Berkata al-Állaamah Abdullah bin Husein bin Thahir Baálawiy rahimahullah:
وَمِنْهَا اللَّحْنُ فِيْ الْقُرْآنِ وَإِنْ لَمْ يُخِلَّ بِالْمَعْنَى
“Dan diantaranya adalah Lahn (kesalahan) dalam (membaca) al-Qur`an, sekalipun tidak merusak makna.”
Lahn adalah suatu kesalahan atau kondisi yang menyimpang dari kebenaran. Kesalahan itu dibagi menjadi dua jenis:
1) Jali (besar) yaitu kesalahan yang terdapat dalam lafazh dan mempengaruhi tata cara bacaan, baik itu mengubah arti atau tidak mengubahnya. Dinamakan “kesalahan besar” karena kesalahan ini diketahui oleh ulama qiro’ah maupun orang awam, seperti:
a). Perubahan huruf dengan huruf
Seharusnya اَلْمُسْتَقِيْمَ dibaca اَلْمُصْتَقِيْمَ
Seharusnya اَلَّذِيْنَ dibaca اَلَّزِيْنَ
Seharusnya اَلضَّالِّيْنَ dibaca اَلظَّالِّيْنَ
Seharusnya اَلْمَغْضُوْبِ dibaca اَلْمَقْضُوْبِ
b). Perubahan harokat dengan harokat
Seharusnya قُلْتُ dibaca قُلْتِ
Seharusnya رَبِّ dibaca رَبُّ
Seharusnya أَنْعَمْتُ dibaca أَنْعَمْتِ
Seharusnya لَمْ يَلِدْ dibaca لَمْ يَلِدُ
c). Penambahan huruf
Seharusnya مَنْ كَانَ dibaca مَانْ كَانَ
Seharusnya مِنْكُمْ dibaca مِينْكُمْ
d). Penghilangan tasydid
Seharusnya عَرَّفَ dibaca عَرَفَ
Seharusnya بَدِّلْ dibaca بَدِلْ
e). Penambahan tasydid
Seharusnya فَرِحَ dibaca فَرِّحَ
Seharusnya مَرَجَ dibaca مَرَّجَ
f). Penghilangan bacaan panjang
Seharusnya اَلْكِتَابُ dibaca اَلْكِتَبُ
Seharusnya اَلْبَيَانَ dibaca اَلْبَيَنَ
Kesalahan-kesalahan di atas hukumnya haram. Ulama telah sepakat tentang keharamannya, dan pelakunya berdosa.
2) Khafi (kecil) yaitu kesalahan yang berkaitan dengan tidak sempurnanya pengucapan bacaan; kesalahan seperti ini hanya diketahui oleh orang yang ahli dalam bidang ini (bidang qiro’ah, pent.), seperti:
a). Tidak sempurna dalam pengucapan dhommah.
وَنُوْدُوْا → Seharusnya dibaca wa nuuduu tetapi dibaca wa noodoo
b). Tidak sempurna dalam pengucapan kasroh.
سَبِيْلِهِ → Seharusnya dibaca sabiilih tetapi dibaca sabiileh
c). Tidak sempurna dalam pengucapan fathah.
اَلْبَاطِلُ → Seharusnya dibaca al-baathilu tetapi dibaca al-boothilu
d). Menambah qalqalah pada kata yang seharusnya tidak berqalqalah.
فَضْلَهُ → Seharusnya dibaca fadhlahuu tetapi dibaca fadhe‘lahuu
e). Mengurangi bacaan ghunnah.
أَنَّ → Seharusnya tasydid dibaca dengan dengung sekitar dua harakat tetapi tidak dibaca dengan dengung.
f). Terlalu memanjangkan bacaan panjang.
اَلرَّحْمَانُ → Seharusnya mim tersebut dibaca dua harakat tetapi dibaca empat, lima, atau enam harokat.
g). Terlalu menggetarkan ro’.
الَذُّكُوْرُ → Seharusnya dibaca adz-dzukuur tetapi dibaca adz-dzukuurrrr.
Yang rajih, hukum kesalahan ini juga terlarang.([1])
Dalam masalah Al-lahn ini manusia terdapat tiga golongan,
Pertama : ada orang yang ditakdirkan oleh Allah memiliki kemampuan sangat bagus di dalam mengucapkan lafadz-lafadz Al qur’an sehingga terlepas dari kesalahan, orang seperti ini ma’juur (dapat pahala sempurna).
Kedua: orang yang memiliki kemampuan biasa saja bahkan memilki kekurangan dalam meluruskan lidahnya untuk melafadzkannya, akan tetapi ia telah berusaha untuk memperbaikinya dan ia tidak mendapatkan seseorang yang meluruskannya. Maka orang seperti ini Allah tidak membebani sesuatu di luar kemampuannya.
Ketiga: orang yang merasa cukup dengan dirinya sendiri, mengandalkan sesuatu yang telah dihafalkannya dan merasa sombong untuk bertanya kepada orang yang lebih mengetahui dalam hal ini, maka orang seperti ini tidak diragukan lagi akan berdosa.
Pada kenyataannya, setiap muslim hendaknya berusaha mencurahkan segala kemampuannya untuk bersungguh-sungguh di dalam membaca Al-Qur’an dengan baik dan terlepas dari kesalahan di dalam membacanya, sehingga ia mendapatkan keridhaan dari Allah dan ditempatkan bersama para malaikat yang mulia. Sebagaimana telah disebutkan dalam hadits ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda:
«الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ، وَالَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيهِ، وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ، لَهُ أَجْرَانِ»
“Orang yang pandai membaca Al qur’an maka ia bersama para malaikat yang mulia lagi berbakti. Dan orang yang membaca Al qur’an dengan terbata-bata dan mengalami kesusahan di dalam membacanya, maka ia mendapat dua pahala”.([2])
Pendapat para ulama fiqih tentang hukum Al-Lahn (kesalahan bacaan) dalam shalat:
- Imam Malik rahimahullah
Beliau berkata: “Tidaklah pantas bagi seseorang untuk bermakmum kepada orang yang tidak baik dalam bacaan Al-Qur’an”. beliau berpendapat bahwa pada dasarnya orang tersebut lebih keras (ancamannya) dari pada orang yang meninggalkan bacaan sama sekali dalam shalat”. Kemudian beliau berkata: “Barang siapa yang shalat di belakang seseorang yang membaca dengan bacaan Ibnu Mas’ud –yang dinisbatkan kepadanya salah satu bacaan syadzah –yaitu bacaann yang tidak memenuhi salah satu dari tiga syarat dari bacaan shahihah– maka hendaklah ia keluar dan meninggalkannya”.([3]). Ini adalah lebih keras (ancamannya) dari pada al-lahn, karena ia telah memasukan kepada al-Qur`an sesuatu yang tidak ada dasarnya bahwa itu adalah al-Qur`an.
- Imam Abu Hanifah rahimahullah
Beliau mengatakan: “Aku tidak menjumpai sepanjang penelitianku terhadap induk kitab-kitab mereka sebutan tentang al-lahn dalam bacaan di pertengahan shalat, melainkan dapat difahami darinya bahwa sesungguhnya al-lahn ada dua macam yaitu al-jaliy dan al-khafiy, yang keduanya tidak membatalkan shalat, karena suatu kesalahan yang merusak shalat dalam hal bacaan itu tidak dapat diketahui kecuali dengan ilmu”.([4])
- Imam Syafi’i rahimahullah
“Aku membenci seorang imam yang banyak salah dalam bacaan al-Qur`annya, karena seorang yang banyak salah dalam bacaan berarti ia telah merubah arti dari pada al-Qur`an. jika ia tidak melakukan satu kesalahan yang dapat merubah arti al-Qur`an, maka shalatnya sah. Dan jika ia melakukan kesalahan dalam membaca surat al-Fatihah sehingga merubah arti dari padanya, aku tidak berpendapat bahwa shalatnya sah begitu pula orang yang shalat di belakangnya. Jika ia salah dalam bacaan selain surat Al-Fatihah aku membencinya dan aku tidak berpendapat harus mengulanginya, karena seandainya ia meninggalkan surat Al-Fatihah kemudian ia membacanya, aku berharap shalatnya sah. Dan jika shalatnya sah, maka shalat orang yang di belakangnya pun sah –insyaAllah-. Dan jika kesalahannya pada surat Al-Fatihah dan selainnya akan tetapi tidak merubah arti, maka shalatnya sah dan aku membenci jika hal itu dilakukan oleh seorang imam”.([5])
- Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah
Imam Ahmad berkata: “Jika seorang imam terdapat banyak kesalahan dalam bacaannya, maka aku tidak tertarik untuk shalat di belakangnya, Kecuali jika kesalahannya sedikit, karena manusia itu tidak ada yang selamat dari kesalahan. Dibolehkan shalat di belakangnya jika kesalahannya satu atau dua saja”. Imam Ahmad juga pernah ditanya oleh seseorang tentang bacaan al-Qur`an dengan disertai al-lahn, beliau berkata kepada si penanya: siapa namamu? Ia menjawab: Muhammad. Kemudian beliau berkata: “Apakah kamu senang jika seseorang memanggilmu dengan “Wahai Muuhaamad!?”([6])
Catatan:
Jika kesalahan tersebut merubah makna seperti kalimat أنعمت عليهم harakat fathah pada huruf ت dirubah menjadi dhammah atau kasrah, atau pada kalimat إياك harakat fathah pada huruf ك dirubah menjadi kasroh. Ini adalah al-lahn al-jaliy yang merubah arti dan membatalkan shalat baik imam maupun makmum.
Jika kesalahan tersebut tidak merubah makna, seperti kurang dalam mengucapkan huruf bertasydid seperti pada kalimat الحمد لله رب العالمين atau kurang dalam mengucapkan sifat huruf ص atau س , maka ini adalah al lahn al jaliy yang tidak merubah arti dan tidak membatalkan shalat, baik imam maupun makmum.([7])
(Makalah Kajian Syarah Sullamauttaufik oleh Ust. Muhammad Syahri di Rumah Bpk. H. Jarot Jawi Prigen)
__________________________________
Footnote:
([1]) Sumber: Panduan Praktis Tajwid dan Bid’ah-Bid’ah seputar Al-Qur’an, karya Al-Ustadz Abu Hazim Muhsin bin Muhammad Bashory, Cetakan ke-6, Maktabah Darul Atsar Al-Islamiyah, Magetan.
([3]) lihat: al Mudawwanah 1/84
([4]) lihat Al-Mabsuth Lis Sarkhusi 1/41, dan Badaai’ Ash Shanaai’ Lil Kasani 1/113
([5]) Al-Umm – lisy syaafi’I 1/95
([6]) Masail Imam Ahmad – Riwayat Ishak 1/55. Zaadul Ma’aad Libnil Qayyim 1/489
([7]) http://cahayaummulquro.com/bab-al-lahn-di-dalam-bacaan-al-quran/