Kesalahan Para Imam Tarawih Dan Qiyamullail (1)

 

(1) Bernyanyi dengan al-Qur`an di dalam shalat

 

Maka memperbagusi suara di dalam shalat adalah perkara yang dianjurkan, dimana syari’at yang penuh hikmah ini telah mendakwahkannya.

 

Al-Bukhari dan Muslim telah mengeluarkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

 

«مَا أَذِنَ اللهُ لِشَيْءٍ مَا أَذِنَ لِنَبِيٍّ حَسَنِ الصَّوْتِ بِالقُرْآنِ يَجْهَرُ بِهِ»

 

“Tidaklah Allah mendengarkan sesuatu seperti apa yang Dia mendengarkan seorang Nabi yang bagus suaranya dengan (membaca) al-Quran, lagi mengeraskannya.” ([1])

 

Makna adzinallaah adalah mendengarkan, dan ia adalah sebuah isyarat kepada keridhaan dan penerimaan.

 

Dan makna yataghanna adalah memperbagusi (memperindah) suaranya dengan mengeraskan (bacaannya) seraya melantunkannya dengan diatas jalan menyedih-nyedihkan, yang hal itu termasuk diantara cara yang memiliki pengaruh dalam melembutkan hati, dan mengalirkan air mata. ([2])

 

Al-Bukhari dan Muslim telah mengeluarkan hadits dari al-Barra` bin ‘Aazib radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata,

 

سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَرَأَ فِي الْعِشَاءِ بِـ التِّينِ وَالزَّيْتُونِ فَمَا سَمِعْتُ أَحَدًا أَحْسَنَ صَوْتًا مِنْهُ

 

“Aku pernah mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam membaca al-Qur`an di dalam shalat ‘Isyak dengan surat at-Tiin wazzaituun, maka tidak pernah aku mendengar suara yang lebih bagus dari suara beliau.” ([3])

 

Al-Bukhari telah mengeluarkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

 

« لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِالْقُرْآنِ »

 

“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak melantunkan (keindahan suara) dengan al-Qur`an.” ([4])

 

Abu Musa al-Asy’ariy rahimahullah berkata kepada sang kekasih, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,

 

لَوْ عَلِمْتُ أَنَّكَ تَسْمَعُ لَحَبَّرْتُهُ لَكَ تَحْبِيرًا

 

“Seandainya aku mengetahui bahwa Anda mendengar, maka pastilah aku akan benar-benar memperbagusi bacaanku untuk Anda.”

 

Dan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya,

 

« لَقَدْ أُوتِيتَ مِزْمَارًا مِنْ مَزَامِيرِ آلِ دَاوُدَ »

 

“Sungguh engkau telah diberikan satu seruling dari seruling-seruling keluarga Dawud.” (Muslim) ([5])

 

Adalah ‘Ashim Abu an-Nujuud, jika dia membaca al-Qur`an, maka seakan-akan di kerongkongannya ada genta.

 

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah mendengar bacaan Salim Maula Abu Hudzaifah, dan dia adalah orang yang bagus suaranya, maka beliau bersabda,

 

« الْحَمْدُ للهِ الَّذِي جَعَلَ فِي أُمَّتِي مِثْلَ هَذَا »

 

“Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan di dalam umat ini seperti orang ini.” (HR. Ibnu Majah dengan sanad jayyid) ([6])

 

Yang dimaksud dengan memperindah suara dengan al-Qur`an adalah melagukannya, membuat sedih (bacaannya), dan berupaya khusuk karenanya.

 

Thawus rahimahullah berkata,

 

أَحْسَنُ النَّاسِ صَوْتاً بِالْقُرْآنِ: أَخْشَاهُمْ لِلهِ

 

“Manusia yang paling indah suaranya dengan al-Qur`an, adalah yang paling takut kepada Allah di antara mereka.”

 

Akan tetapi disana terdapat orang yang telah keluar dari kaidah-kaidah, dan dasar-dasar tajwid, dia berangkat melagukan al-Qur`an dan mengumandangkannya dengan kumandang nyanyian. Dan ini bukanlah termasuk syari’at Tuhan Pemilik bumi dan langit.

 

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, ‘Adapun memperindah suara, dan mendahulukan orang yang bagus suaranya daripada selainnya, maka tidak ada perdebatan pada yang demikian. Akan tetapi disana terdapat orang yang keluar dari kaidah-kaidah tajwid, dan mentadabburi al-Qur`an, lalu dia bernyanyi dengan al-Qur`an sebagaimana dia bernyanyi dengan berbagai gubahan lagu, dan sungguh Nabi al-‘Adnaan shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah melarang dari ini.

 

Abu ‘Ubaid telah mengeluarkan hadits di dalam Fadhaa-il al-Qur`an dan al-Baihaqiy di dalam as-Syu’ab, dan at-Thabraniy di dalam al-Ausath dengan sanad yang di dalamnya terdapat kritikan, dari Hudzaifah bin al-Yaman radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata, ‘Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

«اقْرَءُوا الْقُرْآنَ بِلُحُونِ الْعَرَبِ وَأَصْوَاتِهَا، وَإِيَّاكُمْ وَلُحُونَ أَهْلِ الْفِسْقِ وَأَهْلِ الْكِتَابَيْنِ، وَسَيَجِيءُ قَوْمٌ مِنْ بَعْدِي يُرَجِّعُونَ بِالْقُرْآنِ تَرْجِيعَ الْغِنَاءِ وَالرَّهْبَانِيَّةِ وَالنَّوْحِ، لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ، مَفْتُونَةٌ قُلُوبُهُمْ وَقُلُوبُ الَّذِينَ يُعْجِبُهُمْ شَأْنَهُمْ»

 

“Bacalah AL-Qur`an oleh kalian dengan langgam-langgam ‘Arab dan suara-suaranya. Dan berhati-hatilah kalian dari menggunakan langgam-langgamnya pelaku kafasikan dan penganut dua kitab (Yahudi dan Nashraniy). Dan nan akan datang suatu kaum setelah, yang mereka akan melantunkan al-Qur-an dengan lantunan nyanyian, kependetaan, dan rintihan; (bacaan mereka) tidak akan melampaui kerongkongan mereka. Telah terfitnahlah hati-hati mereka dan hati-hati orang yang merasa takjub dengan perkara mereka.”([7])

 

Sekalipun di dalam hadits tersebut terdapat kritikan, hanya saja makna hadits tersebut shahih; dan dikuatkan oleh hadits yang telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan at-Thabraniy dalam al-Kabiir, dan al-Bukhari dalam at-Taariikh dari ‘Abbas al-Ghifariy radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata,

 

«سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَخَوَّفُ عَلَى أُمَّتِهِ سِتَّ خِصَالٍ: إِمْرَةُ الصِّبْيَانِ وَكَثْرَةُ الشُّرَطِ وَالرِّشْوَةُ فِي الْحُكْمِ» [وفي رواية: بيع الحكم] «وَقَطِيعَةُ الرَّحِمِ وَاسْتِخْفَافٌ بِالدَّمِ وَنُشُوءٌ يَتَّخِذُونَ الْقُرْآنَ مَزَامِيرَ يُقَدِّمُونَ الرَّجُلَ لَيْسَ بِأَفْقَهِهِمْ وَلَا بِأَفْضَلِهِمْ يُغَنِّيهِمْ غِنَاءً»

 

“Aku pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menakut-nakuti umat beliau terhadap enam perkara; kepemimpinan kanak-kanak, banyaknya petugas keamanan, dan risywah (suap) di dalam hukum.” [Dalam sebuah riwayat: “Menjual belikan hukum.”] “Memutus tali rahim, meremehkan darah, dan perkembangan generasi yang mereka menjadikan al-Quran sebagai seruling-seruling (nyanyian), mereka lebih mendahulukan seseorang yang tidak paling faqih di antara mereka, dan tidak paling afdhal (utama) diantara mereka, (mereka mendahulukannya hanyalah agar) dia menyanyikan lagu (nyanyian) kepada mereka.” ([8])

 

“Yang dimaksud dengan “bernyanyi” disini adalah apa yang berasal dari alunan musik, pemanjang-manjangan (alunan suara), dan pelaguannya di dalam membaca al-Qur`an, dan yang berupa pemaksaan diri (takalluf) yang berlebihan, melebihi kaidah-kaidah tajwid dan bahasa ‘Arab.

 

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata di dalam Fahaa-ilu al-Qur`aan (hal. 195), “Tujuan yang dimaksud secara syar’iy hanyalah memperbagusi bacaan al-Qur`an dengan suara yang bangit di atas sikap mentadabburi al-Qur`an dan usaha untuk memahaminya, (dan suara yang bangkit di atas kekhuysu’an, ketundukan, dan kepatuhan pada ketaatan; adapun suara-suara dengan irama-irama yang dibuat-buat, lagi di susun di atas wazan-wazan, pola-pola yang melalaikan, dan aturan-aturan musik, maka al-Qur`an harus dibersihkan dari ini, diagungkan dari pembacaannya dengan meniti madzhab ini.”

 

Malik rahimahullah berkata, “Bacaaan dengan lantunan-lantunan lagu tidaklah membuatku takjub, dan aku tidak menyukainya di dalam Ramadhan tidak juga di selain Ramadhan; dikarenakan ia menyerupai nyanyian, dan kelakaran dengan al-Quran seraya b erkata, ‘Si Fulan lebih pandai al-Qur`annya daripada si Fulan’, dan telah sampai kepadaku bahwa para budak-budak perempuan mengajarkan yang demikian sebagaimana mereka mengajarkan nyanyian.”

 

Abu Dzar radhiyallaahu ‘anhu berkata,

 

سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَخَوَّفُ عَلَى أُمَّتِهِ قَوْمًا يَتَّخِذُوْنَ الْقُرْآنَ مَزَامِيْرَ يُقَدِّمُوْنَ الرَّجُلَ يَؤُمُّهُمْ لَيْسَ بِأَفْقَهِهِمْ لَكِنْ لِيُغَنِّيَهُمْ

 

“Aku pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menakut-nakuti umat beliau akan suatu kaum yang mereka menjadikan al-Qur`an sebagai seruling-seruling (nyanyian), mereka mengedepankan seseorang yang mengimami mereka, yang (imam tersebut) bukanlah orang yang paling faqih di antara mereka, akan tetap (mereka menjadikan dia sebagai imam, agar) dia bernyanyi (untuk) mereka.”

 

Mereka, dengan yang demikian, tidak bermaksud untuk memahami makna-makna al-Qur`an; baik berupa perintah dan larangan, janji atau ancaman, nasihat ataupun menakuti-nakuti, atau sebagai pemberian suatu contoh, atau untuk memutuskan hukum…. atau tujuan selainnya dari perkara-perkara yang menjadi tujuan al-Qur`an diturunkan akan tetapi hanya untuk kenikmatan, kesenangan (pada nyanyian), nada, dan lagu-lagu seperti permainan suara, dan suara-suara seruling.”

 

Sebagaimana firman  Allah dalam rangka mencela orang-orang Quraisy:

 

وَمَا كَانَ صَلَاتُهُمْ عِندَ ٱلبَيتِ إِلَّا مُكَآءً وَتَصدِيَةً

 

“Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan…” (QS. Al-Anfaal: 35)

 

Al-Qur`an diturunkan hanyalah untuk ditadabburi ayat-ayatnya, dan difahami makna-maknanya.

 

Allah subhaanahu wata’aalaa berfirman,

 

كِتَٰبٌ أَنزَلنَٰهُ إِلَيكَ مُبَٰرَكٌ لِّيَدَّبَّرُوٓاْ ءَايَٰتِهِۦ

 

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya…” (QS. Shaad: 29)

 

Hal ini melarang dibacakannya al-Qur`an dengan lantunan-lantunan lagu musik, dan menyerupai nyanyian-nyanyian; dan yang demikian itu kontradiksi dengan kekhusyu’an, dan bertentangan dengan rasa takut dan gentar.

 

(Diterjemahkan oleh Muhammad Syahri dari kitab Akhthaa-unaa Fii Ramadhaan; al-Akhthaa` Allatii Yaqo’u Fiiha al-Aimmah ‘Inda Shalaati al-Qiyaam wa at-Taraawiih, Syaikh Nada Abu Ahmad)

 

_____________________________________________________________

Footnote:

([1]) HR. al-Bukhari (7105), Muslim (792), an-Nasa-iy (1017), Abu Dawud (1473) lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (17/146)-pent

([2]) Riyaadhushshaalihiin, Imam an-Nawawiy V.

([3]) HR. al-Bukhari (71007), Muslim (464), Ibnu Majah (835), Ahmad (18589), lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (26/244)-pent

([4]) HR. al-Bukhari (7089), Abu Dawud Bab Shalat (1469), Ahmad (1476), lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (17/149)-pent

([5]) HR. Muslim (793), al-Bukhari (4761), at-Tirmidzi (3855), an-Nasa-iy (1021), lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (16/225)-pent

([6]) HR. Ibnu Majah (1338), al-Hakim (5001), lihat as-Shahiihah (3342), lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (15/157)-pent

([7]) Didha’ifkan oleh al-Albaniy dalam Dha’if al-Jaami’ (1067)-pent

([8]) HR. At-Thabraniy (18/37), al-Haitsamiy rahimahullah (5/245) berkata, ‘HR. At-Thabraniy dengan dua sanad, dan salah satu sanad al-Kabiir dan perawi as-Shahiih. Lihat Jam’u al-Fawaa-id Min Jaami’ al-Ushuul wa Majma’ az-Zawaa-id (2/464)-pent

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *