Membuka wajah, berkhalwat dengan orang-orang asing

 

Syaikh Abdullah bin Asy-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab –mudah-mudahan Allah merahmati keduanya– ditanya tentang wanita yang berjalan tanpa ‘uba`ah atau terbuka wajahnya ?

 

Maka kemudian beliau menjawab: Adapun wanita yang berjalan tanpa menggunakan ‘uba`ah atau terbuka wajahnya, maka jika dia menutup wajahnya, dadanya, dan rambutnya, maka tidak mengapa atasnya, jika memang itu adalah adat kebiasaan mereka, akan tetapi tidak boleh bagi mereka untuk berikhtilath dengan laki-laki asing karena sesungguhnya seluruh badan, rambut, dan  kulit luar wanita itu adalah aurat.

 

Beliaupun menjawab juga: dan seorang wanita itu harus senantiasa menutup rambutnya, dadanya, kedua tangannya, dan seluruh badannya kecuali wajah didalam shalat.

 

Syaikh Hamd bin Nashir bin Ma’mar rahimahullah: Dan wanita yang tidak menutupi auratnya, maka dia harus ditindak sampai dia mau menutupi auratnya.

 

Syaikh Abdullah bin Asy-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab tentang khalwat dengan wanita asing ?

 

Maka beliau menjawab: Orang yang berkhalwat dengan wanita asing, maka akan di tindak setimpal dengan perbuatan ini menurut keputusan hakim

 

Syaikh Hamd bin Nashir bin Ma’mar menjawab: Seorang laki-laki tidak boleh memasuki rumah saudari istrinya, kecuali saudari istrinya itu dalam keadaan tertutup (berhijab) dan tidak boleh baginya untuk berduaan dengannya, dan tidaklah dia menjadi mahramnya sekalipun dia tidak boleh menikahi saudari istrinya itu selagi dia masih bersama saudarinya (istrinya).([1])

 

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah  ditanya tentang seorang laki-laki yang masuk menemui istri saudaranya, anak-anak wanita saudara ayahnya, dan anak-anak wanita saudara ibunya, boleh atau tidak?

 

Maka beliau menjawab: Tidak boleh baginya untuk berduaan dengannya akan tetapi kalau masuk menemui mereka dengan disertai orang lainnya tanpa berduaan maka boleh baginya tanpa ada ragu lagi. Wallahu a’lam([2]).

 

(Diambil dari kitab Mas-uuliyaatul Mar-ah al-Muslimah, Syaikh DR. Abdullah bin Jarullah al-Jaarullah, di alih bahasakan oleh Muhammad Syahri)

[….](Bersambung)[….]

______________________________

 

([1]) Ad-Durarus Sinniyah fil Ajwibah an-Najdiyah , juz 6 hal. 319-320

([2]) Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah, Juz 32, hal 9

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *