Syaikh ‘Abdullan bin Husain bin Thahir Ba’alawiy rohimahullah berkata:
وَالنَّظْرُ فِيْ بَيْتِ الْغَيْرِ بِغَيْرِ إِذْنِهِ أَوْ شَيْءٍ أَخْفَاهُ
“Dan melihat ke dalam rumah orang lain tanpa idzinnya, atau melihat kepada sesuatu yang disembunyikannya.”
Imam Nawawi al-Bantani rahimahullah berkata, ‘Yaitu dengan mengintip dari celah sempit di rumah orang lain tanpa idzinnya.’ Maka itu adalah perkara yang diharamkan oleh Allah ﷻ, Allah ﷻ berfirman,
قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya,…” (QS. an-Nuur: 30)([1])
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, dari Rasulullah ﷺ, beliau bersabda,
«مَنِ اطَّلَعَ فِي بَيْتِ قَوْمٍ بِغَيْرِ إِذْنِهِمْ، فَقَدْ حَلَّ لَهُمْ أَنْ يَفْقَئُوا عَيْنَهُ»
“Barangsiapa mengintip di dalam rumah suatu kaum tanpa idzin mereka, maka telah halal bagi mereka untuk mencungkil matanya.’ ([2])
Dan di dalam riwayat Abu Dawud:
«فَفَقَئُوا عَيْنَهُ فَقَدْ هَدَرَتْ عَيْنُهُ»
“Lalu mereka mencongkel (membutakan) matanya, maka sungguh sia-sialah matanya.”([3])
Dan al-Imam al-Bukhari membuat bab dalam Shahihnya, Bab Barangsiapa Mengintip Ke dalam Rumah Suatu Kaum, Lalu Mereka Mencungkil Matanya, Maka Tidak Ada Diyat Baginya. Kemudian beliau membawakan beberapa hadits diantaranya,
Dari Sahl bin Sa’d as-Sa’idhiy radhiyallaahu ‘anhu, bahwasannya ada seorang laki-laki yang mengintip di sebuah lobang pada pintu Rasulullah ﷺ, dan bersama Rasulullah ﷺ sisir yang dengannya beliau menggaruk kepala beliau. Maka tatkala Rasulullah ﷺ melihatnya, beliau bersabda,
«لَوْ أَعْلَمُ أَنَّكَ تَنْتَظِرُنِي، لَطَعَنْتُ بِهِ فِي عَيْنَيْكَ» قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «إِنَّمَا جُعِلَ الإِذْنُ مِنْ قِبَلِ البَصَرِ»
“Seandainya aku mengetahui bahwa engkau tengah memperhatikanku, maka pastilah aku akan menusuk kedua matamu dengannya.’ Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Sesungguhnya idzin itu dijadikan dari arah pandangan mata.’([4])
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، «أَنَّ رَجُلًا اطَّلَعَ مِنْ بَعْضِ حُجَرِ النَّبِيِّ ﷺ، فَقَامَ إِلَيْهِ بِمِشْقَصٍ أَوْ مَشَاقِصَ، فَكَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى رَسُولِ اللهِ ﷺ يَخْتِلُهُ لِيَطْعُنَهُ»
Dari Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu, bahwasannya ada seorang laki-laki mengintip pada sebagian kamar Nabi ﷺ, maka Nabipun berdiri kepadanya dengan membawa mata tombak kecil, atau beberapa mata tombak kecil, dan seakan-akan aku melihat kepada Rasulullah ﷺ memperdayainya untuk menusuknya.’([5])
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah ﷺ bersabda,
«لَوْ أَنَّ رَجُلًا اطَّلَعَ عَلَيْكَ بِغَيْرِ إِذْنٍ، فَخَذَفْتَهُ بِحَصَاةٍ، فَفَقَأْتَ عَيْنَهُ مَا كَانَ عَلَيْكَ مِنْ جُنَاحٍ»
‘Seandainya seorang laki-laki mengintipmu tanpa idzin, lalu engkau lempar dia dengan kerikil, lalu engkau cungkil matanya, maka tidak ada dosa atasmu.’([6])
Nabi ﷺ bersabda,
«مَنْ اطَّلَعَ فِي بَيْتِ قَوْمٍ بِغَيْرِ إذْنِهِمْ فَفَقَئُوا عَيْنَهُ فَلَا دِيَةَ وَلَا قِصَاصَ»
“Barangsiapa melihat (mengintip) kedalam rumah suatu kaum tanpa idzin mereka, lalu mereka mencongkel (membutakan) matanya, maka tidak ada diyat, tidak juga qishah.’([7])
Rasulullah ﷺ bersabda,
«لَا تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَلَكِنْ ائْتُوهَا مِنْ جَوَانِبِهَا فَاسْتَأْذِنُوا فَإِنْ أُذِنَ لَكُمْ فَادْخُلُوا وَإِلَّا فَارْجِعُوا»
“Janganlah kalian mendatangi rumah-rumah dari arah pintu-pintunya, akan tetapi datangilah rumah-rumah itu dari arah sisi-sisinya, lalu mintalah idzin kalian, jika diizinkan bagi kalian, maka masuklah, dan jika tidak, maka pulanglah.’([8])
(Makalah Kajian Syarah Sullamauttaufik oleh Ust. Muhammad Syahri di Rumah Bpk. H. Jarot Jawi Prigen)
__________________________________
Footnote:
([2]) Shahih, HR. al-Bukhari (6902), Muslim (2156-2158)
([3]) Shahih, HR. Abu Dawud (5172), al-Irwa` (2227)
([4]) HR. al-Bukhari (6901) Muslim (2156)
([7]) Shahih, HR. an-Nasa`iy (VIII/61), al-Irwa` (2227)
([8]) HR. at-Thabraniy, al-Haitsamiy berkata, ‘Diriwayatkan oleh at-Thabraniy dari beberapa jalur, dan perawinya perawi as-Shahih selain Muhammad bin ‘Abdirrahman bin ‘Arq, dan dia tsiqah. Majma’ az-Zawaid (VIII/44), al-Bazzar (3499), lihat Shahiih at-Targhiib wa at-Tarhiib (2731), lihat juga al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (12/49)