12. Meninggikan suara tangisan di dalam shalat.
Anda akan melihat pada shalat tarawih, suara-suara sebagian orang meninggi dengan isakan, lagi tersedu-sedu, dan berlebihan di dalam yang demikian hingga sampai pada tingkatan lengkingan dan ratapan. Ini menyelisihi manhaj dan petunjuk kenabian. Bahkan petunjuk Nabi ﷺ di dalam tangisan adalah bahwa beliau meredamnya, lalu terdengar suara gelak air mendidih pada dada beliau. Sebagaimana telah datang di dalam hadits yang dikeluarkan oleh Abu Dawud dari ‘Abdillah bin as-Syikhkhiir radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata,
أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يُصَلِّي، وَلِجَوْفِهِ أَزِيْزٌ كَأَزِيْزِ الْمِرْجَلِ
“Aku mendatangi Nabi ﷺ, sementara beliau sedang shalat, dan pada dada beliau ada suara gemuruh, seperti gemuruhnya ketel (yang digunakan untuk memasak air hingga mendidih).”([1])
Sementara tangisan salaf di dalam shalat mereka, atau selainnya tidaklah teriakan dan lengkingan, bahkan barangkali salah seorang dari mereka menangis, lalu mengalirlah air-air mata mereka, sementara orang di sebelahnya tidak mengetahui kondisinya. Maka mereka adalah manusia yang paling bersemangat berada diatas keikhlasan, dan tidak riya’.
Telah datang riwayat([2]) dari Hasan bin Abi Sinan, ‘Bahwa dia biasa menghadiri majlisnya Malik bin Dinar, maka jika Malik berbicara, Hasanpun menangis hingga apa yang ada di hadapannya basah, namun tidak terdengar suaranya.’
Ibnul Jauziy menyebutkan atsar([3]) yang menunjukkan makna ini. Yaitu atsar dari ‘Ashim, dia berkata, ‘Adalah Abu Wa’il, jika dia shalat di dalam rumahnya maka dia menangis tersedu-sedu([4]), yang seandainya dijadikan untuknya dunia dengan syarat dia harus melakukannya sementara ada satu orang yang melihatnya, maka dia tidak akan melakukannya.’
Adalah Ayyub as-Sikhtiyaaniy, ‘Jika tangisan mendominasinya, maka diapun berdiri, dan adalah dia, jika dia memberikan nasihat, lalu hatinya terenyuh, maka diapun takut dari riya’, kemudian dia mengusap wajahnya, lalu berkata, ‘Betapa susahnya pilek itu.’([5])
Dari Muhammad bin Ziyad, dia berkata, ‘Aku pernah melihat Abu Umamah radhiyallaahu ‘anhu mendatangi seorang laki-laki di dalam masjid, sementara laki-laki itu dalam keadaan sujud sambil menangis di dalam sujudnya, dan berdo’a kepada Rabb-nya. Maka berkatalah Abu Umamah, ‘Engkau, Engkau, andaikan saja hal ini (kamu lakukan) di dalam rumahmu?!!([6])
Dari al-Hasan rahimahullah, bahwa dia pernah memberikan mau’izhah di suatu hari, lalu ada seorang laki-laki menarik nafas panjang di dalam majelisnya. Maka al-Hasan rahimahullah berkata, ‘Jika ia adalah karena Allah, maka Engkau telah membuat dirimu terkenal, dan jika untuk selain Allah, maka sungguh Engkau telah binasa.” ([7])
Muhammad bin Wasi’ rahimahullah berkata, “Aku mendapati kaum laki-laki, adalah seorang laki-laki (dari mereka) kepalanya bersama dengan kepala istrinya di atas satu bantal, sungguh bantal yang berada dibawah pipinya telah menjadi basah oleh air matanya, sementara sang istri tidak merasakannya. Dan sungguh aku telah mendapati kaum laki-laki yang salah seorang dari mereka berdiri di dalam shaf, lalu mengalirlah air matanya di pipinya, sementara orang yang di sebelahnya tidak menyadarinya.”([8])
Ibnul Jauziy rahimahullah berkata, “Dan sungguh Iblis telah memoles dan memperindah bagi kaum ahli ibadah, mereka biasa menangis sementara manusia ada di sekitar mereka, dan ini kadang terjadi padanya, dan tidak mungkin menolaknya. Maka barangsiapa mampu untuk menutupinya, lalu dia menampakkannya, maka sungguh dia telah menantang riya`.”([9]) Selesai.
Nabi ﷺ telah bercerita tentang urusan orang yang berbuat riya`,
«مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللهُ بِهِ ، وَمَنْ يُرَائِي يُرَائِي اللهُ بِهِ»
“Barangsiapa memperdengar-dengarkan (amalnya) maka Allah akan memperdengar-dengarkan amalnya, dan barangsiapa menampak-nampakkan (amalnya) maka Allah akan menampak-nampakkannya.” (HR. al-Bukhari Muslim)([10])
Termasuk diantara permainan syetan terhadap manusia adalah bahwa Anda akan mendapati mereka di dalam shalat tarawih berada di dalam kemalasan kelemahan, akan tetapi jika sang imam mulai berdo’a, maka kulit-kulitpun menjadi merinding, matapun mengalirkan air mata, energy vitalitas pun merambat. Maka dimanakah orang ini saat mendengar al-Qur`an yang jika diturunkan kepada gunung yang tinggi, maka pastilah gunung itu akan hancur dan terbelah? Dimanakah kedudukan ucapan manusia dibandingkan firmannya Tuhan manusia?!
Bahkan perkara yang melampaui batas pada sebagian orang sampai pada tahapan menangis hanya sekedar mendengar suara imam, sekalipun dia tidak mengetahui apa yang sedang dia baca. Ini juga termasuk permainan syetan. Dan bahkan kadang salah seorang dari mereka mengada-adakan tangisan hingga sampai pada lengkingan, ratapan, kejang, dan terjatuh. Ini bukanlah sifatnya orang-orang mukmin yang Rabbul ‘aalamiin telah mensifati mereka di dalam kitab-Nya yang mulia,
ٱللهُ نَزَّلَ أَحسَنَ ٱلحَدِيثِ كِتَٰبًا مُّتَشَٰبِهًا مَّثَانِيَ تَقشَعِرُّ مِنهُ جُلُودُ ٱلَّذِينَ يَخشَونَ رَبَّهُم ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمۡ وَقُلُوبُهُم إِلَىٰ ذِكرِ ٱللهِۚ
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang([11]), gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah…” (QS. az-Zumar (39): 23)
Al-Qurthubiy rahimahullah berkata di dalam tafsirnya([12]) tentang ayat ini, [ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُم وَقُلُوبُهُم إِلَىٰ ذِكرِ ٱللَّهِ] ‘kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah…’, ‘yaitu jiwa-jiwa mereka menjadi tenang karena keyakinan kepada Allah, sekalipun mereka takut kepada-Nya. Maka inilah keadaan orang-orang yang ma’rifat (mengenal) Allah, yang takut terhadap kekuasaan dan hukuman-Nya. Tidak sebagaimana dilakukan oleh orang-orang jahil (bodoh) lagi awam, dan para ahli bid’ah yang hina([13]), berupa jeritan dan raungan, dan berupa lengkingan yang menyerupai ringkikan keledai.
Maka dikatakan kepada orang yang melampaui batas tersebut, serta mengeklaim bahwa yang demikian itu adalah cinta dan kekhusyu’an, ‘Anda tidak akan sampai menyamai keadaan Rasul ﷺ dan juga keadaan para sahabat beliau radhiyallaahu ‘anhum dalam ma’rifah kepada Allah, takut kepada-Nya dan pengagungan kebesaran-Nya. Sekalipun demikian keadaan mereka saat mendengar nasihat adalah memahami Allah, menangis karena takut kepada Allah. Oleh karena itulah, Allah mensifat kondisi ahli ma’rifah saat mendengar penyebutan nama-Nya, dan saat mendengar bacaan kitab-Nya,
وَإِذَا سَمِعُواْ مَآ أُنزِلَ إِلَى ٱلرَّسُولِ تَرَىٰٓ أَعيُنَهُم تَفِيضُ مِنَ ٱلدَّمعِ مِمَّا عَرَفُواْ مِنَ ٱلحَقِّۖ يَقُولُونَ رَبَّنَآ ءَامَنَّا فَاكتُبنَا مَعَ ٱلشَّٰهِدِينَ ٨٣
“Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Quran dan kenabian Muhammad ﷺ).” (QS. al-Maidah (5): 83)
Inilah ciri keadaan dan kisah ucapan mereka. Maka barangsiapa tidak demikian, maka dia tidak berada diatas petunjuk mereka, tidak juga diatas jalan mereka. Maka barangsiapa mau mengambil sunnah, maka hendaknya dia mengambil sunnah mereka. Dan barangsiapa mempraktekkan keadaan orang yang tidak waras dan gila, maka ia adalah termasuk paling rendah keadaannya dari mereka padahal gila itu adalah bermacam-mcam.
At-Tirmidzi rahimahullah meriwayatkan dari al-‘Irbaadz bin Saariyah radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata,
وَعَظَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا بَعْدَ صَلَاةِ الغَدَاةِ مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا العُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا القُلُوبُ
“Rasulullah ﷺ pernah suatu hari selepas shalat subuh memberikan nasihat, dengan sebuah nasihat yang karenanya mata-mata mengalirkan air mata dan hatipun bergetar…”([14]) al-Hadiits.
Dan dia tidak mengatakan, ‘Kami menjerit’, tidak juga, ‘kami menari’, tidak juga ‘kami menghentakkan kaki([15])’, tidak juga ‘kami berdiri.’ Selesai dengan ringkasan.
Ibnul Jauziy rahimahullah menyebutkan di dalam kitabnya([16]), sejumlah atsar yang menunjukkan pondasi ini.
Diantaranya adalah riwayat yang datang dari Abu Hazim, dia berkata, ‘Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma pernah melewati seorang laki-laki dari ‘Iraq yang terjatuh. Maka dia berkata, ‘Ada apa dengannya?’ Mereka menjawab, ‘Jika dibacakan kepadanya al-Qur`an, maka hal ini menimpanya.’ Maka dia menjawab, ‘Sesungguhnya kami benar-benar takut kepada Allah ‘azza wa jalla dan kami tidak pernah jatuh.”
Dari Husain bin ‘Abdirrahman rahimahullah dia berkata, ‘Aku pernah berkata kepada Asma` binti Abi Bakar radhiyallaahu ‘anhuma, ‘Bagaimanakah keadaan para sahabat Rasulullah ﷺ saat membaca al-Qur`an?’ Maka dia menjawab, ‘Mereka, adalah seperti apa yang Allah menyebut mereka (dalam al-Qur`an) atau sebagaimana Allah sifati diri mereka; mata-mata mereka mengalirkan air mata, dan kulit-kulit mereka merinding.” Maka kukatakan kepadanya, ‘Sesungguhnya di sana terdapat kaum laki-laki yang jika dibacakan al-Qur`an kepada salah seorang dari mereka, maka dia akan pingsan.’ Maka Asma` berkata, ‘Aku berlindung kepada Allah dari syetan yang terkutuk.”
Dari Abu ‘Isa rahimahullah, dia berkata, ‘Kami pernah pergi menuju Abdullah bin ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma, lalu Abu as-Sawaar berkata, ‘Wahai Abu ‘Abdirrahmaan, sesungguhnya suatu kaum di sisi kami, jika al-Qur`an dibacakan kepada mereka, maka salah seorang dari mereka akan mengayun-ayunkan kakinya karena takut kepada Allah.’ Dia menjawab, ‘Engkau dusta.’ Dia berkata, ‘Benar, demi Tuhan pemilik bangunan ini.” Dia menjawab, ‘Celaka kamu, jika Engkau benar, maka sesungguhnya syetan benar-benar memasuki rongga salah seorang dari mereka, demi Allah, tidaklah seperti ini para sahabat Muhammad ﷺ.”
Dari ‘Umar bi ‘Abdil ‘Aziz rahimahullah, dia berkata, ‘Aku pernah mendengar Muhammad bin Siriin, dan dia ditanya tentang orang yang mendengar al-Qur`an kemudian pingsan. Maka dia menjawab, ‘Tempat perjanjian antara kami dengan mereka adalah mereka duduk di atas tembok, lalu dibacakan kepada mereka al-Qur`an dari awal hingga akhir, maka jika mereka terjatuh, maka mereka seperti apa yang mereka katakan.’
(Diambil dari kitab Akhthoo-unaa Fii Ramadhaan, Syaikh Nada Abu Ahmad, alih bahasa oleh Muhammad Syahri )
___________________________________
Footnote:
([1]) HR. Abu Dawud (904), an-Nasa`iy (3/13), Ahmad di dalam al-Musnad (4/25, 26). Syaikh al-Arnauth berkata, ‘Ia adalah hadits shahih.’-pent
([2]) Di dalam kitab Shafwatu as-Shafwah (3/239)
([3]) Di dalam kitab Talbiis Ibliis hal. 202
([4]) [نَشَجَ الْبَاكِيْ نَشْجاً وَنَشِيْجاً] maknanya berulang-ulangnya tangisan di dalam dada tanpa ratapan.
([5]) Al-Mudahhisy, milik Ibnul Jauziy.
([7]) Talbiis Ibliis hal. 362-pent
([8]) Hilyatul Auliya (2/347)-pent
([9]) Talbiis Ibliis, hal. 203-pent
([10]) HR. Al-Bukhari (6134), Muslim (2986)-pent
([11]) Maksud berulang-ulang di sini ialah hukum-hukum, pelajaran dan kisah-kisah itu diulang-ulang menyebutnya dalam Al Quran supaya lebih kuat pengaruhnya dan lebih meresap. sebahagian ahli tafsir mengatakan bahwa Maksudnya itu ialah bahwa ayat-ayat Al Quran itu diulang-ulang membacanya seperti tersebut dalam mukaddimah surat Al Faatihah. (Keterangan terjemah DEPAG RI)-pent
([12]) Al-Jaami’ Li Ahkaamil Qur`aan (7/365)
([13]) At-Tughaam adalah manusia rendahan dan penjahat mereka.
([14]) HR. At-Tirmidzi (2676), Shahiih at-Targhiib wa at-Tarhiib (37)-pent
([15]) Zafanna, raqasha, menari, asalanya adalah menghentakkan kaki dan memukulkannya dengan keras, sebagaimana dilakukan oleh seorang penari.
([16]) Talbiis Ibliis, hal. 359.