehkah kita menyembelih dengan bambu?”

 

Beliau menjawab: “Apa yang bisa mengalirkan darah, dan disebut nama Allah, maka makanlah, bukan (menggunakan) gigi dan kuku. Aku akan memberitakan kepada kalian sebabnya; gigi termasuk tulang, sedangkan kuku adalah pisau bangsa Habasyah”.([1])

 

Di dalam riwayat lain, dengan tambahan:

 

«اعْجَلْ – أَوْ أَرْنِي – مَا أَنْهَرَ الدَّمَ، وَذُكِرَ اسْمُ اللهِ عَلَيْهِ، فَكُلُوا »

 

Atau dengan lafazh:

 

«اعْجَلْ، أَوْ أَرِنْ، مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللهِ فَكُلْ»

 

“Segera-kan (menyembelihnya)! (Alat) apa saja yang bisa mengalirkan darah, dan disebut nama Allah, maka makanlah!”([2])

 

HADITS LAKI-LAKI ANSHOR

 

عَنْ عَاصِمٍ يَعْنِي ابْنَ كُلَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ رَجُلٍ مِنَ الْأَنْصَارِ قَالَ:  خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَأَصَابَ النَّاسَ حَاجَةٌ شَدِيدَةٌ وَجَهْدٌ، وَأَصَابُوا غَنَمًا فَانْتَهَبُوهَا، فَإِنَّ قُدُورَنَا لَتَغْلِي إِذْ جَاءَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْشِي عَلَى قَوْسِهِ، فَأَكْفَأَ قُدُورَنَا بِقَوْسِهِ، ثُمَّ جَعَلَ يُرَمِّلُ اللَّحْمَ بِالتُّرَابِ، ثُمَّ قَالَ: «إِنَّ النُّهْبَةَ لَيْسَتْ بِأَحَلَّ مِنَ الْمَيْتَةِ» أَوْ «إِنَّ الْمَيْتَةَ لَيْسَتْ بِأَحَلَّ مِنَ النُّهْبَةِ» الشَّكُّ مِنْ هَنَّادٍ

 

Dari ‘Ashim bin Kulaib, dari bapak-nya, bahwa dari seorang laki-laki Anshor, dia berkata: Kami keluar bersama Rosululloh sholallahu ‘alaihi was salam di dalam safar.

 

Lalu orang-orang mengalami kebutuhan (merasa lapar) dan kesusahan, mereka mendapatkan kambing lalu merampasnya.

 

Sesungguhnya periuk-periuk kita sedang mendidih, ketika Rosululloh ﷺ datang berjalan dengan busur-nya.

 

Lalu beliau membalikkan periuk-periuk kami  dengan busur-nya. Kemudian menaburi daging itu dengan tanah.

 

Kemudian beliau bersabda: “Sesungguhnya (daging) rampasan tidak lebih halal daripada bangkai”, atau “Sesungguhnya bangkai tidak lebih halal daripada (daging) rampasan”. Keraguan datang dari Hannad.([3])

 

FAWAID HADITS:

 

Ada beberapa faedah yang bisa kita ambil dari hadits-hadits ini, antara lain:

 

1-       Merampas barang milik orang lain merupakan dosa besar.

 

2-    Mengambil ghonimah sebelum dibagi merupakan dosa besar.

 

3- Keutamaan akhlaq Nabi ﷺ, yaitu beliau berada di barisan belakang, sehingga orang-orang lemah yang berada di belakang menjadi terhibur hatinya.

 

4- Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah (wafat th. 852 H) berkata tentang fawaid hadits ini: “Keharamanan menggunakan barang-barang yang dimiliki bersama dengan tanpa idzin, walaupun barang itu sedikit, walaupun membutuhkannya”.([4])

 

5- Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah (wafat th. 852 H) berkata tentang fawaid hadits ini: “Ketundukan sahabat kepada perintah Nabi ﷺ sampai meninggalkan barang-barang yang sangat mereka butuhkan”.([5])

 

6- Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah (wafat th. 852 H) berkata tentang fawaid hadits ini: “Seorang imam (pemimpin) berhak menghukum rakyat dengan menghilangkan manfaat dan semacamnya, jika mashlahat syari’at lebih besar”.([6])

 

7- Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah (wafat th. 852 H) berkata tentang fawaid hadits ini: “Pembagian ghonimah boleh dengan pertimbangan dan penilaian, dan tidak disyaratkan membagi segala sesuatu dengan bagiannya”.([7])

 

8- Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah (wafat th. 852 H) berkata tentang fawaid hadits ini: “Hewan jinak yang menjadi liar dihukumi seperti hewan liar, dan sebaliknya”.([8])

 

9- Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah (wafat th. 852 H) berkata tentang fawaid hadits ini: “Kebolehan menyembelih hewan dengan alat yang menghasilkan tujuan (yaitu mengalirkan darah), baik terbuat dari besi atau bukan”.([9])

 

10- Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah (wafat th. 852 H) berkata tentang fawaid hadits ini: “Kebolehan melukai hewan yang lari, bagi orang yang tidak mampu menyembelihnya,  seperti buruan hewan darat, dan hewan jinak yang menjadi liar.

 

Boleh melukai seluruh bagian tubuhnya, jika hewan itu mati dengan sebab terkena luka tersebut, maka halal”.([10])

 

11- Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah (wafat th. 852 H) berkata tentang fawaid hadits ini: “Hewan yang mampu  dikuasai tidak boleh (tidak halal) kecuali dengan disembelih atau dinahr, dengan ijma’”.([11])

 

12- Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah (wafat th. 852 H) berkata tentang fawaid hadits ini: “Peringatan bahwa keharaman bangkai disebabkan menetapnya darah di dalamnya”.([12])

 

13- Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah (wafat th. 852 H) berkata tentang fawaid hadits ini: “Larangan menyembelih dengan gigi dan kuku, baik menjadi satu dengan penyembelihnya atau terpisah”. ([13])

 

Walaupun sebagian ulama membolehkan menyembelih dengan gigi dan kuku yang terpisah dari penyembelihnya.

 

14- Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah (wafat th. 852 H) berkata tentang fawaid hadits ini: “(Ibnu Daqiqil ‘Ied berkata): Sekelompok ulama berdalil dengan hadits ini, tentang larangan menyembelih dengan tulang secara mutlak”. ([14])

 

15- Kewajiban membaca basmalah ketika menyembelih.

 

16- Larangan memakan makanan rampasan sebagaimana larangan memakan bangkai.

 

17- Kehati-hatian ulama di dalam meriwayatkan hadits. Sehingga kalimat yang meragukan diterangkan sumber keraguannya.

 

18- Larangan tasybbuh (menyerupai) orang-orang kafir di dalam perkara yang menjadi kekhususan mereka.

 

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah (wafat th. 728 H) berkata: “Orang-orang Habasyah memiliki kuku-kuku yang panjang, mereka menggunakan kuku-kuku itu untuk menyembelih, bangsa-bangsa lain tidak ada yang melakukannya.

 

Maka boleh jadi larangan (menyembelih dengan kuku), karena hal itu menyerupai mereka di dalam perkara yang khusus pada mereka.

 

Adapun tulang, maka boleh jadi larangan menyembelih dengannya seperti larangan istinja’ dengannya, yaitu menjadikannya najis terhadap jin, sebab darah adalah najis”.([15])

 

Inilah sedikit penjelasan tentang hadits-hadits yang agung ini. Semoga Alloh ﷻ selalu memudahkan kita untuk melaksanakan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan. Dan selalu membimbing kita di atas jalan kebenaran menuju sorga-Nya yang penuh kebaikan.

 

Ditulis oleh Muslim Atsari,

Sragen, Jum’at, Dhuha, 25-Dzulqo’dah-1443 H / 24-Juni-2022

 

__________

Footnote:

([1]) HR. Bukhori, no. 2488, 2507, 3075, 5498, 5506; Ibnu Hibban, no. 5886, dan ini lafazh keduanya. Hadits ini diriwayatkan dengan ringkas oleh Bukhori, no. 5503, 5543, 5544; Muslim, no. 1968/20; Nasai, no. 4403, 4409; Tirmidzi, no. 1491; Ibnu Majah, no. 3178; Ahmad, no. 15806, 15813, 17261, 17283

([2]) HR. Bukhori, no. 2507, 5509; Muslim, no. 1968/20; Ahmad, no. 17261

([3]) HR. Abu Dawud, no. 2705. Dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani

([4]) Fathul Bari, 9/629

([5]) Fathul Bari, 9/629

([6]) Fathul Bari, 9/629

([7]) Fathul Bari, 9/629

([8]) Fathul Bari, 9/629

([9]) Fathul Bari, 9/629

([10]) Fathul Bari, 9/629

([11]) Fathul Bari, 9/629

([12]) Fathul Bari, 9/629

([13]) Fathul Bari, 9/629

([14]) Fathul Bari, 9/629

([15]) Iqtidho’ush Shirotil Mustaqim, 1/349

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *