Maksiat Lisan: Ghibah (3) Haramnya Ghibah Dan Bahayanya

 

Bengkoknya Lisan Adalah Kebengkokan Seluruh Anggota Tubuh

 

Dari Abû Sa’îd al-Khudri radhiyallaahu ‘anhu, dari Rasûlullâh bersabda:

 

« إِذَا أَصْبَحَ ابْنُ آدَمَ فَإِنَّ الأَعْضَاءَ كُلَّهَا تُكَفِّرُ اللِّسَانَ فَتَقُولُ: اتَّقِ اللهَ فِينَا فَإِنَّمَا نَحْنُ بِكَ، فَإِنْ اسْتَقَمْتَ اسْتَقَمْنَا وَإِنْ اعْوَجَجْتَ اعْوَجَجْنَا »

 

“Jika datang pagi menghampiri anak Adam, maka sesungguhnya anggota badannya semuanya tunduk kepada  lisan, seraya berkata: “Bertaqwalah kepada Allâh!, karena sesungguhnya kami tergantung kepadamu, jika kamu lurus maka kamipun lurus, tetapi jika kamu bengkok (buruk) maka kamipun akan bengkok.”([1])

 

Arti “ Tukaffir al-lisan “ adalah tunduk dan patuh kepada lisan.([2])

Haramnya Kehormatan Seorang Mukmin

 

Dari Abû Bakar radhiyallaahu ‘anhu, sesungguhnya Rasûlullâh bersabda dalam khutbahnya pada hari raya kurban di Mina ketika haji wada’:

 

« إِنَّ دِمَاءَكُمْ، وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِيْ شَهْرِكُمْ هَذَا ، فِيْ بلَدِكُمْ هَذَا ، أَلَا هَلْ بَلَّغْتَ »

 

“Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, kehormatan kalian, adalah haram (untuk diganggu) sebagaimana haramnya hari kalian ini (dari peperangan) dalam bulan kalian (dzul hijjah) ini di negeri kalian ini (tanah haram), maka saksikanlah apakah aku telah menyampaikan hal ini?”([3])

 

Dan  dari Abû Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, sesungguhnya Rasûlullâh bersabda:

 

« كُلُّ المُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ : دَمُهُ وَعِرْضُهُ وَمَالُهُ »

 

“Setiap muslim atas muslim lainnya adalah haram; darah dan kehormatannya, serta hartanya.”([4])

Haramnya Ghibah

 

Allâh berfirman:

 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱجتَنِبُواْ كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعضَ ٱلظَّنِّ إِثمٌ وَ لَا تَجَسَّسُواْ وَلَا يَغتَب بَّعضُكُم بَعضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُم أَن يَأكُلَ لَحمَ أَخِيهِ مَيتًا فَكَرِهتُمُوهُۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ ١٢

 

 “Dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allâh. Sesungguhnya Allâh Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Al-Hujurat:12)

 

Dari Abû Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, bahwasanya Rasûlullâh bersabda:

 

«أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ؟» قَالُوا: اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: «ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ» قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ؟ قَالَ: «إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ، فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ»

 

“Tahukah kalian apa itu ghibah?” Mereka (para sahabat) menjawab: “Allâh dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda: “Engkau menyebut-nyebut saudaramu tentang sesuatu yang ia tidak suka.” Dikatakan: “Bagaimana jika perkataanku tentangnya itu benar?” Beliau menjawab: “Jika yang kau katakan itu benar maka kamu telah berbuat ghibah, dan jika tidak benar maka kau telah menfitnahnya.”([5])

Bahayanya Ghibah

 

قُلْتُ لِلنَّبِيِّ ﷺ: حَسْبُكَ مِنْ صَفِيَّةَ كَذَا وَكَذَا، بعْضُ الرُّواةِ: تَعْنِي قَصِيرَةً، فَقَالَ: «لَقَدْ قُلْتِ كَلِمَةً لَوْ مُزِجَتْ بِمَاءِ الْبَحْرِ لَمَزَجَتْهُ» قَالَتْ: وَحَكَيْتُ لَهُ إِنْسَانًا، فَقَالَ: «مَا أُحِبُّ أَنِّي حَكَيْتُ إِنْسَانًا وَأَنَّ لِي كَذَا وَكَذَا»

 

“Aku katakan pada Nabi: “Cukuplah bagi anda bahwa Shafiyah itu orangnya begini begini.” Sebagian perawi hadîts mengatakan bahwa yang dimaksud ‘Âisyah adalah Shafiyah itu orangnya pendek. Maka Rasûlullâh bersabda: “Engkau telah megucapkan suatu kata andaikan dicampur dengan air laut niscaya akan merubahnya!” ‘Âisyah berkata: “Dan aku telah menceritakan (menirukan gerakan) seseorang kepada beliau.” Maka beliu bersabda: “Aku tidak suka menceritakan tentang sesorang meskipun saya akan mendapatkan upah sekian dan sekian banyaknya.” ([6])

 

Dan arti dari kata “mazajathu” adalah: mencampurinya sehingga merubah rasa atau bau air dikarenakan bau busuknya atau keruhnya yang sangat. Dan hadîts ini merupakan salah satu larangan yang keras tentang ghibah, Allâh telah berfirman:

 

وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلهَوَىٰٓ ٣ إِنۡ هُوَ إِلَّا وَحيٌ يُوحَىٰ ٤

 

“Dan dia (Muhammad) tidak berkata-kata dari hawa nafsunya melainkan dari wahyu yang diturunkan padanya.“ (An-Najm: 3-4)

 

Dari Anas radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata: “Rasûlullâh bersabda:

 

لَمَّا عُرِجَ بِي مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ أَظْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ يَخْمُشُونَ وُجُوهَهُمْ وَصُدُورَهُمْ، فَقُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ يَا جِبْرِيلُ، قَالَ: هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ لُحُومَ النَّاسِ، وَيَقَعُونَ فِي أَعْرَاضِهِمْ

 

“Ketika aku diangkat kelangit (mi’raj) aku melewati kaum yang mempunyai kuku dari tembaga dan dengan kuku tadi mereka melukai muka-muka serta dada-dada mereka, maka aku bertanya: “Siapa mereka wahai Jibril?” Dia menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang memakan daging sesamanya, dan mencela kehormatan mereka.”([7])

Haram Mendengarkan Ghibah

 

Allâh berfirman:

 

وَإِذَا سَمِعُواْ ٱللَّغوَ أَعرَضُواْ عَنهُ

 

 “Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya.” (QS. al-Qashash: 55)

 

Allâh juga berfirman:

 

وَٱلَّذِينَ هُم عَنِ ٱللَّغوِ مُعرِضُونَ ٣

 

“Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.” (QS. Al-Mu’minun: 3)       

 

Dan Dia ﷻ berfirman:

 

وَإِذَا رَأَيتَ ٱلَّذِينَ يَخُوضُونَ فِيٓ ءَايَٰتِنَا فَأَعرِض عَنهُم حَتَّىٰ يَخُوضُواْ فِي حَدِيثٍ غَيرِهِۦۚ وَإِمَّا يُنسِيَنَّكَ ٱلشَّيطَٰنُ فَلَا تَقعُد بَعدَ ٱلذِّكرَىٰ مَعَ ٱلقَومِ ٱلظَّٰلِمِينَ٦٨

 

“Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (larangan ini), janganlah kamu duduk bersama orangorang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu).” (QS. Al-An’aam:68)

Wajib Membela Kehormatan Saudara Muslim

 

Dari Abû Darda’ radhiyallaahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ beliau bersabda:

 

«مَنْ رَدَّ عَنْ عِرْضِ أَخِيهِ رَدَّ اللهُ عَنْ وَجْهِهِ النَّارَ يَوْمَ القِيَامَةِ»

 

“Barang siapa yang membela kehormatan saudaranya maka Allâh akan membela dan menghindarkan wajahnya dari api nereka di hari kiamat.”([8])

 

Dari Itban Ibnu Malik radhiyallaahu ‘anhu, dalam hadîtsnya yang panjang ia berkata: “Rasûlullâh ﷺ berdiri untuk shalat lalu beliau bertanya:

 

أَيْنَ مَالِكُ بْنُ الدُّخْشُنِ؟ فَقَالَ بَعْضُهُمْ: ذَلِكَ مُنَافِقٌ، لَا يُحِبُّ اللهَ وَرَسُولَهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «لَا تَقُلْ لَهُ ذَلِكَ، أَلَا تَرَاهُ قَدْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ يُرِيدُ بِذَلِكَ وَجْهَ اللهِ؟ وَإِنَّ اللهَ قَدْ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ : لَا إِلٰهَ إلاَّ اللهُ يَبْتَغِيْ بِذَلِكَ وَجْهَ اللهِ»

 

Mana Malik Ibnu `l-Dukhsum?” Berkatalah seseorang: “Dia itu orang munafik yang tidak suka terhadap Allâh dan Rasul-Nya.” Rasûlullâh bersabda: “Jangan ucapkan itu, tidakkah kau lihat dia telah mengucapkan: “Laa ilaaha illa Allâh “ dengan mengharapkan wajah Allâh, dan sesungguhnya Allâh telah mengharamkan api neraka dari orang yang mengucapkan “لا إله إلا الله“ dengan mengharapkan wajah Allâh.”([9])

 

(… bersambung…)

(Makalah Kajian Syarah Sullamauttaufik oleh Ust. Muhammad Syahri di Rumah Bpk. H. Jarot Jawi Prigen)

__________________________________

Footnote:

([1]) HR Turmudzi (2407), Ahmad (11927), Shahiih al-Jaami’ (351), Shahiih at-Targhiib wa at-Tarhiib (2871), lihat juga al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (9/259)

([2]) Atau maknanya adalah kinayah bahwa anggota-anggota itu mendudukkan lisan sebagai sesuatu yang kafir terhadap nikmat.

([3]) HR. Al-Bukhârî (7078) Muslim (1679)

([4]) HR Muslim (2564)

([5]) HR Muslim (2589)

([6]) HR Abû Dâwud (4875) dan Turmudzi (2502) ia berkata: “Hadîts hasan shahîh.” Ahmad (25601), lihat Shahiih al-Jaami’ (5140), Shahiih at-Targhiib wa at-Tarhiib (2834), lihat juga al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (5/476)

([7]) HR Abû Dâwud (4878), Ahmad (13364), Shahiih al-Jaami’ (5213), as-Shahiihah (533), lihat juga al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (2/116)

([8]) HR Turmudzi (1931) dan ia berkata: “Ini hadîts hasan”, Ahmad (27583), lihat Shahiih al-Jaami’ (6262), Shahiih at-Targhiib wa at-Tarhiib (2848), lihat juga al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (8/62)

([9]) HR. Al-Bukhârî (415) Muslim (33)

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *