19. Membaca Al-Qur`an Kemudian Menghadiahkan Pahalanya Untuk Si Mayit
Imam Syafi’iy rahimahullah dan para pengikunya berpendapat bahwa bacaan al-Qur`an, pahalanya tidak akan sampai kepada orang yang telah meninggal. Mereka berdalil dengan keumuman firman Allah subhaanahu wa ta’aala,
وَأَن لَّيسَ لِلإِنسَٰنِ إِلَّا مَا سَعَىٰ ٣٩
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. an-Najm (53): 39)
Maka sesungguhnya keumuman ini, telah dikhususkan dengan beberapa perkara yang disebutkan oleh Rasulullah ﷺ untuk kita, dan bacaan bukanlah termasuk dari pengkhususan tersebut.
Oleh karena itulah Nabi ﷺ tidak pernah menganjurkan umatnya kepada yang demikian, tidak juga mendorong mereka kepadanya, tidak juga mengarahkan mereka kepadanya dengan suatu nash, dan tidak juga dengan isyarat. Dan tidak pernah dinukil dari seorang sahabatpun radhiyallaahu ‘anhum tentang yang demikian. Seandainya hal itu adalah sebuah kebaikan, maka pastilah mereka akan mendahului kita kepadanya.
Dan termasuk perkara yang diterima adalah bahwa Nabi ﷺ tidak pernah meninggalkan satu kebaikanpun melainkan beliau telah memberitahukannya kepada kita. Maka tatkala Rasulullah ﷺ tidak pernah memberikan arahan kepadanya, maka kita mengetahui bahwa bacaan al-Qur`an tidak akan berfaidah kepada si mayit sedikitpun. Maka yang sunnah adalah meninggalkan yang demikian.
Imam Ahmad rahimahullah berkata, ‘Tidak termasuk kebiasaan para salaf, jika mereka shalat sunnah, atau puasa sunnah, membaca al-Qur`an, lalu mereka menghadiahkan pahalanya kepada orang yang telah meninggal diantara kaum muslimin, dan tidak selayaknyalah menyimpang dari jalan salaf.’ ([1])
Al-‘Izz bin ‘Abdissalam rahimahullah ditanya tentang pahala bacaan al-Qur`an yang dihadiahkan untuk si mayit, apakah sampai pahala tersebut ataukah tidak? Maka beliau menjawab dengan ucapan beliau, ‘Pahala bacaan al-Qur`an terbatas hanya untuk pembaca, dan tidak akan sampai kepada selainnya.’([2])
Imam Nawawiy rahimahullah berkata di dalam Syarah Muslim setelah berbicara tentang sampainya pahala sedekah atas nama si mayit, ‘Yang masyhur dari madzhab kami adalah bahwa membaca al-Qur`an yang mulia, pahalanya tidak akan sampai (kepada si mayit).”([3])
Dan inilah yang telah ditetapkan oleh para ulama tafsir seperti Ibnu Katsir rahimahullah di dalam Tafsirnya, demikian juga as-Syaukaniy rahimahullah di dalam Tafsirnya tentang firman Allah subhaanahu wa ta’aala,
وَأَن لَّيسَ لِلإِنسَٰنِ إِلَّا مَا سَعَىٰ ٣٩
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. an-Najm (53): 39)
Muhammad Rasyid Ridha rahimahullah berkata di dalam Tafsirnya tentang firman Allah subhaanahu wa ta’aala,
وَلَا تَكسِبُ كُلُّ نَفسٍ إِلَّا عَلَيهَا وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزرَ أُخرَىٰۚ
“… dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain…” (QS. al-An’am (6): 164)
“Sesungguhnya segala kebiasaan yang berlaku, baik berupa membaca al-Qur`an, dzikir-dzikir, dan menghadiahkan pahalanya untuk orang-orang yang telah meninggal dunia, serta mengupah para pembaca al-Qur`an, serta menahan harta-harta waqaf diatas yang demikian adalah perbuatan bid’ah yang tidak disyariatkan.”([4])
Muhammad Rasyid Ridha menukil dari al-Hafizh Ibnu Hajar bahwa dia pernah ditanya tentang orang yang membaca sesuatu dari al-Qur`an, lalu dia berkata di dalam do’anya kepada Allah, ‘Ya Allah, jadikanlah pahala bacaan yang telah kubaca sebagai tambahan kemuliaan penghulu kami Rasulullah ﷺ.’ Maka beliau menjawab dengan ucapan beliau, ‘Ini adalah bikinan para pembaca al-Qur`an yang belakangan, aku tidak mengetahui salaf (pendahulu mereka).’([5])
(Diambil dari Kitab Silsilah Akhthaaunnisaa` (2) Akhthooun Nisa al-Muta’alliqah fi al-Janaaiz, Syaikh Nada Abu Ahmad, alih bahasa oleh Muhammad Syahri)
_____________________________
Footnote:
([1]) Fathul Bayaan Fii Maqaashidi al-Qur`an, Shiddiq Hasan Khan, XI/357.-pent
([2]) Fathul Bayaan Fii Maqaashidi al-Qur`an, Shiddiq Hasan Khan, XI/357.-pent
([3]) Syarah Muslim, Imam Nawawi V, I/90.-pent
([4]) Tafsir al-Manar, Muhammad Rasyid Ridha, VII/219-pent
([5]) Tafsir al-Manar, Muhammad Rasyid Ridha, VIII/232-pent