-
Haram menyerupai musuh-musuh Allah ﷻ.
-
Haramnya bertabarruj dan kerasnya pengharaman tersebut.
-
Makruhnya wanita keluar rumah untuk shalat ‘Ied dengan tujuan tabarruj.
-
Keutamaan shalat wanita di rumah-rumah mereka dan sesungguhnya shalat mereka di rumah-rumah mereka itu lebih baik dari shalat mereka di masjid-masjid.
-
Terlaknatnya kaum wanita yang sering berziarah kubur, dan penjelasan bahwasannya tidak ada perbedaan dalam ziarah itu antara kubur Rasulullah ﷺ atau kubur yang selain kubur beliau.
-
Pemberian ijin kepada wanita untuk mendatangi masjid-masjid disyaratkan dengan menjauhi (meninggalkan) wewangian dan hal-hal lain yang mampu membangkitkan syahwat laki-laki.
-
Pemberian janji-janji kebaikan kepada wanita dengan berdiam dirinya mereka di rumah-rumah mereka dan penjelasan bahwasannya mereka adalah aurat.
-
Berdiam dirinya kaum wanita di rumah-rumah mereka menyamai pahala jihad di jalan Allah sebagaimana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Bazzar dengan sanad yang bagus.
-
Larangan seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lain dan wanita melihat aurat wanita lain.
-
Perintah untuk menjaga aurat dan larangan untuk menampakkannya.
-
Tidak ada khilaf (perselisihan) tentang haramnya laki-laki melihat aurat laki-laki lain dan wanita melihat aurat wanita lain.
-
Ijma’ atas haramnya laki-laki melihat aurat wanita dan wanita melihat aurat laki-laki, dan penjelasan bahwa diharamkan bagi laki-laki untuk melihat segala sesuatu yang termasuk badan wanita dan wanita melihat segala sesuatu dari badan laki-laki.
-
Wanita-wanita yang menyerupai wanita-wanita kafir dalam masalah tabarruj dan membuka wajah, mereka adalah wanita-wanita berpakaian tetapi telanjang yang ancaman bagi mereka telah diriwayatkan.
-
Wajib atas para pemimpin untuk melarang kaum wanita dari bertabarruj, membuka wajah dan hal-hal yang mengajak kepada terjadinya fitnah.
-
Bersikap lunak terhadap kaum wanita daalam perkara-perkara yang diharamkan termasuk sikap dayyuts (lemah, tak punya rasa cemburu) bukan termasuk perlakuan yang baik.
-
Seorang wanita yang berduaan dengan seorang laki-laki seperti seekor kambing yang sedang berduaan dengan srigala.
-
Berduaannya seorang wanita dengan laki-laki asing adalah sebab timbulnya fitnah walaupun laki-laki yang diajak berduaan itu belum baligh.
-
Seluruh hukuman-hukuman syar’i adalah obat yang bermanfaat.
-
Minyak wanitanya wanita tatkala hendak keluar rumah adalah termasuk sebab-sebab timbulnya fitnah.
-
Tidak boleh bagi kaum wanita untuk berdesakan dengan kaum pria di jalan.
-
Berkumpulnya laki-laki dan wanita tanpa ada kepentingan mendesak adalah bid’ah
-
Tidak disunnahkan bagi kaum wanita untuk mencium hajar aswad juga tidak disunnahkan menyentuhnya kecuali terbebas dari laki-laki yang thawaf.
-
Diantara perantara terbesar menuju fitnah adalah berduaannya seorang wanita dengan laki-laki asing dan larangan terhadap perbuatan tersebut.
-
Ijma’ merupakan penguat haramnya berduaan dengan wanita asing.
-
Bepergiannya (safar) seorang wanita tanpa mahram adalah termasuk perantara fitnah terbesar dan larangan dari perbuatan tersebut.
-
Melarang kaum wanita untuk berhaji tanpa adanya mahram.
-
Bepergiannya seorang wanita dengan pembantu laki-lakinya adalah sebuah kerusakan dan sangat berbahaya atasnya.
-
Diantara kebodohan terbesar kaum wanita yaitu yang berpergian bersama sahabat atau teman laki-laki yang lain tanpa disertai mahram.
-
Berjabat tangan dengan wanita adalah perantara terfitnah dengan mereka.
-
Diantara perantara fitnah terbesar adalah lemah-lembutnya perkataan wanita jika berbicara dengan laki-laki asing.
-
Diantara perantara fitnah terbesar adalah mendengarnya wanita nada-dada lagu.
-
Berbincangnya wanita dengan laki-laki asing termasuk perantara fitnah terbesar.
-
Diantara perantara fitnah wanita adalah menceritakan sifat-sifat wanita kepada laki-laki seakan-akan dia melihatnya.
-
Mengulang-ulang melihat kepada wanita termasuk sebab-sebab fitnah terbesar.
-
Pandangan adalah pengajak rusaknya hati, dan merupakan panah beracun dari panah-panah iblis.
-
Ijma’ bahwa wanita yang ihram wajib menutup kepala dan rambutnya, serta melepaskan kain pada wajahnya.[1]
(Diambil dari kitab Mas-uuliyaatul Mar-ah al-Muslimah, Syaikh DR. Abdullah bin Jarullah al-Jaarullah, di alih bahasakan oleh Muhammad Syahri)
[….](Bersambung)[….]______________________________
[1] Lihat As-Sharimul Masyhur ‘ala Ahlit Tabarruj was Sufur, Syaikh Hamud bin Abdillah at-Tuwaijiri