Provokasi (tahriisy)
وَالتَّحْرِيْشُ مِنْ غَيْرِ نَقْلِ الْقَوْلِ وَلَوْ بَيْنَ الْبَهَائِمِ.
“Memprovokasi (diantara kaum) tanpa menukil ucapan, sekalipun diantara hewan.”
Syaikh Nawawi al-Bantaniy rahimahullah berkata,
(وَالتَّحْرِيْشُ) أَيْ الْإِغْرَاءُ بَيْنَ الْقَوْمِ (مِنْ غَيْرِ نَقْلِ الْقَوْلِ) وَكَذَا الْإِغْرَاءُ بَيْنَ الْبَهَائِمِ وَلِذَلِكَ أَشَارَ الْمُصَنِّفُ بِقَوْلِهِ (وَلَوْ بَيْنَ الْبَهَائِمِ) كَالْجَوَامِيْسِ وَالْغَنَمِ وَمِثْلُ ذَلِكَ إِغْرَاءُ الْكَلْبِ عَلَى الْآدَمِيِّ أَوْ الْغَنَمِ مَثَلًا
“(Dan melakukan tahriisy) yaitu provokasi diantara suatu kaum (tanpa menukil ucapan) demikian juga provokasi (mengadu) diantara hewan-hewan. Oleh karena itulah penyusun memberikan isyarat dengan ucapannya (sekalipun diantara hewan-hewan) seperti (diantara) kerbau, dan kambing. Seperti juga memprovokasi anjing terhadap seorang manusia, atau kambing.”([1])
Di antara perbuatan tercela yang merusak persaudaraan, merusak persatuan, mengganggu stabilitas dan merupakan perbuatan setan, adalah tahrisy atau provokasi sesama Muslim.
Definisi tahrisy
Al Baghawi rahimahullah mengatakan:
التَّحْرِيْشُ : إِيْقَاعُ الْخُصُوْمَةِ وَالْخُشُوْنَةِ بَيْنَهُمْ
“Tahrisy adalah memicu adanya saling bertengkar dan saling berbuat kasar antara sesama Muslim”([2])
Ibnu Atsir rahimahullah mengatakan:
التَّحْرِيْشُ : الْإِغْرَاءُ بَيْنَ النَّاسِ بَعْضِهِمْ بِبَعْضٍ
“Tahrisy adalah memancing pertengkaran antara orang-orang satu sama lain”([3])
Tahrisy adalah perbuatan setan
Provokasi antara sesama Muslim atau tahrisy adalah perbuatan setan. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ الشَّيْطَانَ قد أَيِسَ أَنْ يَعْبُدَهُ الْمُصَلُّونَ في جَزِيرَةِ الْعَرَبِ، وَلَكِنْ في التَّحْرِيشِ بَيْنَهُمْ
“Sesungguhnya setan telah putus asa membuat orang-orang yang shalat menyembahnya di Jazirah Arab. Namun setan masih bisa melakukan tahrisy di antara mereka”([4])
Beliau ﷺ juga bersabda:
إِنَّ إِبْلِيسَ يَضَعُ عَرْشَهُ على الْمَاءِ، ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ منه مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً، يَجِيءُ أَحَدُهُمْ فيقول: فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا، فيقول: ما صَنَعْتَ شيئا، قال ثُمَّ يَجِيءُ أَحَدُهُمْ فيقول: ما تَرَكْتُهُ حتى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ، قال: فَيُدْنِيهِ منه، وَيَقُولُ: نِعْمَ أنت فَيلتَزمُهُ
“Sesungguhnya iblis meletakkan singgasananya di atas air. Kemudian ia mengutus para tentaranya. Tentara iblis yang paling bawah adalah yang paling besar fitnah (kerusakan) nya. Salah satu tentara iblis berkata: saya telah melakukan ini dan itu. Maka iblis mengatakan: kamu belum melakukan apa-apa. Kemudian tentara iblis yang lain datang dan berkata: Aku tidak meninggalkan seseorang kecuali setelah ia berpisah dengan istrinya. Maka tentara iblis ini pun didekatkan kepada iblis. Lalu iblis berkata: kamulah yang terbaik, teruslah lakukan itu”([5])
Dalam hadits ini juga setan melakukan tahrisy sehingga suami dan istri saling berpisah.
Tahrisy termasuk namimah
Al Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan:
النَّمِيْمَةُ عَلَى قِسْمَيْنِ: تَارَةً تَكُوْنُ عَلَى وَجْهِ التَّحْرِيْشِ بَيْنَ النَّاسِ وَتَفْرِيْقِ قُلُوْبِ الْمُؤْمِنِيْنَ فَهَذَا حَرَامٌ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
“Namimah ada dua macam: terkadang berupa tahrisy (provokasi) antara orang-orang dan mencerai-beraikan hati kaum Mu’minin. Maka ini hukumnya haram secara sepakat ulama”([6])
Apa itu namimah? Adz Dzahabi rahimahullah mengatakan:
وَالنَّمَّامُ هُوَ الَّذِيْ يَنْقُلُ الْحَدِيْثَ بَيْنَ النَّاسِ وَبَيْنَ اثْنَيْنِ بِمَا يُؤْذِيْ أَحَدَهُمَا أَوْ يُوْحِشُ قَلْبَهُ عَلَى صَاحِبِهِ أَوْ صَدِيْقِهِ بِأَنْ يَقُوْلَ لَهُ قَالَ عَنْكَ فُلَانٌ كَذَا وَكَذَا
“Nammam (pelaku namimah) adalah orang yang menukil perkataan dari satu orang ke orang lain atau antara dua orang untuk menimbulkan gangguan pada salah satunya, atau memprovokasi salah satu dari mereka terhadap yang lain atau terhadap temannya. Yaitu dengan mengatakan: ‘si Fulan mengatakan tentang kamu demikian dan demikian’”([7])
Contohnya, si A berkomunikasi dengan B via whatsapp, lalu B menyebutkan sesuatu yang kurang bagus tentang C. A lalu screenshot chat dari B tersebut kemudian di kirim kepada C, ini namimah!! Allahul musta’an.
Dan namimah ini merupakan dosa besar. Allah ﷻ berfirman:
وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَهِيْنٍ هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيْمٍ
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina,yang banyak mencela, yang kian ke mari menebar namimah” (QS. al-Qalam (68): 10-11).
Nabi ﷺ bersabda:
لا يَدْخُلُ الجَنَّةَ نَمَّامٌ
“Tidak masuk surga pelaku namimah”([8])
Nabi ﷺ pernah mendengar rintihan orang yang disiksa dalam kuburnya, beliau bersabda:
فَقَالَ يُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِيْ كَبِيْرٍ وَإِنَّهُ لَكَبِيْرٌ كَانَ أَحَدُهُمَا لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَكَانَ الْآخَرُ يَمْشِيْ بِالنَّمِيْمَةِ
“Dua orang ini sedang diadzab dalam kubur. Dan mereka tidak diadzab karena sesuatu yang mereka anggap besar, namun besar (di sisi Allah). Yang pertama di adzab karena tidak menutupi auratnya ketika buang air kecil, yang kedua diadzab karena melakukan namimah”([9])
Beliau ﷺ juga bersabda:
إنَّ شِرَارَ عِبَادِ اللهِ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ الْمَشَّاؤُوْنَ بِالنَّمِيْمَةِ ، الْمُفَرِّقُوْنَ بَيْنَ الْأَحِبَّةِ الْبَاغُوْنَ لِلْبُرآءِ الْعَنَتَ
“Seburuk-buruk hamba Allah adalah orang yang suka melakukan namima. Ia memisahkan orang-orang yang saling mencintai, pengkhianat terhadap orang-orang yang baik”([10])
Ahlul hikmah mengatakan:
النَّمَّامُ شُؤْمٌ لَا تَنْزِلُ الرَّحَمْةُ عَلَى قَوْمٍ هُوَ فِيْهِمْ
“Tukang namimah (adu domba) adalah racun yang membuat suatu kaum tidak mendapat rahmat Allah selama masih ada mereka”.
Maka hendaknya jauhkan diri kita dari tahrisy dan juga namimah, karena ini perbuatan yang sangat busuk dan tercela.
Dekatkan bukan jauhkan
Maka ketika dua pihak dari kaum Muslimin sedang bertikai, maka wajib mengusahakan perdamaian antara keduanya bukan malah memprovokasi. Allah ﷻ berfirman:
وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ
“Dan damaikanlah orang yang berselisih di antara kalian” (QS. Al-Anfaal (8): 1).
Nabi ﷺ bersabda:
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَفْضَلَ مِنْ دَرَجَةِ الصِّيَامِ وَالصَّلَاةِ وَالصَّدَقَةِ ؟ قَالُوا : بَلَى . قَالَ : صَلَاحُ ذَاتِ الْبَيْنِ ، فَإِنَّ فَسَادَ ذَاتِ الْبَيْنِ هِيَ الْحَالِقَةُ
“Maukah kalian aku kabarkan amalan yang menyamai derajat puasa, shalat dan sedekah? Para sahabat menjawab: tentu wahai Rasulullah. Beliau bersabda: mendamaikan orang-orang yang berseteru. Karena orang semakin merusak keadaan orang-orang yang berseteru, dialah pembuat kebinasaan.”([11])
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah mengatakan:
وَظِيْفَةُ الْمُسْلِمِ مَعَ إِخْوَانِهِ، أَنْ يَكُوْنَ هَيِّنًا لَيِّنًا بِالْقَوْلِ وَبِالْفِعْلِ؛ لِأَنَّ هَذَا مِمَّا يُوْجِبُ الْمَوَدَّةِ وَالْأُلْفَةِ بَيْنَ النَّاسِ، وَهَذِهِ الْأُلْفَةُ وَالْمَوَدَّةُ أَمْرٌ مَطْلُوْبٌ لِلشَّرْعِ، وَلِهَذَا نَهَى النَّبِيُّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَنْ كُلِّ مَا يُوْجِبُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ
“Tugas setiap muslim terhadap saudaranya adalah hendaknya ia berlapang-lapang dan berlemah lembut dalam perkataan dan perbuatan. Karena inilah yang menimbulkan kecintaan dan keterikatan hati di antara manusia. Dan kecintaan serta keterikatan hati ini adalah perkara yang dituntut dalam syariat. Oleh karena itu Nabi ﷺ melarang semua hal yang bisa menimbulkan permusuhan dan saling membenci.”([12])
Maka ketika ada saudara seiman yang berselisih, damaikan bukan provokasi, dekatkan bukan jauhkan. Semoga Allah memberi taufik.([13])
Adapun tentang melakukan tahriisy diantara hewan, sehingga hewan-hewan tersebut bertarung (mengadu hewan), maka terdapat hadis dari Mujahid, dari Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhuma, beliau mengatakan,
نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ التَّحْرِيشِ بَيْنَ الْبَهَائِمِ
“Rasulullah ﷺ melarang mengadu binatang.”([14])
Hanya saja, hadis ini dinilai dha’if oleh para ulama, karena statusnya hadis mursal. At-Turmudzi mengisyaratkan bahwa hadis ini adalah mursal Mujahid.
As-Syaukani rahimahullah ketika menyebutkan hadits ini mengatakan,
وَوَجْهُ النَّهْيِ أَنَّهُ إِيْلَامٌ لِلْحَيَوَانَاتِ وَإِتْعَابٌ لَهَا بِدُوْنِ فَائِدَةٍ بَلْ مُجَرَّدُ عَبْثٍ.
Sisi larangannya, karena adu binatang akan menyakiti binatang, membebani mereka tanpa manfaat, selain hanya main-main.([15])
Meskipun hadisnya dha’if, bukan berarti mengadu binatang hukumnya dibolehkan. Karena para ulama menegaskan bahwa mengadu binatang hukumnya terlarang.
Dalam al-Adab as-Syar’iyah, Ibnu Muflih mengatakan,
وَيُكْرَهُ التَّحْرِيْشُ بَيْنَ النَّاسِ، وَكُلِّ حَيَوَانٍ بَهِيْمٍ، كَكِبَاشٍ وَدِيْكَةٍ وَغَيْرِهَا. ذَكَرَهُ فِيْ (الرِّعَايَةِ الْكُبْرَى)، وَذَكَرَ فِيْ: (الْمُسْتَوْعِبِ) أَنَّهُ لَا يَجُوْزُ التَّحْرِيْشُ بَيْنَ الْبَهَائِمِ.
“Sangat dibenci mengadu manusia dan seluruh binatang. Seperti kambing, ayam, atau yang lainnya. Sebagaimana keterangan yang disebutkan dalam kitab ar-Ri’ayah al-Kubro. Dan disebutkan dalam kitab al-Mustau’ib bahwa dilarang mengadu binatang.”([16])
Ibnu Manshur rahimahullah pernah bertanya kepada Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah,
يُكْرَهُ التَّحْرِيشُ بَيْنَ الْبَهَائِمِ قَالَ سُبْحَانَ اللهِ إي لَعَمْرِي، وَالْأَوْلَى الْقَطْعُ بِتَحْرِيمِ التَّحْرِيشِ بَيْنَ النَّاسِ
“Apakah mengadu binatang hukumnya makruh? Beliau menjawab, Subhanallah, Iya, dan yang lebih utama adalah memastikan keharaman mengadu manusia.”([17])
(Makalah Kajian Syarah Sullamauttaufik oleh Ust. Muhammad Syahri di Rumah Bpk. H. Jarot Jawi Prigen)
__________________________________
Footnote:
([6]) Tafsir Ibnu Katsir, 1/371, Asy Syamilah
([9]) HR. Bukhari (216), Muslim (292)
([10]) HR. Ahmad (177998), dihasankan Al Albani dalam Silsilah Ash–Shahihah (2849)
([11]) HR. At Tirmidzi (2509), ia berkata: “shahih”
([12]) Syarah Riyadis Shalihin, 2/544
([13]) https://muslim.or.id/35351-jangan-suka-memprovokasi-sesama-muslim.html
([14]) HR. Abu Daud 2562, Turmudzi 1708, dan yang lainnya
([16]) al-Adab as-Syar’iyah, 3/342
([17]) al-Adab as-Syar’iyah, 3/342