Sebagaimana wanita dilarang dari menyambung rambut, maka sesungguhnya ia juga dilarang dari mencukur rambut.
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu as-Syaikh –Mufti Kerajaan Saudi- V berkata, ‘Adapun rambut kepala kaum wanita, maka tidak boleh mencukurnya. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh an-Nasa`iy di dalam Sunannya dari ‘Aliy, dan yang diriwayatkan oleh al-Bazzar dari ‘Utsman, dan yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari ‘Ikrimah I, mereka berkata,
«نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تَحْلِقَ المَرْأَةُ رَأْسَهَا»
“Rasulullah telah melarang wanita dari mencukur rambut kepalanya.”(1)
Dan suatu larangan, jika datang dari Nabi , maka larangan itu mengandung pengharaman, selagi tidak diriwayatkan sebuah riwayat yang menentangnya.
Al-Mula ‘Aliy Qariy berkata di dalam al-Mirqaah Syarhu al-Misykah, ‘Pernyataan ‘(larangan) wanita mencukur rambut kepalanya’, yang demikian itu dikarenakan geraian rambut bagi kaum wanita adalah seperti jenggot bagi kaum laki-laki dalam penampilan dan keindahannya. (selesai.. dari Majmu’ Fataawaa as-Syaikh Muhammad Ibrahim, (II/29))
Adapun memangkas rambut kepalanya, maka jika untuk suatu hajat kebutuhan, selain dari berhias; seperti tidak mampu merawatnya, atau terlalu panjang dan memberatkannya, maka tidak apa-apa memangkasnya dengan pangkasan yang sesuai dengan hajat. Sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian istri-istri Nabi setelah wafat beliau , karena setelah wafat beliau, mereka meninggalkan berhias, dan karena tidak butuhnya mereka terhadap pemanjangan rambut.
Adapun jika tujuan memangkas rambut tersebut adalah menyerupai wanita-wanita kafir, dan fasiq, atau untuk menyerupai kaum laki-laki, maka ini diharamkan tanpa ada keraguan. Karena keumuman larangan dari menyerupai orang-orang kafir, dan menyerupai kaum laki-laki.
Dan jika tujuannya adalah berhias, maka yang nampak adalah ketidak bolehannya.
Di dalam Adhwa`ul Bayaan, as-Syaikh Muhammad al-Amiin as-Syinqithiy V berkata, ‘Sesungguhnya adat kebiasaan yang berlaku di banyak negeri dengan pemangkasan rambut kaum wanita hingga dekat dengan pangkalnya adalah kebiasaan orang-orang Eropa yang menyelisihi kebiasaan kaum wanitanya kaum muslimin, dan bangsa Arab sebelum Islam. Perbuatan tersebut adalah termasuk bagian dari sejumlah penyimpangan-penyimpangan yang petakanya menjadi umum di dalam agama, akhlak, etika, dan selainnya.’
Kemudian beliau menjawab tentang hadits,
«وَكَانَ أَزْوَاجُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْخُذْنَ مِنْ رُءُوسِهِنَّ حَتَّى تَكُونَ كَالْوَفْرَةِ»
“Adalah istri-istri Nabi mengambil (memotong) bagian dari (rambut) kepala mereka hingga seperti wafrah(2).”(3)
Bahwa istri-istri Nabi , mereka memendekkan rambut-rambut mereka tiada lain dilakukan setelah wafat beliau . Dikarenakan dulu mereka berhias di kehidupan Nabi . Dan diantara seindah-indah perhiasan mereka adalah rambut mereka. Adapun setelah wafat beliau , maka mereka memiliki hukum khusus, yang tidak disertai oleh seorangpun diantara seluruh kaum wanita penduduk bumi; yaitu terputusnya segala angan-angan mereka untuk menikah lagi secara total. Dan keputus-asaan mereka (dari menikah) ada pada keputus-asaan yang tidak mungkin dicampuri oleh satu keinginanpun. Maka mereka itu seperti wanita yang ber’iddah yang tertahan hingga mati karena sebab wafatnya Nabi .
Allah berfirman,
وَمَا كَانَ لَكُمۡ أَن تُؤۡذُواْ رَسُولَ ٱللَّهِ وَلَآ أَن تَنكِحُوٓاْ أَزۡوَٰجَهُۥ مِنۢ بَعۡدِهِۦٓ أَبَدًاۚ إِنَّ ذَٰلِكُمۡ كَانَ عِندَ ٱللَّهِ عَظِيمًا ٥٣
“… dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri- isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah Amat besar (dosanya) di sisi Allah.” (QS. Al-Ahzab (33): 53)
Dan putus-asa dari kaum laki-laki secara total, kadang menjadi sebab peringanan hukum halalnya sebagian perhiasan yang tidak halal bagi selain alasan itu. (Selesai, Adhwaa`ul Bayaan, V/598-601)
Ada sebuah pertanyaan ditujukan kepada Fadhilatu as-Syaikh al-Albaniy V, ‘Apa hukum wanita mengambil (memotong) sesuatu dari rambutnya?’
Jawab, ‘Hukum wanita memangkas rambutnya itu dilihat dari sisi pendorong dia melakukan pekerjaan, jika wanita itu memangkas rambutnya demi meniru wanita-wanita kafir, maka tidak boleh baginya untuk memangkas rambutnya dengan niat tersebut. Adapun jika wanita tersebut memangkas rambutnya demi meringankan dirinya dari beban rambut, atau demi merealisasikan keinginan suaminya, maka tidak ada pendapat yang melarang yang demikian, selagi telah tersebut di dalam Shahih Muslim, bahwa istri-istri Nabi , mereka telah memangkas rambut-rambut kepala mereka hingga seperti wafrah(4).’
Ada sebuah pertanyaan ditujukan kepada Lajnah ad-Da`imah lil Ifta`, ‘Apa hukum wanita memendekkan rambutnya untuk kebutuhan darurat; seperti kaum wanita di Inggris, mereka berpandangan bahwa membasuh rambut tebal sangat berat bagi mereka pada suhu udara yang dingin. Yang oleh karenanya mereka memendekkan rambut-rambut mereka.
Jawab, ‘Jika memang realitasnya sebagimana yang telah Anda jelaskan, maka boleh bagi mereka untuk memendekkan rambut-rambut mereka seukuran hajat yang dituntut saja.
Adapun pemangkasan rambut tadi itu untuk menyerupai wanita-wanita kafir, maka tidak boleh. Hal ini berdasarkan sabda beliau ,
«مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ»
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.”(5)
Catatan:
Tidak boleh bagi seorang wanita untuk mentaati suaminya, jika sang suami menyuruhnya untuk melakukan yang demikian, dikarenakan tidak ada ketaatan kepada makhluq di dalam bermaksiat kepada Sang Pencipta.
(Diambil dari Kitab Silsilah Akhthaaunnisaa` (1) Akhthooun Nisa fi al-Libaas Wa az-Ziinah, Syaikh Nada Abu Ahmad, alih bahasa oleh Muhammad Syahri)
______________________________________
Footnote:
1() HR. At-Tirmidzi (914,915), an-Nasa`iy (5049), al-Bazzar (447), didha’ifkan oleh al-Albaniy di ad-Dha’iifah (678), Imam at-Tirmidzi (Sunan at-Tirmidzi, 3/248) berkata, ‘Pengamalannya adalah berdasarkan hadits ini menurut para ulama, dimana mereka tidak berpandangan (bolehnya) wanita mencukur rambut mereka, dan mereka berpandangan (bolehnya) mereka memangkas rambut mereka.’-pent
2() Wafrah adalah rambut yang panjangnya sampai ke cuping telinga. (Syarhussunah, al-Baghowiy, 12/100)-pent
3() HR. Muslim (320)-pent
4() Wafrah adalah rambut yang panjangnya sampai ke cuping telinga. (Syarhussunah, al-Baghowiy, 12/100)-pent
5() HR. Abu Dawud (4031), Ahmad (5114), dishahihkan oleh Albaniy dalam al-Irwa` (2384), (al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaaniid (14/26))-pent