Maksiat Lisan: Ghibah (2) Keutamaan Dan Bahaya Lisan

 

Sebaik-Baik Manusia Adalah Yang Kaum Muslimin Selamat Darinya

 

Dari Abû Musa radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata:

 

يَا رَسُولَ اللهِ أَيُّ الْمُسْلِمِيْنَ أَفْضَلُ؟ قَالَ : « مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ »

 

“Aku bertanya kepada Rasûlullâh : “Wahai Rasûlullâh, muslim yang bagaimanakah yang paling mulia?.” Maka beliau menjawab: “(Yaitu) orang yang kaum muslimin selamat dari (gangguan) tangan dan lisannya.”([1])

Dijamin Sorga Bagi Yang Menjaga Lisan

 

Dari Sahl Ibnu Sa`ad radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata: “Rasûlullâh bersabda:

 

« مَنْ يَضْمَنْ لِيْ مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ »

 

“Barangsiapa yang bisa menjamin untukku apa yang ada di antara dua rahangnya (lisan), dan yang ada diantara kedua pahanya (kemaluan) maka aku akan menjaminnya masuk Surga.”([2])

 

Dari Abû Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata: “Rasûlullâh bersabda:

 

« مَنْ وَقَاهُ اللهُ شَرَّ مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ ، وَشَرَّ مَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ »

 

“Barang siapa yang dilindungi oleh Allâh dari kejelekan antara dua rahangnya, dan kejelekan antara dua kakinya maka ia akan masuk Surga.”([3])

Neraka Bagi Yang Tidak Menjaga Lisan

 

Dari Abû Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, sesungguhnya ia mendengar Nabi bersabda:

 

إنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمةِ مَا يَتَبيَّنُ فِيْهَا يَزِلُّ بِهَا إِلىَ النَّارِ أَبْعَدَ مِمَّا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ »

 

“Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan suatu ucapan tanpa memikirkannya (terlebih dahulu) maka karena itu ia terpeleset masuk ke jurang neraka yang lebih jauh daripada apa yang membentang antara timur dan barat.”([4])

 

Arti yatabayyanu  yaitu memikirkan apakah ucapannya itu baik atau tidak.

 

Dari Abû Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, dari Nabi bersabda:

 

« إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللهِ تَعَالى مَا يُلْقِي لَهَا بَالاً يَرْفَعُهُ اللهُ بِهَا دَرَجَاتٍ ، وَإِنَّ الْعبْدَ لَيَتَكلَّمُ بالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللهِ تَعَالَى لاَ يُلْقِي لَهَا بَالاً يَهْوِيْ بِهَا فِيْ جَهَنَّمَ »

 

“Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan kata-kata dari keridhaan Allâh tanpa ia menaruh perhatian padanya, maka Allâh akan mengangkatnya lantaran (ucapannya) beberapa derajat, dan sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan kata-kata yang mengandung kemurkaan Allâh tanpa memikirkannya maka ia menjerumuskannya ke dalam neraka jahannam.”([5])

 

Dari Abû Abdir Rahman Bilal Ibnu `l- Hârits al- Muzany radhiyallaahu ‘anhu, bahwasanya Rasûlullâh bersabda:

 

« إنَّ الرَّجُلَ ليَتَكَلَّمُ بالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوانِ اللهِ تَعالى ما كَانَ يَظُنُّ أنْ تَبْلُغَ مَا بلَغَتْ يكْتُبُ اللهُ بهَا رِضْوَانَهُ إلى يَوْمِ يلْقَاهُ ، وَإنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بالكَلِمةِ مِنْ سَخَطِ اللهِ مَا كَانَ يظُنُّ أن تَبْلُغَ ما بَلَغَتْ يَكْتُبُ اللهُ لَهُ بهَا سَخَطَهُ إِلَى يَوْمِ يَلْقَاهُ »

 

“Sesungguhnya seseorang berkata-kata dengan kalimat dari keridhaan Allâh, sementara ia tidak mengira bahwa (ucapannya) akan berakibat seperti itu, niscaya Allâh akan mencatat untuknya keridhaan-Nya karena ucapannya tadi hingga pada hari dimana ia akan menemui-Nya, dan sesungguhnya seseorang berkata-kata dengan kalimat dari kemurkaan Allâh tanpa ia sangka bahwa akan berakibat seperti itu, niscaya Allâh akan mencatat untuknya kemurkaan-Nya karena ucapannya tadi sampai pada hari dimana ia akan menemui-Nya.”([6])

Lisan Adalah Diantara Perkara Yang Dikhawatirkan Rasulullah ﷺ

 

Dan Sufyan Ibnu ‘Abdillâh radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata: “Aku berkata:

 

يَا رَسُوْلَ اللهِ حَدِّثْنِيْ بِأَمْرٍ أَعْتَصِمُ بِهِ قالَ : « قُلْ رَبِّيَ اللهُ، ثُمَّ اسْتَقِمْ » قُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا أَخْوفُ مَا تَخَافُ عَلَيَّ؟ فَأَخَذَ بِلِسَانِ نَفْسِهِ ، ثُمَّ قَال : «هَذَا»

 

“Wahai Rasûlullâh, ajarkanlah aku tentang sesuatu yang aku jadikan sebagai pegangan!” Beliau bersabda: “Katakanlah, Allâh adalah Tuhanku, kemudian istiqamahlah (dengan kalimat tadi). Aku berkata: “Wahai Rasûlullâh perkara apa yang paling engkau takutkan atasku?” Maka Rasûlullâh memegang lisannya –lidahnya– kemudian bersabda: “Ini!”([7])

Menjaga Lisan Adalah Sebab Keselamatan

 

Dari Uqbah Ibnu Amir radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata: “Aku bertanya pada Rasûlullâh:

 

يَا رَسُوْلُ اللهِ مَا النَّجَاةُ ؟ قَال : « أمْسِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ ، وَلْيَسَعْكَ بَيْتُكَ، وَابْكِ عَلَى خَطِيْئَتِكَ »

 

“Wahai Rasûlullâh Apakah keselamatan itu?” Maka beliau menjawab: “Tahanlah lisanmu, dan jadikanlah rumahmu luas (dg dzikir dan ketaatan), dan menangislah atas dosamu!”([8])

 

Dari Mu’adz radhiyallaahu ‘anhu, Rasulullah bersabda,

 

« أَلَا أُخْبِرُكَ بِرَأسِ الْأمْرِ ، وَعَمُوْدِهِ ، وَذِرْوَةِ سَنامِهِ » قُلتُ : بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ : قَالَ : « رَأْسُ الْأمْرِ الْإسْلَامُ ، وَعَمُوْدُهُ الصَّلَاةُ . وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ » ثُمَّ قَالَ : « أَلَا أُخْبِرُكَ بـِمِلَاكِ ذَلِكَ كُلِّهِ ؟» قُلْتُ : بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ . فَأَخذَ بِلِسَانِهِ قالَ : « كُفَّ عَلَيْكَ هَذَا » قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَإِنَّا لَمُؤَاخَذُوْنَ بِمَا نَتَكلَّمُ بِهِ ؟ فَقَالَ : ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ ، وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِيْ النَّارِ عَلىَ وُجُوْهِهِمْ إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ ؟ »

 

“Maukah kamu aku tunjukkan pada pokok segala perkara, tiang penyangga, dan puncaknya?” Aku menjawab: “Tentu wahai Rasûlullâh”, lalu beliau melanjutkan: ”Pokok segala perkara adalah Islam, tiang penyangganya adalah shalat, sedangkan puncaknya adalah jihad.” Kemudian beliau bertanya lagi: “Maukah kamu aku tunjukkan kunci dari semua itu?” Aku menjawab: “Tentu saja wahai rasul.” Lalu beliau memegang lisannya seraya bersabda: “Jagalah ini (lisan)!” Aku heran dan bertanya: “Wahai Rasûlullâh apakah kita akan dihisab karena ucapan kita?” Serta merta beliau menjawab: “Semoga ibumu kehilangan kamu!([9]) Tidaklah menjerumuskan manusia kedalam jurang neraka dengan muka tersungkur kecuali apa yang dihasilkan oleh lidah mereka?”([10])

 

(… bersambung…)

(Makalah Kajian Syarah Sullamauttaufik oleh Ust. Muhammad Syahri di Rumah Bpk. H. Jarot Jawi Prigen)

__________________________________

Footnote:

([1]) HR. Al-Bukhârî (11) Muslim (42)

([2]) HR. Al-Bukhârî (6474), at-Tirmidzi (2408), Ahmad (22874)

([3]) HR Turmudzi (2409) dan ia berkata: “Hadîts hasan.” Lihat as-Shahiihah (510)

([4]) HR. Al-Bukhârî (6113) Muslim (2988)

([5]) HR. Al-Bukhârî (6113)

([6]) HR. Malik dalam kitab al-Muwaththa’ (2072), dan Turmudzi (2319), ia berkata: “Ini adalah hadîts hasan shahîh.” Ibnu Majah (3969), Ahmad (15890), lihat as-Shahiihah (888), Shahiih at-Targhiib wa at-Tarhiib (2878), lihat juga al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (9/256)

([7]) HR. Turmudzi, ia berkata: “Hadîts hasan shahîh. Dalam Shahîh Turmudzi –dengan sanad ringkas- (1965), Shahîh Ibnu Majah –dengan sanad ringkas- (3972). Dan Syaîkh Nashir memberi kode (M) sedangkan yang ada dalam Mukhtashar Muslim tulisan al-Mundziri no. 18 dengan lafadz: قل آمنت بالله ثم استقم.

([8]) HR Turmudzi (2406), dan ia berkata: “Ini hadîts hasan.” Ahmad (17488), lihat Shahiih al-Jaami’ (1392), as-Shahiihah dibawah hadits (1122), lihat juga al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (9/265)

([9]) Syaikh al-Albaniy berkata, “Hadîts ini sebelumnya tidak disebut-sebut. WAllâhu a’lam apakah memang lepas dari naskah atau wahm (dugaan).

([10]) HR Turmudzi (2616) dan ia berkata: “Hadîts hasan shahîh.”, Ibnu Majah (3973), an-Nasa`iy (11394), lihat Shahiih al-Jaami’ (5136), as-Shahiihah di bawah hadits (1122), Shahiih at-Targhiib wa at-Tarhiib (2866), lihat juga al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (9/261)

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *