Mengenakan Jimat
Mengenakan jimat ini bisa berupa cincin, benang, menggantungkan tamimah (jimat), untaian-untaian, ladam kuda, merangkai lada, sepatu kuno, jimat keberuntungan, pemercikan garam pada pekan kelahiran bayi, serta pengumpulan tujuh biji kacang dengan satu tali.
Dan perkara-perkara lain yang biasa dilakukan oleh orang-orang awam dengan persangkaan mereka bahwa semua hal tersebut akan bisa mendatangkan manfaat, atau menolak madharat. Padahal Dzat yang menguasai semua itu secara hakiki adalah Allah subhaanahuu wa ta’aalaa semata.
Allah subhaanahuu wa ta’aalaa berfirman,
قُلۡ أَفَرَءَيۡتُم مَّا تَدۡعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ إِنۡ أَرَادَنِيَ ٱللَّهُ بِضُرٍّ هَلۡ هُنَّ كَٰشِفَٰتُ ضُرِّهِۦٓ أَوۡ أَرَادَنِي بِرَحۡمَةٍ هَلۡ هُنَّ مُمۡسِكَٰتُ رَحۡمَتِهِۦۚ قُلۡ حَسۡبِيَ ٱللَّهُۖ عَلَيۡهِ يَتَوَكَّلُ ٱلۡمُتَوَكِّلُونَ ٣٨
“… Katakanlah: “Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaKu, Apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaKu, Apakah mereka dapat menahan rahmatNya?. Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku”. kepada-Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.” (QS. az-Zumar (39): 38)
Penulis Fathul Majid berkata, ‘Maka ayat ini dan yang semisalnya membatalkan kebergantungan hati dengan selain Allah di dalam mendatangkan manfaat atau menolak madharat, dan bahwa perbuatan itu adalah perbuatan mensekutukan Allah.’
Diantara dalil-dalil yang membahas masalah ini adalah,
Pertama, Imam Ahmad meriwayatkan hadits dengan sanad shahih dari ‘Uqbah bin ‘Amir al-Juhaniy radhiyallaahu ‘anhu,
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقْبَلَ إِلَيْهِ رَهْطٌ، فَبَايَعَ تِسْعَةً وَأَمْسَكَ عَنْ وَاحِدٍ، فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ، بَايَعْتَ تِسْعَةً وَتَرَكْتَ هَذَا؟ قَالَ: ” إِنَّ عَلَيْهِ تَمِيمَةً ” فَأَدْخَلَ يَدَهُ فَقَطَعَهَا، فَبَايَعَهُ، وَقَالَ: ” مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
“Bahwasannya ada sejumlah orang yang menghadap Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau membaiat sembilan orang dan menahan diri dari satu orang. Lalu mereka berkata, ‘Ya Rasulullah, Anda telah membaiat sembilan orang, lalu Anda meninggalkan orang ini? Maka beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Padanya terdapat tamiimah (jimat).’ Lalu dia memasukkan tangannya kemudian memutusnya, kemudian beliau membaiatnya lantas bersabda, ‘Barangsiapa menggantungkan tamiimah (jimat), maka sungguh dia telah berbuat syirik.”(1)
Tamiimah adalah untai-untaian yang dulu orang ‘Arab menggantungkannya kepada anak-anak mereka, yang dengannya mereka berlindung diri dari penyakit ‘ain menurut klaim mereka.
Kedua, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad shahih dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu, aku pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«إِنَّ الرُّقَى، وَالتَّمَائِمَ، وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ»
“Sesungguhnya mantra-mantra, tamimah-tamimah (jimat), dan guna-guna adalah syirik.”(2)
Kesyirikan ini dulu telah menyebar di masa Jahiliyah, dan terus menyebar hingga sekarang, sekalipun nama-namanya telah berubah. Dulu, mereka memasang manik-manik atau tali (senar) pada onta demi untuk menolak penyakit ‘ain. Dan sekarang, manusia memasang ladam (sepatu) kuda di pintu rumah, atau memasang gading gajah, atau memasang manik-manik biru di dalam mobil, atau menggantungkan sepatu lama di pintu demi untuk menolak penyakit ‘ain, atau dengan menuangkan garam dengan persangkaan dari mereka bahwa hal itu akan mengenai mata orang yang tukang hasad.
Maka kesemua hal itu adalah adalah syikir kecil yang tidak keluar dari agama, jika dia berprasangka bahwa ini adalah adalah sarana untuk menolak ‘ain, dan berkeyakinan bahwa yang memberikan kemanfaatan dan kemadharatan pada hakikatnya adalah Allah. Adapun jika dia berprasangka bahwa benda-benda itu bisa menolak bahaya, atau bisa mendatangkan kemanfaatan dengan dirinya sendiri, dan kebaikan itu dinisbahkan kepadanya, maka ia adalah syirik besar, yang mengeluarkan dari agama. Dan hukum yang demikian itu berlaku setelah ditegakkannya hujjah (argumen) kepada pelakunya, jika dia bodoh tentang hukumnya.
Ketiga, hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim, bahwa Hudzaifah melihat seorang laki-laki yang di (lengan) tangannya terdapat tali, lalu dia memotongnya kemudian membaca ayat:
وَمَا يُؤۡمِنُ أَكۡثَرُهُم بِٱللَّهِ إِلَّا وَهُم مُّشۡرِكُونَ ١٠٦
“Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain).” (QS. Yusuf (12): 106)(3)
Bahkan wahai saudariku yang mulia, lihatlah kepada hadits ini; yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan sanad shahih dari hadits Zainab, istri Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhuma, dia berkata, ‘Adalah ‘Abdullah, jika dia datang dari sebuah keperluan lalu sampai ke pintu, maka dia berdehem dan meludah karena khawatir menyergap kami diatas sesuatu yang tidak dia sukai.’ Dia berkata, ‘Suatu hari dia datang, lalu berdehem.’ Dia berkata, ‘Sementara di sisiku terdapat seorang tua yang sedang menjampi-jampiku dari humrah(4). Lalu akupun memasukkannya dibawah ranjang. Kemudian ‘Abdullah masuk, kemudian duduk disisiku, lalu melihat ada seutas tali di leherku. Lantas dia berkata, ‘Tali apakah ini?’ Dia berkata, ‘Saya berkata, ‘Tali yang telah dijampi-jampi di dalamnya untukku.’ Dia berkata, ‘Maka ‘Abdullah pun mengambilnya kemudian memotongnya, kemudian dia berkata, ‘Sesungguhnya keluarga ‘Abdillah benar-benar tidak butuh kepada kesyirikan. Aku pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«إِنَّ الرُّقَى، وَالتَّمَائِمَ، وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ»
“Sesungguhnya jampi-jampi, jimat-jimat, dan guna-guna adalah syirik.”
Dia berkata, ‘Saya berkata kepadanya, ‘Mengapa Engkau berkata demikian, sungguh mataku terus berair, dan dulu aku biasa datang kepada Si Yahudi Fulan yang menjampi-jampinya. Dan jika dia menjampi-jampinya, maka berhentilah (aliran air mata).’ Dia berkata, ‘Itu adalah perbuatan syetan yang menyodok (mata) dengan tangannya. Maka jika Engkau menjampi-jampinya, dia menahan diri darinya. Sesungguhnya cukuplah bagimu untuk membaca sebagaimana Rasulllah shallallaahu ‘alaihi wa sallam membaca,
أَذْهِبِ الْبَاسَ رَبَّ النَّاسِ اشْفِ أَنْتَ الشَّافِي، لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ، شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا
“Hilangkanlah penyakit tersebut wahai Rabbnya manusia, sembuhkanlah, Engkau Yang Maha Menyembuhkan, tidak ada kesembuhan kecuali dengan penyembuhan-Mu, dengan penyembuhan yang tidak akan meninggalkan sakit.”(5)
Tiwalah adalah semacam bentuk sihir, sihir yang dilakukan untuk membuat seorang istri mencintai suaminya.
(Diambil dari buku 117 Dosa Wanita Dalam Masalah Aqidah Dan Keyakinan Sesat, terjemahan kitab Silsilatu Akhthaainnisaa`; Akhtaaul Mar-ah al-Muta’alliqah bil ‘Aqiidah Wal I’tiqaadaat al-Faasidah, karya Syaikh Nada Abu Ahmad)
1() HR. Ahmad (17458), al-Hakim, al-Mustadrak (7513), lihat Shahiihul Jaami’ (6394), as-Shahiihah (492), al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (IV/456)-pent
2() HR. Abu Dawud (3883), Ibnu Majah (3530), Ibnu Hibban (1412), Ahmad (I/382), lihat Silsilah al-Ahaadiits as-Shahiihah (I/648)-pent
3() Tafsir Ibnu Abi Hatim, VII/2208-pent
4() Al-Humrah adalah penyakit yang menyerang manusia, lalu menjadi memerahlah tempat serangannya tersebut. Al-Azhuriy berkata, ‘al-Humrah adalah satu jenis dari Tha’un (Lisanul ‘Arab, IV/208), lihat al-Jaami’ as-Shahiih Li as-Sunan wa Al-Masaaniid, IV/367.-pent
5() HR. Ahmad (3615), Abu Dawud (3883), Ibnu Majah (3530), al-Hakim (7504, 7505)-pent