Orang yang membaca sirah (sejarah) Nabi ﷺ dan generasi Salafush Shalih akan mendapati bahwa menepati janji dan ikatan perjanjian tidak terbatas hanya sesama kaum muslimin. Bahkan terhadap lawan pun demikian. Sekian banyak perjanjian yang telah diikat antara Nabi ﷺ dan orang-orang kafir dari Ahlul Kitab dan musyrikin, tetap beliau ﷺ jaga, sampai mereka sendiri yang memutus tali perjanjian itu. Allah ﷻ berfirman:
إِلَّا ٱلَّذِينَ عَٰهَدتُّم مِّنَ ٱلمُشرِكِينَ ثُمَّ لَم يَنقُصُوكُم شَيئًا وَلَم يُظَٰهِرُواْ عَلَيكُم أَحَدًا فَأَتِمُّوٓاْ إِلَيهِم عَهدَهُم إِلَىٰ مُدَّتِهِمْ إِنَّ ٱللهَ يُحِبُّ ٱلمُتَّقِينَ ٤
“Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.” (QS. At-Taubah: 4)
Dahulu antara Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallaahu ‘anhuma ada ikatan perjanjian (gencatan senjata) dengan bangsa Romawi. Suatu waktu Mu’awiyah bermaksud menyerang mereka di mana dia tergesa-gesa satu bulan (sebelum habis masa perjanjiannya). Tiba-tiba datang seorang lelaki mengendarai kudanya dari negeri Romawi seraya mengatakan: “Tepatilah janji dan jangan berkhianat!” Ternyata dia adalah seorang shahabat Nabi ﷺ yang bernama ‘Amr bin ‘Absah. Mu’awiyah lalu memanggilnya. Maka ‘Amr berkata: “Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda (yang artinya): “Barangsiapa antara ia dengan suatu kaum ada perjanjian maka tidak halal baginya untuk melepas ikatannya sampai berlalu masanya atau mengembalikan perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur.” Akhirnya Mu’awiyah menarik diri beserta pasukannya.([1])
Kalau hal itu bisa dilakukan terhadap kaum musyrikin, tentu lebih-lebih lagi terhadap kaum muslimin, kecuali perjanjian yang maksiat, maka tidak boleh dilaksanakan. Nabi ﷺ bersabda:
وَالْمُسْلِمُوْنَ عَلىَ شُرُوْطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا
“Dan kaum muslimin (harus menjaga) atas persyaratan/perjanjian mereka, kecuali persyaratan yang mengharamkan yang dihalalkan atau menghalalkan yang haram.”([2])
(Makalah Kajian Syarah Sullamauttaufik oleh Ust. Muhammad Syahri di Rumah Bpk. H. Jarot Jawi Prigen)
__________________________________
Footnote:
([1]) Lihat Syu’abul Iman (4049-4050) dan Ash-Shahihah 5/472 hadits no. 2357
([2]) Shahih Sunan At-Tirmidzi (1352), lihat Irwa`ul Ghalil no. 1303