Kesalahan Para Imam Tarawih Dan Qiyamullail (9)

9. Sebagian Para Imam Berniaga Dengan al-Qur`an Di Dalam Bulan Ramadhan.

 

Maka Anda akan melihatnya di bulan Ramadhan memberikan syarat kepada manusia bahwa shalat tarawih harganya demikian, shalat tahajjud harganya demikian, serta meminta jumlah yang berlebihan, dan jika tidak diberi, maka silahkan mereka mencari imam selainnya. Maka apakah seperti ini keberadaan para pembawa al-Qur`an?

 

Sungguh al-Habiib al-‘Adnaan shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda sebagaimana di dalam Musnad Imam Ahmad, dan Abi Ya’la, at-Thabraniy dan al-Baihaqiy:

 

«اقْرَءُوا الْقُرْآنَ وَاعْمَلُوا بِهِ، وَلَا تَجْفُوا عَنْهُ، وَلَا تَغْلُوا فِيْهِ، وَلَا تَأْكُلُوا بِهِ، وَلَا تَسْتَكْثِرُوا بِهِ»

 

“Bacalah (oleh kalian) al-Qur`an dan beramallah dengannya, janganlah menjauh darinya, janganlah berlebihan padanya (dengan meninggalkan peribadatan yang lainnya), janganlah kalian mencari makan dengannya, dan jangan memperbanyak harta dengannya.” ([1])

 

Dan disebutkan di dalam al-Jaami’ as-Shaghiir hadits milik Imam at-Tirmidzi, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

«مَنْ قَرَأَ القُرْآنَ فَلْيَسْأَلِ اللهَ بِهِ، فَإِنَّهُ سَيَجِيءُ أَقْوَامٌ يَقْرَءُونَ القُرْآنَ يَسْأَلُونَ بِهِ النَّاسَ»

 

“Barangsiapa membaca al-Qur`an, maka hendaknya dia memohon kepada Allah dengannya; dikarenakan nanti akan datang kaum-kaum yang mereka akan membaca al-Quran lalu dengannya mereka meminta kepada manusia.” ([2])

 

Pada riwayat al-Baihaqiy disebutkan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

«مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ يَتَأَكَّلُ بِهِ النَّاسَ جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَوَجْهُهُ عَظْمٌ، لَيْسَ عَلَيْهِ لَحْمٌ»

 

“Barangsiapa membaca al-Qur`an, lalu dengannya dia meminta makan kepada manusia, maka nanti dia akan datang pada hari kiamat, sementara wajahnya adalah tulang yang tak berdaging.” ([3])

 

Maimuun bin Mihran berkata,

 

يَا أَصْحَابَ الْقُرْآنِ! لَا تَتَّخِذُوا الْقُرْآنَ بِضَاعَةً، تَلْتَمِسُوْنَ بِهِ الرِّبْحَ فِيْ الدُّنْيَا، اطْلُبُوا الدُّنْيَا بِالدُّنْيَا، وَالْآخِرَةَ بِالْآخِرَةِ

 

‘Wahai ash-haabul qur-aan! Janganlah kalian menjadi al-Qur`an itu sebagai barang dagangan; yang dengannya kalian mencari keuntungan di dunia; carilah dunia dengan dunia, dan carilah akhirat dengan akhirat.” ([4])

 

Adalah Dhariir biasa bermajlis dengan Sufyan ats-Tsauriy, maka jika ada pada bulan Ramadhan, dia keluar menuju kumpulan banyak manusia, lalu shalat mengimami manusia, kemudian diapun diberi pakaian dan diberi harta. Maka berkatalah Sufyan,

 

إَذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ أُثِيْبَ أَهْلُ الْقُرْآنِ مِنْ قِرَاءَتِهِمْ، وَيُقَالُ لِمِثْلِ هَذَا: قَدْ تَعَجَّلْتَ ثَوَابَكَ فِيْ الدُّنْيَا، فَقَالَ: يَا أَبَا عَبْدِ اللهِ تَقُوْلُ لِيْ هَذَا، وَأَنَا جَلِيْسُكَ؟ قَالَ: أَخَافُ أَنْ يُقَالَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: كَانَ هَذَا جَلِيْسَكَ أَفَلَا نَصْحْتَهُ.

 

“Jika nanti pada hari kiamat, maka ahlul qur`an akan diberikan pahala dari bacaan al-Qur`an mereka, dan akan dikatakan kepada orang semisal ini, ‘Sungguh engkau telah mesegerakan pahala di dunia.’.

 

Maka dia berkata, “Wahai Abu Abdillah, Anda mengatakan yang demikian kepadaku sementara aku adalah teman dudukmu?”

 

Maka Sufyan berkata, “Aku khawatir nanti akan dikatakan (kepadaku) pada hari kiamat, ‘Dulu ini adalah teman dudukmu, mengapa engkau tidak menasihatinya?” ([5])

 

Pernah dikatakan kepada ‘Abdullah bin al-Mubarok,

 

مَنْ سَفَلَةُ النَّاسِ؟ قَالَ: الَّذِيْنَ يَتَعَيَّشُوْنَ بِدِيْنِهِمْ

 

“Siapakah serendah-rendahnya manusia?” Maka dia berkata, “Yaitu orang-orang yang mencari kehidupan dengan agama mereka.”

 

Sariyy as-Saqathiy biasa mencela orang yang makan dengan agamanya seraya berkata,

 

مِنَ النَّذَالَةِ أَنْ يَأْكُلَ الْعَبْدُ بِدِيْنِهِ

 

‘Termasuk bagian dari kerendahan adalah seorang hamba memakan dengan agamanya.”

 

Syubhat dan bantahannya:

 

Barangkali ada orang yang berkata, ‘Sesungguhnya mengambil upah atas membaca al-Qur`an adalah dibolehkan.’ Lalu dia berdalil dengan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

 

«أَحَقُّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ اللهِ»

 

“Perkara yang paling berhak kalian ambil upah karenanya adalah kitabullah.” ([6])

 

Dan hadits ini, tidak ada di dalamnya hujjah baginya untuk mengambil upah atas ilmu. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah ditanya tentang hadits ini, lalu beliau menjawab, “Iya, hadits tersebut tsabit (valid), sesungguhnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya perkara yang paling berhak kalian mengambil upah karenanya adalah kitabullah.” Akan tetapi ia adalah hadits tentang ruqyah, maka jadilah upah tersebut atas kesembuhan orang yang sakit dari kaum tersebut, bukan karena bacaan al-Qur`annya. Selesai.

 

Maka perhatikanlah ucapan Syaikhul Islam, ‘Bukan atas tilawah’, maka ia seperti obat sebagai syarat kesembuhan, maka dimanakah kedudukan hadits ini dari apa yang kita sedang membicarakannya? Maka batallah pendalilan ini.

 

Hadits tersebut, lengkapnya disebutkan oleh al-Bukhari rahimahullah di dalam Shahihnya dari Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma,

 

أَنَّ نَفَرًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرُّوا بِمَاءٍ، فِيهِمْ لَدِيغٌ أَوْ سَلِيمٌ، فَعَرَضَ لَهُمْ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ المَاءِ، فَقَالَ: هَلْ فِيكُمْ مِنْ رَاقٍ، إِنَّ فِي المَاءِ رَجُلًا لَدِيغًا أَوْ سَلِيمًا، فَانْطَلَقَ رَجُلٌ مِنْهُمْ، فَقَرَأَ بِفَاتِحَةِ الكِتَابِ عَلَى شَاءٍ، فَبَرَأَ، فَجَاءَ بِالشَّاءِ إِلَى أَصْحَابِهِ، فَكَرِهُوا ذَلِكَ وَقَالُوا: أَخَذْتَ عَلَى كِتَابِ اللهِ أَجْرًا، حَتَّى قَدِمُوا المَدِينَةَ، فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ، أَخَذَ عَلَى كِتَابِ اللهِ أَجْرًا، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ اللهِ»

 

“Bahwasannya ada serombongan sahabat-sahabat Nabi melewati suatu kaum yang singgah pada tempat pengambilan air, dan di tengah mereka ada seseorang ladiigh (yang terkena sengatan hewan berbisa) atau saliim (yang terkena sengatan hewan berbisa, dengan menggunakan saliim (orang yang selamat) sebagai bentuk optimis akan kesembuhannya-pent). Lalu ada seseorang dari kaum tersebut tampil seraya berkata, “Apakah ditengah kalian ada seorang peruqyah? Sesungguhnya di kaum ini ada seorang lelaki yang terkena sengatan hewan berbisa.” Maka berangkatlah seseorang dari sahabat Nabi kemudian membaca surat al-Fatihah dengan upah seekor kambing, lalu lelaki (yang tersengat hewan berbisa) itu sembuh. Kemudian sahabat tadi datang kepada sahabat-sahabatnya dengan membawa seekor kambing. Maka merekapun mengingkarinya seraya berkata, ‘Engkau mengambil upah atas kitabullah?” Hingga mereka datang ke Madinah, lantas mereka berkata, ‘Ya Rasulallaah, dia telah mengambil upah atas kitabullah.’ Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya perkara yang paling berhak kalian ambil upah karenanya adalah kitabullah.” ([7])

 

Maka tidak ada di dalam hadits tersebut satu hujjahpun bagi orang yang menjadikan ilmu sebagai perniagaan duniawi. Demikian juga, sesungguhnya hadits yang sama adalah sebuah hujjah bagi orang yang berhujjah dengannya. Dikarenakan para sahabat radhiyallaahu ‘anhum mengingkari yang demikian atas sahabatnya, dan hati mereka tidak menjadi tenang karena perbuatannya karena sebuah alasan, yaitu dia telah mengambil upah atas kitabullah. Oleh karena itulah mereka berkata, ‘Ya Rasulullah, dia telah mengambil upah atas kitabullah.’

 

Maknanya, bahwa hal ini telah diakui keburukannya disisi mereka, yaitu buruknya orag yang mengambil upah atas kitabullah. Akan tetapi tatkalah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memberitakan kepada mereka bahwa hal itu boleh pada ruqyah sebagai syarat kesembuhan, sebagaimana ditetapkan oleh Syaikhul Islam. Dan bahwasannya yang diambil oleh sahabat mereka adalah ap ayang telah disyaratkan, yaitu atas kesembuhan si sakit, bukan atas tilawah; maka hilanglah dari mereka permasalahan tersebut.

 

Demikian juga kadang ada yang akan berkata, ‘Para sahabat mengambil ghanimah dalam peperangan.’ Yang dimaksud oleh yang berkata adalah sesungguhnya permisalan ini adalah diqiyaskan dengan harta yang diambil pada hari ini atas dasar membaca al-Qur`an. dan ini adalah perkara aneh yang lain; yaitu diqiyaskan hal ini dengan hal ini. Maka para sahabat, seandainya tujuan mereka adalah ghanimah, maka pastilah batal pahala mereka. Oleh karenanya dipisahkan antara harta-harta ghanimah dan selainnya dari harta-harta ini.

 

Peringatan:

 

Boleh mengambil upah bagi pembaca al-Qur`an, bukan akan bacaannya, akan tetapi karena tertahannya waktu. Dan disunnahkan untuk mengajar disamping mengajarkan al-Qur`an, materi syar’iy apa saja, dalam rangka keluar dari khilaf.

 

(Diterjemahkan oleh Muhammad Syahri dari kitab Akhthaa-unaa Fii Ramadhaan; al-Akhthaa` Allatii Yaqo’u Fiiha al-Aimmah ‘Inda Shalaati al-Qiyaam wa at-Taraawiih, Syaikh Nada Abu Ahmad)

 

_____________________________________________________________

Footnote:

([1]) HR. Ahmad (15568), Abu Ya’la (1518), al-Aahaad wa al-Matsaaniy (2116), Ibnu Abi Syaibah (7742), lihat Shahiih al-Jaami’ (1168), as-Shahiihah (260), al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (8/350)-pent

([2]) HR. At-Tirmidzi (2917), Ahmad (19958), lihat Shahiih al-Jaami’ (6467), as-Shahiihah (257), al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (17/115)-pent

([3]) HR. al-Baihaqiy dalam Syu’bul Iimaan (2384), dinyatakan sebagai hadits maudhu’oleh al-Albaniy dalam Dha’iifu al-Jaami’ (5763)-pent

([4])

([5])

([6]) HR. Al-Bukhari (5405)-pent

([7]) HR. Al-Bukhari (5405)-pent

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *