Maksiat Lisan : Mencela Para Sahabat Nabi ﷺ

 

وَمِنْهَا سَبُّ الصَّحَابَةِ

“Dan diantara maksiat lisan adalah Mencaci Para Sahabat”

 

Nabi bersabda,

 

« … إِنَّ اللهَ قَالَ: مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالحَرْبِ …»

 

“Sesungguhnya Allah berfirman, ‘Barangsiapa memusuhi seorang wali-Ku, maka Aku telah mengumumkan perang terhadapnya.’([1])

 

Nabi juga bersabda,

 

«لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي، لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا، مَا أَدْرَكَ [بَلَغَ] مُدَّ أَحَدِهِمْ، وَلَا نَصِيفَهُ»

 

“Janganlah kalian mencela sahabat-sahabatku, karena demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya salah seorang dari kalian menginfakkan emas sebesar gunung uhud, niscaya itu tidak akan menyamai satu mud atau separuhnya (dari infak meraka).’([2])

 

‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha berkata,

 

«أُمِرُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِأَصْحَابِ النَّبِيِّ ﷺ فَسَبُّوهُمْ»

 

‘Mereka diperintahkan untuk memohon ampunan untuk para sahabat Nabi Muhammad , tetapi mereka justuru mencaci mereka.”([3])

 

Nabi bersabda,

 

«مَنْ سَبَّ أَصْحَابِي فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ»

 

‘Barangsiapa yang mencela para sahabatku, maka wajib atasnya laknat Allah.’([4])

 

‘Ali radhiyallaahu ‘anhu berkata,

 

وَالَّذِي فَلَقَ الْحَبَّةَ، وَبَرَأَ النَّسَمَةَ، إِنَّهُ لَعَهْدُ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ ﷺ إِلَيَّ: «أَنْ لَا يُحِبَّنِي إِلَّا مُؤْمِنٌ، وَلَا يُبْغِضَنِي إِلَّا مُنَافِقٌ»

 

‘Demi Dzat yang membelah benih dan menciptakan nyawa, sesungguhnya janji Nabi yang Ummi kepadaku adalah, ‘Tidaklah mencintaiku melainkan seorang mukmin dan tidaklah membenciku melainkan seorang munafik.’([5])

 

Ini adalah untuk ‘Ali radhiyallaahu ‘anhu, bagaimana pula terhadap Abu Bakar radhiyallaahu ‘anhu, yang lebih utama daripada ‘Ali radhiyallaahu ‘anhu?

 

Syu’bah meriwayatkan dari Hushain, dari Abdurrahman bin Abi laila, bahwasannya al-Jarud bin al-Mu’alla al-Abdi berkata,

 

أَبُو بَكْرٍ خَيْرٌ مِنْ عُمَرَ؟ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ وَلَدِ حَاجِبِ بْنِ عُطَارِدَ: عُمَرُ خَيْرٌ مِنْ أَبِي بَكْرٍ: فَبَلَغَ عُمَرَ، فَضَرَبَ بِالدِّرَّةِ الْحَاجِبِيَّ حَتَّى شَغَرَ بِرِجْلِهِ؟ وَقَالَ: قُلْتَ: عُمَرُ خَيْرٌ مِنْ أَبِي بَكْرٍ، إنَّ أَبَا بَكْرٍ صَاحِبُ رَسُولِ اللهِ ﷺ وَكَانَ أَخْيَرَ النَّاسِ فِي كَذَا وَكَذَا – مَنْ قَالَ غَيْرَ ذَلِكَ وَجَبَ عَلَيْهِ حَدُّ الْمُفْتَرِي

 

Abu Bakar lebih baik daripada Umar, lalu yang lain berkata, ‘’Umar leibh baik daripada Abu Bakar.’ Lalu hal itu sampai kepada ‘Umar, maka beliau memukulnya dengan pecut hingga dia mengangkat kedua kakinya, dan berkata, ‘Sesungguhnya Abu Bakar adalah sahabat Rasulullah , dan beliau adalah orang yang paling baik dalam hal ini, dan ini. Barangsiapa mengatakan selain itu, maka dia wajib mendapatkan hukum had orang yang emmbuat kebohongan.’

 

Hajjaj bin Dinar meriwayatkan dari Abu Ma’syar, dari Ibrahim, dari Alqamah, dia berkata, ‘Aku telah mendengar ‘Ali radhiyallaahu ‘anhu berkata,

 

لَا يُفَضِّلُنِي عَنْ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ، أَوْ لَا أَجِدُ أَحَدًا يُفَضِّلُنِي عَلَى أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ، إِلَّا وَجَلَدْتُهُ جَلْدَ حَدِّ الْمُفْتَرِي.

 

Telah sampai kepadaku bahwa ada suatu kaum mengatakan bahwa aku lebih utama daripada Abu Bakar dan ‘Umar. Barangsiapa yang mengatakan sesuatu dari ini, maka dia adalah orang yang membuat kebohongan, dia akan mendapatkan hukuman orang yang membuat kebohongan.’([6])

 

Dari Abu ‘Ubaidah bin Hajl, bahwasannya ‘Ali radhiyallaahu ‘anhu berkata,

 

لَا يُفَضِّلُنِي عَنْ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ، أَوْ لَا أَجِدُ أَحَدًا يُفَضِّلُنِي عَلَى أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ، إِلَّا وَجَلَدْتُهُ جَلْدَ حَدِّ الْمُفْتَرِي.

 

‘Tidaklah mengutamakan aku daripada Abu Bakar dan Umar, atau tidaklah aku temukan seseorang yang lebih mengutamakan aku daripada Abu Bakar dan ‘Umar melainkan pasti aku mencambuknya sebagaimana hukum had bagi orang yang membuat kebohongan.’([7])

 

Imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata, ‘Barangsiapa yang berkata kepada Abu Bakar atau lainnya, Ya Kafir! Maka kekufuran itu pasti kembali kepada orang yang mengatakannya itu secara qath’iy (pasti). Hal ini karena Allah telah ridha dengan kaum mukminin yang pertama-tama masuk Islam. Allah telah berfirman,

 

وَٱلسَّٰبِقُونَ ٱلأَوَّلُونَ مِنَ ٱلمُهَٰجِرِينَ وَٱلأَنصَارِ وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِإِحسَٰنٍ رَّضِيَ ٱللهُ عَنهُم وَرَضُواْ عَنهُ وَأَعَدَّ لَهُم جَنَّٰتٍ تَجرِي تَحتَهَا ٱلأَنهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًاۚ ذَٰلِكَ ٱلفَوزُ ٱلعَظِيمُ ١٠٠

 

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. at-Taubah: 100)

 

Nabi bersabda,

 

«آيَةُ الإِيمَانِ حُبُّ الأَنْصَارِ، وَآيَةُ النِّفَاقِ بُغْضُ الأَنْصَارِ»

 

‘Tanda keimanan itu adalah mencintai kaum Anshar, dan sebalknya, tanda orang munafik itu adalah membenci kaum Anshar.’([8])

 

Nabi bersabda,

 

«لَا يُحِبُّهُمْ إِلَّا مُؤْمِنٌ، وَلَا يُبْغِضُهُمْ إِلَّا مُنَافِقٌ، مَنْ أَحَبَّهُمْ أَحَبَّهُ اللهُ وَمَنْ أَبْغَضَهُمْ أَبْغَضَهُ اللهُ»

 

‘Tidaklah mencintai mereka melainkan orang mukmin, dan tidaklah membenci mereka melainkan orang munafik, barangsiapa mencintai mereka, maka Allah mencintainya, dan barangsiapa membenci mereka, maka Allah membencinya.’([9])

 

(Makalah Kajian Syarah Sullamauttaufik oleh Ust. Muhammad Syahri di Rumah Bpk. H. Jarot Jawi Prigen)

__________________________________

Footnote:

([1]) HR. al-Bukhari (6502)

([2]) HR. al-Bukhari (3673), Muslim (2540-2541)

([3]) HR. Muslim (3022)

([4]) HR. Ibnu Abi ‘Ashim, as-Sunnah (II/483), al-Albaniy berkata, ‘Hadits hasan dan sanadnya mursal shahih, dikeluarkan juga oleh at-Thabraniy dalam al-Kabiir (12709), Ibnu Hanbal dalam Fadhaailu as-Shahaabah (I/53, hadits ke-8), lihat Shahiih al-Jaami’ (6285), as-Shahiihah (2340), lihat juga al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (5/468)

([5]) HR. Muslim (78)

([6]) Ibnu Abi ‘Ashim, as-Sunnah (II/480 (1219))

([7]) Ibnu Abi ‘Ashim, as-Sunnah, II/575

([8]) HR. Al-Bukhari (3784), Muslim (74), an-Nasa`i (VIII/116)

([9]) HR. Al-Bukhari (3783), Muslim (75)

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *