Namimah (Adu Domba)
وَالنَّمِيْمَةُ وَهِيَ نَقْلُ الْقَوْلِ لِلْإِفْسَادِ
“Dan Namimah, yaitu mengalihkan perkataan untuk merusak (hubungan).”
Allah ﷻ berfirman:
هَمَّازٍ مَّشَّآءِۢ بِنَمِيمٍ ١١
“Yang banyak mencela([1]), yang kian ke mari menghambur fitnah.” (QS. Al-Qalam: 11)
Dia ﷻ juga berfirman:
مَّا يَلفِظُ مِن قَولٍ إِلَّا لَدَيهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ ١٨
“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf:18)
Dari Hudzaifah radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata: “Rasûlullâh ﷺ bersabda:
« لا يَدْخُلُ الجنةَ نمَّامٌ»
“Tidak akan masuk Surga tukang adu domba.”([2])
Dari Ibnu ‘Abbâs radhiyallaahu ‘anhuma sesungguhnya Rasûlullâh pernah melewati dua kuburan lalu bersabda:
«إنَّهُمَا يُعَذَّبَانِ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِيْ كَبِيْرٍ، بَلَى إنَّهُ كَبيرٌ : أمَّا أحَدُهُمَا، فَكَانَ يَمْشِيْ بِالنَّمِيْمَةِ، وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ »
“Sesungguhnya dua orang yang ada di dalam kubur ini disiksa, dan tidaklah mereka disiksa karena suatu yang besar (menurut mereka), akan tetapi sesungguhnya itu adalah perkara besar! Adapun yang satu maka ia disiksa karena selalu mengadu domba, adapun yang kedua maka karena ia tidak bersembunyi ketika sedang buang air .”([3])
Para ulama’ berkata: “Arti dari ucapan Nabi (Sesungguhnya keduanya tidaklah disiksa karena perkara yang besar) adalah perkara (dosa) yang besar menurut anggapan keduanya. Ada pula yang mengatakan: Adalah perkara yang sulit mereka tinggalkan.
Dari Ibnu Mas’ûd radhiyallaahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi ﷺ, bersabda:
« أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ مَا الْعَضْهُ ؟ هِيَ النَّمِيْمَةُ ، القَالَةُ بَيْنَ النَّاسِ »
“Maukah kalian aku tunjukkan apa itu al-‘Adhhu? Itu adalah namimah, ucapan dan pengaduan perkataan untuk mengadu domba sesama.”([4])
(Makalah Kajian Syarah Sullamauttaufik oleh Ust. Muhammad Syahri di Rumah Bpk. H. Jarot Jawi Prigen)
__________________________________
Footnote:
([1]) Artinya: Tukang ghibah, sedang Namim adalah tukang mengadu domba.
([2]) HR. Al-Bukhârî (5709) Muslim (105), at-Tirmidzi (2026), Abu Dawud (4871), Ahmad (23295)
([3]) HR. Al-Bukhârî (215) Muslim (292), lafadznya salah satu dari riwayat Al-Bukhârî