7. Perhatian Sebagian Imam Dengan Banyaknya Yang Dibaca, Tidak Dengan Bagaimana Dia Membacanya.
Anda akan temukan sebagian qari’ berlomba-lomba dalam jumlah khataman al-Qur`an, sekalipun tidak dengan tadabbur, tidak juga dengan perhatian yang mendalam. Maka ini menyelisihi tujuan diturunkannya al-Quran.
Allah subhaanahu wata’aalaa berfriman,
كِتَٰبٌ أَنزَلنَٰهُ إِلَيكَ مُبَٰرَكٌ لِّيَدَّبَّرُوٓاْ ءَايَٰتِهِۦ وَلِيَتَذَكَّرَ أُوْلُواْ ٱلأَلبَٰبِ ٢٩
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (QS. Shaad: 29)
Adalah salaf mereka berpandangan bahwa sedikit bacaan dari al-Quran dengan disertai tadabbur dan usaha memahami lebih baik daripada banyak membaca darinya dengan disertai kelalaian hati dan pikiran.
Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma berkata,
لَأَنْ أَقْرَأَ الْبَقَرَةَ وَآلَ عِمْرَانَ أُرَتِّلُهُمَا وَأَتَدَبَّرُهُمَا أَحَبُّ إليَّ مِنْ أَنْ أَقْرَأَ الْقُرْآنَ كُلَّهُ هَذْرَمَةً
“Sungguh aku membaca surat al-Baqarah dan Ali ‘Imran, aku membaca keduanya dengan tartil, dan tadabbur, lebih aku sukai daripada aku membaca keseluruhan al-Qur`an dengan cepat (tanpa tadabbur).” ([1])
Dia juga berkata,
لَأَنْ أَقْرَأَ إِذَا زُلْزِلَتْ وَالْقَارِعَةَ أَتَدَبَّرُهُمَا أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَقْرَأَ الْبَقَرَةَ وَآلَ عِمْرَانَ تَهْزِيْراً
“Sungguh aku membaca surata az-Zalzalah dan al-Qari’ah dengan aku mentadabburi keduanya, lebih aku sukai daripada aku membaca surat al-Baqarah dan Ali ‘Imran dengan cepat.” ([2])
Hadzramah dan tahziz adalah bercepat-cepat di dalam membaca al-Qur`an.
Berkata seorang lelaki bernama Nahik bin Sinan kepada ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu,
إِنِّي لَأَقْرَأُ الْمُفَصَّلَ فِي رَكْعَةٍ، فَقَالَ عَبْدُ اللهِ: «هَذًّا كَهَذِّ الشِّعْرِ، إِنَّ أَقْوَامًا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ، وَلَكِنْ إِذَا وَقَعَ فِي الْقَلْبِ فَرَسَخَ فِيهِ نَفَعَ»
“Sesungguhnya aku benar-benar akan membaca surat-surat al-mufashshal dalam satu rakaat.” Maka ‘Abdullah bin Mas’ud berkata, “Bacaan yang terlalu cepat lagi berlebihan seperti cepatnya membaca sya’ir; sesungguhnya ada kaum-kaum yang mereka membaca al-Quran yang tidak sampai melampaui kerongongannya, akan tetapi (bacaan yang benar) adalah jika (bacaan tersbut) mengena di dalam hati, dan menancap di dalamnya, lalu memberikan manfaat.” (HR. Al-Bukhari Muslim) ([3])
Laa tujaawizu taraaqiihim (tidak melampaui tenggorokan mereka), maknanya adalah bahwa mereka membaca al-Qur`an dengan lisan-lisan mereka, dan tidak sampai ke hati-hati mereka.
At-taraaqiy, adalah bentuk jama’ dari tarquwwah, yaitu tulang yang ada di antara lobang leher dan bahu.
Sebagian ulama berkata, ‘al-Qur`an adalah risalah-risalah telah telah datang kepada kita dari Rabbuna azza wa jalla dengan janji-janjinya. Kita mentadabburinya di dalam shalat-shalat, kita berhenti di atasnya pada saat bersendirian, dan kita praktekkan di dalam ketaatan dan sunnah-sunnah yang diikut.” ([4])
(Diterjemahkan oleh Muhammad Syahri dari kitab Akhthaa-unaa Fii Ramadhaan; al-Akhthaa` Allatii Yaqo’u Fiiha al-Aimmah ‘Inda Shalaati al-Qiyaam wa at-Taraawiih, Syaikh Nada Abu Ahmad)
_____________________________________________________________
Footnote:
([3]) HR. Muslim (822), Ahmad (3607), lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (17/139)-pent