5. Meninggalkan Duduk Istirahat setelah setiap empat rakaat
Ini adalah sebuah kesalahan, dan barangkali hal itu terjadi karena terlalu cepat hingga mereka yang shalat tidak merasa capek, dan juga karena semangat mereka untuk menyelesaikan shalat dengan cepat; kadang hal semisal perbuatan ini terjadi dari mereka. Sementara para fuqaha’ telah bersepakat akan disyari’atkannya duduk istirahat setelah setiap empat rakaat, dikarenakan hal itu telah saling diwariskan dari salaf. Sungguh mereka dulu biasa memanjangkan berdiri di dalam shalat tarawih, lalu duduk setelah setiap empat rakaat untuk istirahat. ([1])
Saya katakan, barangkali asal muasal perkara ini adalah perkataan ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha yang telah sering berlalu tentang sifat qiyam Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
يُصَلِّي أَرْبَعًا، فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا، فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ
“Beliau shalat empat rakaat; maka janganlah menanyakan bagus dan panjangnya keempat rakaat tersebut; kemudian beliau shalat empat rakaat, maka jangan menanyakan bagus dan panjangnya keempat rakaat tersebut. ([2])
Maka hadits tersebut memberikan isyarat akan adanya jeda pemisah antara setiap empat rakaat. Dan tidak disyari’atkan pada duduk istirahat ini satu dzikir tertentu, tidak juga selainnya; (tidak) sebagaimana yang biasa dilakukan oleh sebagian orang (dimana mereka membaca dzikir-dzikir tertentu-pent).([3])
(Diterjemahkan oleh Muhammad Syahri dari kitab Akhthaa-unaa Fii Ramadhaan; al-Akhthaa` Allatii Yaqo’u Fiiha al-Aimmah ‘Inda Shalaati al-Qiyaam wa at-Taraawiih, Syaikh Nada Abu Ahmad)
_____________________________________________________________
Footnote:
([1]) Raddu al-Mukhtaar (1/474), Hasyiayah al-‘Adawiy (2/321)
([2]) HR. Al-Bukhari (3376), Muslim (738), at-Tirmidzi (439), an-Nasa-iy (1697) HR. Abu Dawud (1341), lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (27/127)-pent
([3]) Shahiih Fiqih as-Sunnah, Abu Malik (1/420)