Maksiat Perut: Meminum Khomer Dan Segala Yang Memabukkan (2)

Pecandu Khomer Seperti Penyembah Berhala

 

Dari beliau ﷺ, beliau bersabda

 

«مُدْمِنُ الْخَمْرِ إِنْ مَاتَ، لَقِيَ اللهَ كَعَابِدِ وَثَنٍ»

 

“Pecandu minuman keras, jika dia mati (dan tidak bertaubat darinya), maka dia akan bertemu dengan Allah seperti penyembah berhala.”([1])

Pecandu Khomer Jika Mati Belum Bertaubat, Maka Tidak Masuk Sorga

 

Dari Ibnu ‘Amr radhiyallaahu ‘anhuma, Bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

 

«لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنَّانٌ، وَلَا عَاقٌّ، وَلَا مُدْمِنُ خَمْرٍ»

 

“Tidak akan masuk sorga orang yang mengungkit-ungkit (kebaikan); orang yang durhaka kepada kedua orang tua, tidak juga orang yang kecanduan khomer.”([2])

 

Disebutkan di dalam sebuah riwayat,

 

«ثَلَاثَةٌ قَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِمُ الْجَنَّةَ: مُدْمِنُ الْخَمْرِ، وَالْعَاقُّ وَالدَّيُّوثُ الَّذِي يُقِرُّ فِي أَهْلِهِ الْخُبْثَ»

 

“Tiga (golongan orang) yang Allah ﷻ telah haramkan atas mereka sorga; pecandu khomer, orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, dan dayyuts, yaitu orang yang membiarkan keburukan ada pada keluarganya.”([3])

Allah ﷻ tidak akan menerima satu kebaikan dari pemabuk

 

Dari Jabir bin ‘Abdillah ﷻ, Rasulullah ﷺ bersabda,

 

ثَلَاثَةٌ لَا يَقْبَلُ اللهُ لَهُمْ صَلَاةً، وَلَا يَصْعَدُ لَهُمْ حَسَنَةٌ. الْعَبْدُ الْآبِقُ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى مَوَالِيهِ فَيَضَعُ يَدَهُ فِي أَيْدِيهِمْ، وَالْمَرْأَةُ السَّاخِطُ عَلَيْهَا زَوْجُهَا حَتَّى يَرْضَى، وَالسَّكْرَانُ حَتَّى يَصْحُوَ

 

“Tiga golongan orang yang Allah ﷻ tidak akan menerima bagi mereka satu shalatpun, dan tidak akan diangkat untuk mereka ke langit satu kebaikanpun; budak yang melarikan diri dari tuannya hingga dia kembali ke tuannya, lalu meletakkan tangannya di tangan-tangan mereka; dan wanita yang suaminya marah kepadanya hingga dia meridhainya; dan orang yang mabuk hingga sadar.”([4])

 

Dari Abu Sa’id al-Khudriy ﷻ, Rasulullah ﷺ bersabda,

 

لَا يَقْبَلُ اللهُ لِشَارِبِ الْخَمْرِ صَلَاةً مَا دَامَ فِي جَسَدِهِ شَيْءٌ مِنْهَا

 

“Allah ﷻ tidak akan menerima satu shalatpun bagi peminum khomer selagi di dalam jasadnya ada sesuatu darinya.”([5])

 

Di dalam sebuah riwayat,

 

مَنْ شَرِبَ الْخَمْرَ لَمْ يَقْبَلِ اللهُ مِنْهُ شَيْئًا وَمَنْ سَكَرَ مِنْهَا لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِيْنَ صَبَاحاً فَإِنْ تَابَ ثُمَّ عَادَ كَانَ حَقًا عَلىَ اللهِ أَنْ يَسْقِيَهُ مِنْ مُهْلِ جَهَنَّمَ

 

“Barangsiapa meminum khomer maka Allah ﷻ tidak akan menerima darinya sesuatupun, dan barangsiapa mabuk darinya, maka tidak akan diterima darinya satu shalatpun selama empat puluh hari, maka jika dia bertaubat, kemudian kembali (meminumnya) maka ada hak atas Allah untuk memberinya minum dari cairan Jahannam.”([6])

 

Rasulullah ﷺ bersabda,

 

مَنْ شَرِبَ الْخَمْرَ وَلَمْ يَسْكُرْ أَعْرَضَ اللهُ عَنْهُ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً وَمَنْ شَرِبَ الْخَمْرَ وَسَكَرَ لَمْ يَقْبَلِ اللهُ مِنْهُ صرفاً وَلَا عدلاً أَرْبَعِينَ لَيْلَة فَإِن مَاتَ فِيهَا مَاتَ كَعَابِدِ وَثَنٍ وَكَانَ حَقًا عَلىَ اللهِ أَنْ يُسْقِيَهُ مِنْ طِيْنَةِ الْخَبَالِ قِيْلَ يَا رَسُولَ اللهِ وَمَا طِيْنَةُ الْخَبَالِ قَالَ عُصَارَةُ أَهْلِ النَّارِ الْقَيْحُ وَالدَّمُ

 

“Barangsiapa meminum khomer lalu dia tidak mabuk, maka Allah berpaling darinya selama empat puluh hari, maka jika dia mati padanya, maka dia mati seperti penyembah berhala, dan ada hak atas Allah untuk memberinya minum dari thinatul khobal.’ Lalu dikatakan, ‘Wahai Rasulullah, apa itu thinatul khobal?’ Beliau bersabda, ‘Inti sari penghuni neraka; nanah dan darah.’ ([7])

 

‘Abdullah bin Abi Aufa berkata,

 

مَنْ مَاتَ مُدْمِنًا لِلْخَمْرِ مَاتَ كَعَابِدِ اللاَّتَ وَالْعُزَّى قِيْلَ أَرَأَيْتَ مُدْمِنَ الْخَمْرِ هُوَ الَّذِي لَا يَسْتَفِيْقُ مِنْ شُرْبِهَا قَالَ لَا وَلَكِنْ هُوَ الَّذِي يَشْرَبُهَا إِذَا وَجَدَهَا وَلَو بَعْدَ سِنِيْنَ

 

‘Barangsiapa mati dalam keadaan kecancuan khomer, maka dia mati seperti penyembah Lata dan ‘Uzza.’ Dikatakan, ‘Apakah Anda berpandangan bahwa pecandu khomer itu adalah yang tidak pernah sadar dari meminumnya.’ Maka dia berkata, ‘Tidak, akan tetapi dia adalah yang meminumnya jika mendapatinya sekalipun setelah bertahun-tahun.’([8])

 

[…](bersambung)[…]

(Makalah Kajian Syarah Sullamauttaufik oleh Ust. Muhammad Syahri di Rumah Bpk. H. Jarot Jawi Prigen)

__________________________________

Footnote:

([1]) Shahih, HR. Ahmad (I/272), Dan disebutkan di dalam al-Majma’ az-Zawaid, V/74, ‘Diriwayatkan oleh Ahmad, al-Bazzar, dan at-Thabraniy, dan para rawi Ahmad adalah rawi-rawi as-Shahih, hanya saja Ibnu al-Munkadir mengatakan, ‘Aku diceritakan dari Ibnu ‘Abbas. Dan dalam isnad milik at-Thabraniy terdapat Yazid bin Abu Fakhitah, dan saya tidak mengetahinya, sedangkan para rawi lainnnya adalah orang-orang yang tsiqah (kredibel).

([2]) Shahih, HR. an-Nasa`iy (5672), Ahmad (6882), dishahihkan oleh al-Albaniy dalam Shahiih al-Jaami’ (7676)

([3]) Shahih, HR. Ahmad (6113), al-Haitsamiy berkata di dalam Majma’ az-Zawaid, ‘Diriwayatkan oleh Ahmad, dan di dalamnya ada perawi yang tak bernama, dan sisa perawinya tsiqat.’

([4]) Dha’if dengan sanad ini, HR. Ibnu Khuzaimah, as-Shahih (II/69), al-Baihaqiy, al-Kubra (I/389), Syu’ab (VI/11). Syaikh al-Albaniy berkata, ‘Sanadnya dha’if sebagaimana kujelaskan di dalam ad-Dha’iifah (1075)

([5]) HR. ‘Abd bin Humaid, Musnad (I/303 no. 983) as-Suyuthi berkata dalam Jaami’ al-Ahaadiits, ‘Dikeluarkan juga oleh al-Bukhari dalam at-Taariikh al-Kabiir (1/354).

([6]) HR. Ibnu Majah (3377), Shahihul Jami’ (6313)

([7]) Sayyid Ibrahim al-Huwaithi berkata, ‘Saya belum menemukan hadits dengan bentuk ini, akan tetapi aku melihat sebuah hadits  semacam ini dari ‘Abdullah bin ‘Amr, dan diriwayatkan oleh Ahmad (II/176), al-Bazzar (VI/452), al-Haitsami rahimahullaah berkata dalam al-Majma’ (V/69), ‘Diriwayatkan oleh Ahmad al-Bazzar, dan para perawi Ahmad adalah perawi Shahih, selain Nafi’ bin ‘Ashim, dan dia tsiqah.’ (al-Kabair, 87)

([8]) Al-Kabaa-ir, Adz-Dzahabiy, cet. Daar an-Nadwah al-Jadiidah, Beirut hal. 82

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *