وَمِنْهَا أَكْلُ كُلِّ مُسْكِرٍ وَكُلِّ نَجَسٍ وَمُسْتَقْذَرٍ.
“Dan diantara maksiat perut adalah memakan segala yang memabukkan, dan segala yang najis, dan yang dianggap kotor.”
Memakan Yang Najis([1])
Ada Kaidah yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah,
كُلُّ نَجِسٍ مُحَرَّمَ الْأَكْلِ وَلَيْسَ كُلُّ مُحَرَّمِ الْأَكْلِ نَجِسًا
“Setiap najis diharamkan untuk dimakan, namun tidak setiap yang haram dimakan itu najis.”([2])
Kaedah ini bermakna setiap yang najis haram dimakan. Sedangkan sesuatu yang haram, belum tentu najis, bisa jadi pula suci.
Penerapan Kaedah
1- Racun haram untuk dikonsumsi karena memberikan dhoror (bahaya) pada tubuh. Namun jikalau haram, tidak semata-mata dihukumi najisnya. Karena keharaman belum tentu mengkonsekuensikan najis.
2- Makanan yang dicuri diharamkan untuk dikonsumsi karena tidak ada izin si empunya atau pula tidak diizinkan oleh syari’at. Akan tetapi sesuatu yang haram ini tidak menunjukkan najisnya.
3- Khomr sudah disepakati haramnya, namun -menurut pendapat terkuat- khomr tidaklah najis. Karena hukum asal segala sesuatu itu suci sampai ada dalil yang najisnya. Imam Asy Syaukani rahimahullah berkata mengenai firman Allah,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah kotor termasuk perbuatan syaitan” (QS. Al Maidah: 90). Khomr di sini dikaitkan dengan anshob (berhala) dan azlam (anak panah). Ini sudah mengindikasikan bahwa yang dimaksud adalah kotor maknawi dan bukan najis syar’i.’([3])
Mengenai kaedah di atas dijelaskan pula oleh Imam Ash-Shan’ani rahimahullah,
“Sesuatu yang najis tentu saja haram, namun tidak sebaliknya. Karena najis berarti tidak boleh disentuh dalam setiap keadaan. Hukum najisnya suatu benda berarti menunjukkan haramnya, namun tidak sebaliknya. Diharamkan memakai sutera dan emas (bagi pria), namun keduanya itu suci karena didukung oleh dalil dan ijma’ (konsensus para ulama). Jika engkau mengetahui hal ini, maka haramnya khomr dan daging keledai jinak sebagaimana disebutkan dalam dalil tidak menunjukkan akan najisnya. Jika ingin menyatakan najis, harus didukung dengan dalil lain. Jika tidak, maka kita tetap berpegang dengan hukum asal yaitu segala sesuatu itu suci. Siapa yang mengklaim keluar dari hukum asal, maka ia harus mendatangkan dalil. Sedangkan bangkai dihukumi najisnya karena dalil mengatakan haram sekaligus najisnya.”([4])
Memakan Makanan Yang Dianggap Kotor
Allah ﷻ berfirman,
وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
“Dan dia mengharamkan bagi mereka segala yang khobits” (QS. Al-A’raaf (7): 157).
Makna khobits dalam ayat ini ada tiga pendapat, yaitu:
- Khobits adalah makanan haram. Jadi yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah dilarang menyantap makanan haram.
- Khobits bermakna segala sesuatu yang merasa jijik untuk memakannya, seperti ular dan hasyarot (berbagai hewan kecil yang hidup di darat).
- Khobits bermakna bangkai, darah dan daging babi yang dianggap halal. Artinya, Allah mengharamkan bentuk penghalalan semacam ini padahal bangkai, darah dan daging babi sudah jelas-jelas haram.([5])
(Makalah Kajian Syarah Sullamauttaufik oleh Ust. Muhammad Syahri di Rumah Bpk. H. Jarot Jawi Prigen)
__________________________________
Footnote:
([1]) https://rumaysho.com/3377-yang-najis-haram-dimakan-yang-haram-belum-tentu-najis.html
([2]) Majmu’atul Fatawa, 21: 16
([3]) Lihat Ad Daroril Mudhiyyah Syarh Ad Duroril Bahiyyah, hal. 62-63
([4]) Lihat Subulus Salam, 1: 158
([5]) Lihat Zaadul Masiir, 3: 273