Berkata al’Allaamah Abdullah bin Husain bin Thahir Ba’alawiy rohimahullah:
وَالْفَرَحُ بِالْمَعْصِيَّةِ مِنْهُ أَوْ مِنْ غَيْرِهِ
“Dan senang dengan maksiat darinya atau dari selainnya.”
Penjelasan:
Allah ﷻ berfirman:
۞ إِنَّ قَارُونَ كَانَ مِن قَوْمِ مُوسَىٰ فَبَغَىٰ عَلَيْهِمْ ۖ وَآتَيْنَاهُ مِنَ الْكُنُوزِ مَا إِنَّ مَفَاتِحَهُ لَتَنُوءُ بِالْعُصْبَةِ أُولِي الْقُوَّةِ إِذْ قَالَ لَهُ قَوْمُهُ لَا تَفْرَحْ ۖ إِنَّ اللهَ لَا يُحِبُّ الْفَرِحِينَ ٧٦
“Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: “Janganlah kamu terlalu (senang) bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang (senang) terlalu membanggakan diri (dengan kemaksiatannya)”.” (QS. Al-Qashshash: 76)
Allah ﷻ berfirman:
فَرِحَ الْمُخَلَّفُونَ بِمَقْعَدِهِمْ خِلَافَ رَسُولِ اللهِ وَكَرِهُوا أَن يُجَاهِدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللهِ وَقَالُوا لَا تَنفِرُوا فِي الْحَرِّ ۗ قُلْ نَارُ جَهَنَّمَ أَشَدُّ حَرًّا ۚ لَّوْ كَانُوا يَفْقَهُونَ ٨١ فَلْيَضْحَكُوا قَلِيلًا وَلْيَبْكُوا كَثِيرًا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ ٨٢
“Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut perang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: “Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini”. Katakanlah: “Api neraka jahannam itu lebih sangat panas(nya)” jika mereka mengetahui. Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. at-Taubah: 81-82)
Allah ﷻ berfirman:
لَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَفْرَحُونَ بِمَا أَتَوا وَّيُحِبُّونَ أَن يُحْمَدُوا بِمَا لَمْ يَفْعَلُوا فَلَا تَحْسَبَنَّهُم بِمَفَازَةٍ مِّنَ الْعَذَابِ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ ١٨٨
“Janganlah sekali-kali kamu menyangka, hahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih.” (QS. Ali ‘Imran: 188)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
الْفَرَحُ بِالْمَعْصِيَةِ دَلِيلٌ عَلَى شِدَّةِ الرَّغْبَةِ فِيهَا، وَالْجَهْلِ بِقَدْرِ مَنْ عَصَاهُ، وَالْجَهْلِ بِسُوءِ عَاقِبَتِهَا وَعِظَمِ خَطَرِهَا، فَفَرَحُهُ بِهَا غَطَّى عَلَيْهِ ذَلِكَ كُلَّهُ، وَفَرَحُهُ بِهَا أَشَدُّ ضَرَرًا عَلَيْهِ مِنْ مُوَاقَعَتِهَا، وَالْمُؤْمِنُ لَا تَتِمُّ لَهُ لَذَّةٌ بِمَعْصِيَةٍ أَبَدًا، وَلَا يَكْمُلُ بِهَا فَرَحُهُ، بَلْ لَا يُبَاشِرُهَا إِلَّا وَالْحُزْنُ مُخَالِطٌ لِقَلْبِهِ،
“Senang dengan kemaksiatan adalah sebuah bukti akan kerasnya selera padanya, dan bukti akan bodohnya dia terhadap kedudukan Dzat yang dia bermaksiat kepada-Nya, juga bodoh terhadap keburukan akibat maksiat, dan bahaya besarnya. Maka senangnya dia dengan maksiat itu menutupi semuanya. Kesenangannya dengannya itu lebih sangat berbahaya daripada terjerumus kedalamnya. Dan seorang mukmin tidak akan pernah merasakan kelezatan maksiat untuk selamanya, dan tidak akan sempurna kesenangannya dengan kemaksiatan, bahkan tidaklah dia bersinggungan dengan maksiat, melainkan kesedihan itu akan mencampuri hatinya…”([1])
Karena senang dengan maksiat akan menimbulkan kebanggaan terhadapnya, dan bangga dengannya akan menyebabkan sikap terang-terangan dengannya. Dan terang-terangan terhadap maksiat menyebabkan terhalang dari maghfirah Allah ﷻ,
Dari Abû Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata: “Saya mendengar Rasûlullâh ﷺ bersabda:
«كُلُّ أَمَّتِي مُعَافًى إِلاَّ المُجاهرينَ، وإِنَّ مِن المُجاهرةِ أَن يعمَلَ الرَّجُلُ بالليلِ عمَلاً، ثُمَّ يُصْبحَ وَقَدْ سَتَرهُ اللَّه عَلَيْهِ فَيقُولُ : يَا فلانُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كذَا وَكَذَا، وَقَدْ بَاتَ يَسْترهُ ربُّهُ، ويُصْبحُ يَكْشفُ سِتْرَ اللهِ»
“Semua umatku diselamatkan kecuali orang yang terang-terangan berbuat dosa. Dan termasuk terang-terangan adalah seseorang yang melakukan suatu pekerjaan dimalam hari kemudian dipagi harinya –padahal ia telah ditutupi oleh Allâh- dia berkata: “Hai Fulân, tadi malam aku melakukan begini dan begini.” Sepanjang malam hari ia telah ditutupi oleh Tuhannya dan keesokan harinya ia menyingkap tabir Allâh dari dirinya.”([2])
Senang dengan kemaksiatan yang dilakukan oleh orang lain, berarti dia meridhainya.
(Makalah Kajian Syarah Sullamuttaufik, Ust. Muhammad Syahri)
_______________________
Footnote:
([2]) HR. Al-Bukhârî (6069) Muslim (2990)