Maksiat Hati: Mendustakan Taqdir

 

Berkata al’Allaamah Abdullah bin Husain bin Thahir Ba’alawiy rohimahullah:

وَالتَّكْذِيْبُ بِالْقَدَرِ 

“Dan Mendustakan Taqdir”

Penjelasan:

 

Yaitu dengan mengatakan bahwa hamba menciptakan perbuatannya sendiri tanpa kehendak Allah , kemudian mereka mengingkari adanya taqdir, lalu mereka disebut dengan qadariyah.

 

Allah berfirman:

 

إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ 49

 

“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (QS. al-Qomar: 49)

 

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan sebab turunnya ayat ini, yaitu bahwa orang-orang kafir Makkah mendatangi Rasulullah , lalu mendebat beliau tentang taqdir, maka turunlah ayat,

 

إِنَّ الْمُجْرِمِينَ فِي ضَلَالٍ وَسُعُرٍ ٤٧ يَوْمَ يُسْحَبُونَ فِي النَّارِ عَلَىٰ وُجُوهِهِمْ ذُوقُوا مَسَّ سَقَرَ ٤٨ إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ ٤٩

“Sesungguhnya orang-orang yang berdosa berada dalam kesesatan (di dunia) dan dalam neraka. (Ingatlah) pada hari mereka diseret ke neraka atas muka mereka. (Dikatakan kepada mereka): “Rasakanlah sentuhan api neraka!” Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (QS. al-Qomar: 47-49)([1])

 

Nabi bersabda,

 

«كَتَبَ اللهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ كُلِّهَا مِنْ قَبْلِ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ»

 

“Allah telah menulis taqdir-taqdir makhluk-makhluk, semuanya lima puluh ribu tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi.”([2])

 

Thawus berkata,

 

أَدْرَكْتُ مَا شَاءَ اللهُ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللهِ ﷺ يَقُولُونَ: كُلُّ شَيْءٍ بِقَدَرِ اللهِ، وَسَمِعْت عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «كُلُّ شَيْءٍ بِقَدَرٍ حَتَّى الْعَجْزِ وَالْكَيْسِ أَوْ الْكَيْسِ وَالْعَجْزِ»

 

“Aku telah mendapati dari sahabat-sahabat Rasulullah apa yang dikehendaki oleh Allah; mereka berkata, ‘Segala sesuatu dengan taqdir Allah.’ Dan aku mendengar ‘Abdullah bin ‘Umar berkata, Rasulullah bersabda, ‘Segala sesuatu adalah dengan taqdir, bahkan hingga rasa malas, dan giat, atau giat dan malas.”([3])

 

Dari ‘Ali radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata, ‘Rasulullah bersabda,

 

«لَا يُؤْمِنُ بِاللهِ عَبْدٌ حَتَّى يُؤْمِنَ بِأَرْبَعٍ: يَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللهُ، وَأَنِّي رَسُولُ اللهِ بَعَثَنِي بِالْحَقِّ، وَيُؤْمِنُ بِالْبَعْثِ بَعْدَ الْمَوْتِ، وَيُؤْمِنُ بِالْقَدَرِ» . وَفِي رِوَايَةٍ: ” خَيْرِهِ وَشَرِّهِ “

 

“Seorang hamba tidak akan beriman kepada Allah hingga dia beriman dengan empat (perkara); dia bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah, dan bahwa aku adalah utusan Allah yang Dia telah mengutusku dengan haq, dan dia beriman dengan hari kebangkitan setelah kematian, dan beriman dengan taqdir.’ Dan di dalam sebuah riwayat, ‘Baik dan buruknya.’([4])

 

Nabi bersabda,

 

«سِتَّةٌ لَعَنَهُمْ اللهُ وَكُلُّ نَبِيٍّ مُجَابِ الدَّعْوَةِ: الْمُكَذِّبُ بِقَدَرِ اللهِ، وَالزَّائِدُ فِي كِتَابِ اللهِ، وَالْمُتَسَلِّطُ بِالْجَبَرُوتِ لِيُذِلَّ مَنْ أَعَزَّهُ اللَّهُ، وَالْمُسْتَحِلُّ حُرْمَةَ اللهِ، وَالْمُسْتَحِلُّ مِنْ عِتْرَتِي مَا حَرَّمَ اللَّهُ، وَالتَّارِكُ لِسُنَّتِي»

 

“Tiga (golongan orang) yang Allah melaknat mereka, dan setiap Nabi akan dikabulkan do’anya; orang yang mendustakan taqdir Allah, yang menambah pada kitabullah, orang yang berkuasa dengan kekuasaan untuk kemudian menghinakan orang yang Allah muliakan, orang yang menghalalkan apa yang diharamkan Allah, orang yang menhalalkan dari keturunanku apa yang diharamkan oleh Allah, dan orang yang meninggalkan sunnahku.”([5])

 

Rasulullah bersabda,

 

«الْقَدَرِيَّةُ مَجُوسُ هَذِهِ الْأُمَّةِ»

 

“Qadariyah adalah majusinya umat ini.”([6])

 

Nabi bersabda,

 

«إنَّ مَجُوسَ هَذِهِ الْأُمَّةِ الْمُكَذِّبُونَ بِقَدَرِ اللهِ إنْ مَرِضُوا فَلَا تَعُودُوهُمْ، وَإِنْ مَاتُوا فَلَا تَشْهَدُوهُمْ، وَإِنْ لَقِيتُمُوهُمْ فَلَا تُسَلِّمُوا عَلَيْهِمْ»

 

“Sesungguhnya majusinya umat ini adalah orang-orang yang mendustakan taqdir Allah; jika mereka sakit, maka janganlah kalian menjenguk mereka, jika mereka mati, maka janganlah kalian menyaksikan jenazah mereka, dan jika kalian bertemu mereka, maka janganlah kalian mengucapkan salam kepada mereka.”([7])

 

Al-Hasan berkata,

 

وَاللهِ لَوْ أَنَّ قَدَرِيًّا صَامَ حَتَّى صَارَ كَالْحَبْلِ ثُمَّ صَلَّى حَتَّى صَارَ كَالْوَتَدِ لَكَبَّهُ اللهُ عَلَى وَجْهِهِ فِي سَقَرَ ثُمَّ قِيلَ لَهُ: ذُقْ مَسَّ سَقَرَ إنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ

 

“Demi Allah, seandainya ada seorang qadariy berpuasa hingga seperti tali, kemudian dia shalat hingga menjadi seperti pasak, maka pastilah Allah akan seret wajah mereka ke dalam neraka saqar, kemudian dikatakan kepada mereka, ‘Rasakanlah oleh kalian sentuhan saqar, sesungguhnya segala sesuatu kami ciptakan dengan taqdir.”([8])

 

Nabi bersabda,

 

«كَتَبَ اللهُ -تَعَالَى- مَقَادِيرَ الْخَلْقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ، وَعَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ»

 

“Allah telah menetapkan taqdir-taqdir makhluk lima puluh ribu tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi, dan ‘Arsy-Nya diatas air.”([9])

 

Nabi bersabda,

 

«لَوْ أَنَّ ابْنَ آدَمَ هَرَبَ مِنْ رِزْقِهِ كَمَا يَهْرُبُ مِنْ الْمَوْتِ لَأَدْرَكَهُ كَمَا يُدْرِكُهُ الْمَوْتُ»

 

“Seandainya anak cucu Adam lari dari rizqinya sebagaimana dia lari dari kematian, maka pastilah rizqi itu akan mendapatinya sebagaimana kematian mendapatinya.”([10])

 

Nabi bersabda,

 

«لَوْ أَنَّ اللهَ عَذَّبَ أَهْلَ سَمَوَاتِهِ وَأَهْلَ أَرْضِهِ لَعَذَّبَهُمْ وَهُوَ غَيْرُ ظَالِمٍ لَهُمْ، وَلَوْ رَحِمَهُمْ لَكَانَتْ رَحْمَتُهُ لَهُمْ خَيْرًا مِنْ أَعْمَالِهِمْ، وَلَوْ أَنْفَقْتَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا فِي سَبِيلِ اللهِ مَا قَبِلَهُ مِنْك حَتَّى تُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ فَتَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئكَ وَمَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ، وَلَوْ مِتَّ عَلَى غَيْرِ هَذَا لَدَخَلْتَ النَّارَ»

 

“Seandainya Allah mengandzab penduduk langit-Nya, dan penduduk bumi-Nya, maka pastilah Dia akan mengadzab mereka tanpa berbuat zhalim kepada mereka. dan seandainya Dia merahmati mereka, maka pastilah rahmat-Nya lebih baik bagi mereka daripada amal perbuatan mereka. dan seandainya engkau menginfakkan segunung uhud emas di jalan Allah, maka Dia tidak akan menerima darimu hingga engkau beriman dengan taqdir, hingga engkau mengetahui bahwa apa yang menimpamu tidak akan menyalahimu dan apa yang menyalahimu tidak akan mengenaimu. Dan seandainya engkau mati diatas selain ini, maka pastilah engkau masuk neraka.”([11])

 

Nabi bersabda,

 

«مَا مِنْ نَفْسٍ مَنْفُوسَةٍ إلَّا وَقَدْ كَتَبَ اللهُ مَكَانَهَا مِنْ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ، وَإِلَّا وَقَدْ كُتِبَتْ شَقِيَّةً أَوْ سَعِيدَةً، قِيلَ: أَفَلَا نَتَّكِلُ؟ قَالَ لَا، اعْمَلُوا وَلَا تَتَّكِلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ، أَمَّا أَهْلُ السَّعَادَةِ فَيُيَسَّرُونَ لِعَمَلِ السَّعَادَةِ، وَأَمَّا أَهْلُ الشَّقَاوَةِ فَيُيَسَّرُونَ لِعَمَلِ الشَّقَاوَةِ»

 

“Tidak ada satu jiwapun yang bernyawa melainkan Allah telah menuliskan (menetapkan) tempatnya pada bagian dari sorga dan neraka, dan melainkan dia telah ditetapkan kesengsaraan maupun kebahagiaannya.’ Lalu dikatakan, ‘Tidakkah kita bertawakkal (pada taqdir tersebut)?’ Maka beliau bersabda, ‘Tidak, beramallah kalian, dan janganlah kalian bertawakkal (pada taqdir), maka masing-masing dimudahkan kepada perkara yang dia diciptakan baginya. Adapun orang-orang (tertulis sebagai) orang-orang bahagia, maka mereka akan dimudahkan untuk beramal (yang mendatangkan) kebahagiaan. Adapun orang-orang (yang ditetapkan) termasuk orang sengsara, maka mereka akan dimudahkan untuk beramal (yang mendatangkan) kesengsaraan.”([12])

 

(Makalah Kajian Syarah Sullamuttaufik, Ust. Muhammad Syahri)

_______________________

Footnote:

 

([1]) HR. Muslim (19)

([2]) HR. Muslim (16)

([3]) HR. Muslim (18)

([4]) Shahih, HR. at-Turmudzi (2145), Ibnu Majah (81), Zhilalul Jannah (130)

([5]) HR. Ibnu Hibban (VII/5719), al-Hakim (I/36)

([6]) HR. al-Hakim (I/85), at-Thabraniy, Ibnu ‘Asakir (V/385), Abu Dawud, dengan sanad yang saling menguatkan, Zhilalul Jannah (338-342)

([7]) Hasan, HR. Ibnu Majah (92), Zhilalul Jannah (328)

([8]) Az-Zawaajir, 1/170

([9]) HR. Muslim (16)

([10]) Hasan, HR. Abu Nu’aim, al-Hilyah (VII/90), Ibnu ‘Asakir (II/11), as-Shahihah (952)

([11]) Shahih, HR. Ahmad (V/189), Abu Dawud (4699), Ibnu Majah (77), Ibnu Hibban, at-Thabraniy

([12]) HR. al-Bukhari (4948), Muslim (6)

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *