وَقَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿۞وَٱعبُدُواْ ٱللهَ وَلَا تُشْرِكُواْ بِهِۦ شَيْئًا …﴾
Dan firman-Nya, “Dan sembahlah Allah oleh kalian, dan janganlah kalian mensekutukan-Nya dengan sesuatupun…” (QS. An-Nisa’: 36)
Kosakata:
[وَلَا تُشْرِكُواْ] maknanya adalah tinggalkanlah kesyirikan; yaitu pensetaraan selain Allah dengan Allah dalam perkara yang menjadi kekhususan Allah.
[شَيْئًا] (sesuatu) dalam bentuk nakirah dalam frase nahi (larangan), maka mencakup segala macam kesyirikan, baik yang besar maupun yang kecil.
Makna global bagi ayat tersebut
Allah subhaanahu wata’aalaa memerintah hamba-hamba-Nya untuk beribadah hanya kepada-Nya saja yang tiada sekutu bagi-Nya, serta melarang mereka dari kesyirikan, dan Dia tidak mengkhususkan satu macam bentuk dari berbagai macam bentuk ibadah; tidak do’a, shalat, dan tidak selain keduanya. Agar perkara tersebut berlaku umum mencakup segala macam bentuk ibadah. Dan Dia juga tidak mengkhususkan satu macam bentuk kesyirikan dari berbagai macam bentuk kesyirikan agar larangan tersebut berlaku umum bagi keseluruhan macam bentuk kesyirikan.
Hubungan ayat tersebut dengan bab
Ayat tersebut bermula dengan perintah untuk bertauhid, dan larangan dari syirik; maka di dalam ayat tersebut terdapat tafsir tauhid yaitu beribadah hanya kepada Allah semata dan meninggalkan kesyirikan.
Faidah-faidah yang bisa diambil dari ayat tersebut
- Wajibnya mengesakan Allah dengan peribadatan; dikarenakan Allah telah memerintahkannya di awal perintah, maka ia adalah kewajiban yang paling ditekankan.
- Haramnya kesyirikan, dikarenakan Allah telah melarangnya, maka ia adalah seberat-beratnya perkara yang diharamkan.
- Bahwasannya menjauhi kesyirikan adalah satu syarat bagi keabsahan suatu ibadah. Dikarenakan Allah telah menggandengkan perintah untuk beribadah dengan larangan dari kesyirikan.
- Bahwasannya kesyirikan hukumnya adalah haram; baik sedikit dan banyaknya adalah haram, besar dan kecilnya adalah haram. Dikarenakan kalimat syai-an ada dalam bentuk nakirah dalam frase larangan, maka mencakup keseluruhan kesyirikan.
- Bahwasannya tidak boleh mensekutukan seorangpun bersama Allah dalam peribadatan kepada-Nya; tidak malaikat, tidak seorang Nabi, tidak seorang shalih dari kalangan para wali, tidak juga berhala. Dikarenakan kalimat syai-an adalah bersifat umum.
Sumber: at-Ta’liiq al-Mukhtashar al-Mufiid, Syaikh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah al-Fauzan