Kesalahan Khusus Berkaitan Dengan Shalat Tarawih (4-6)

4. Keyakinan sebagian orang bahwa shalat tarawih adalah bukan shalat tahajjud

 

Ini adalah keyakinan yang salah. Justru shalat tarawih dan shalat tahajjud, semuanya disebut qiyamullail (shalat malam) secara mutlak.

 

5. Keyakinan sebagian orang bahwa wanita tidak boleh shalat tarawih di dalam masjid.

 

Ini adalah keyakinan batil, justru boleh bagi wanita untuk mendatangi masjid di dalam bulan Ramadhan dan selainnya.

 

Yang demikian itu berdasarkan hadits yang dikeluarkan oleh al-Bukhari dan Muslim,

 

«لاَ تَمْنَعُوا إِمَاءَ اللهِ مَسَاجِدَ اللهِ»

 

“Janganlah kalian halangi hamba-hamba wanita Allah dari masjid-masjid Allah.”([1])

 

Seorang wanita membutuhkan bekal ketaatan, terutama di dalam Ramadhan. Dimana jumlah yang besar bisa membantu melakukan kebaikan, dan memanjangkan berdiri di belakang imam yang mutqin (hafalannya); agar dia bisa mentadabburi al-Qur`an, dan hatinya bisa khusyu’ untuk Dzat Yang Maha Tunggal, dan agar dengannya, keimanannyapun bertambah.

 

Termasuk diantara dalil yang menunjukkan bolehnya wanita menghadiri shalat tarawih adalah bahwa ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallaahu ‘anhu menjadikan Ubay bin Ka’b sebagai imam bagi kaum laki-laki pada shalat tarawih, dan menjadi Sulaiman bin Abi Haitsamah sebagai imam kaum perempuan, demikian juga yang dilakukan oleh Aliy bin Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu.

6. Keyakinan sebagian orang pentingnya membatasi satu bagian dari al-Qur`an setiap malam.

 

Ini tidak ada dalilnya dari sunnah… sementara perkara dalam hal ini luas, walillaahilhamdu.

 

Abu ‘Utsman an-Nahdiy berkata, ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallaahu ‘anhu memanggil tiga pembaca al-Qur`an, kemudian meminta mereka untuk membaca al-Qur`an. Lalu beliau menyuruh orang yang paling cepat membacanya diantara mereka untuk membaca tiga puluh ayat; memerintah yang bacaannya pertengahan untuk membaca dua puluh lima ayat; dan memerintah yang paling lambat bacaannya untuk membacakan bagi manusia di dalam Ramadhan sepanjang duapuluh ayat.’

 

Dan urusan dalam yang demikian adalah luas.

 

Oleh karena itulah kita katakan, ‘Tidak ada riwayat satu sunnahpun dalam penentuan batasan bagian al-Qur`an yang dibaca di dalam tarawih dari Rasulullah ﷺ.

 

Maka kadar bacaannya berbeda dengan perbedaan kondisi; imam membaca al-Qur`an dengan ukuran yang tidak membuat mereka lari dari jama’ah. Dan seandainya jama’ah sepakat dan ridha dengan pemanjangan bacaan, maka ia adalah yang lebih utama, berdasarkan atsar-atsar yang telah berlalu.

 

Al-Hanafiah, dan Hanabilah mensunnahkan pengkhataman al-Qur`an di dalam bulan Ramadhan untuk memperdengarkan keseluruhan al-Qur`an kepada manusia di shalat tersebut.([2])

 

(Diterjemahkan oleh Muhammad Syahri dari kitab Akhthoo-unaa Fii Ramadhaan, Syaikh Nada Abu Ahmad)

___________________________________

 

Footnote:

([1]) HR. Al-Bukhari (900) Muslim (442)-pent

([2]) Fathul Qadiir (1/335), al-Badaa-i’ (1/289), al-Mughniy (2/169)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *