11. Tidak mengerti dan tidak faham tentang tata cara mengingatkan bacaan imam jika bacaannya rancu (salah)
Maka Anda akan mendapati di dalam shalat tarawih atau tahajjud, jika imam salah, atau berhenti sebentar untuk mengambil nafasnya, bahwa orang yang dibelakangnya, dan orang yang ada di penghujung shaf, dan yang dibelakangnya mengingatkannya. Lalu terjadilah kegaduhan dan mengganggu ketenangan imam, dan tidak bisa difahami sesuatupun. Maka wajib bagi kita untuk memahami fiqih mengingatkan imam agar kita tidak terjerumus di dalam kesalahan.
Termasuk perkara yang diketahui, bahwa jumhur ulama menganjurkan mengingatkan imam, dan yang demikian itu berdasarkan dalil-dalil berikut,
Hadits yang dikeluarkan oleh Abu Dawud dari al-Musawwar bin Yazid al-Asadiy, dia berkata,
شَهِدْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الصَّلَاةِ فَتَرَكَ شَيْئًا لَمْ يَقْرَأْهُ، فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللهِ، تَرَكْتَ آيَةَ كَذَا وَكَذَا، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «هَلَّا أَذْكَرْتَنِيهَا»
“Saya mengikuti Rasulullah ﷺ membaca (al-Qur`an) di dalam shalat, lalu beliau meninggalkan sesuatu yang belum beliau baca.’ Maka berkatalah seorang laki-laki kepada beliau, ‘Ya Rasulullah, Anda telah meninggalkan ayat yang demikian dan demikian.’ Maka Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Mengapa Engkau tidak mengingatkanku?”([1])
Abu Dawud, Ibnu Hibban juga meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” صَلَّى صَلَاةً، فَقَرَأَ فِيهَا فَلُبِسَ عَلَيْهِ، فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ لِأُبَيٍّ: «أَصَلَّيْتَ مَعَنَا؟» قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «فَمَا مَنَعَكَ»
“Bahwasannya Nabi ﷺ shalat suatu shalat, lalu beliau membaca al-Qur`an di dalamnya, kemudian bacaan tersebut kacau atas beliau. Maka tatkala beliau selesai, beliau bersabda kepada Ubay, ‘Apakah Engkau shalat bersama kami?’ Dia menjawab, ‘Ya.’ Maka beliau bersabda, ‘Maka apakah yang menghalangimu?’ (yaitu apa yang menghalangimu dari mengingatkan bacaanku?)([2])
As-Syaukaniy rahimahullah berkata, sebagaimana disebutkan di dalam Nailul Authar (2/373), ‘Dalil-dalil telah menunjukkan disyari’atkannya mengingatkan imam secara mutlak. Maka disaat imam lupa akan suatu ayat pada bacaan jahriyah, maka mengingatkannya adalah dengan mengingatkan ayat yang terlupa tersebut, sebagaimana di dalam hadits bab. Dan pada saat dia lupa selain bacaan al-Qur`an, yaitu berupa rukun-rukun shalat, maka mengingatkannya adalah dengan bertasbih bagi kaum laki-laki dan bertepuk bagi kaum perempuan.” Selesai.
Peringatan:
Pertama, tidak selayaknya mengingatkan imam selagi dia masih mengulang-ulang bacaan, dikarenakan kadang dia tengah mengingat-ingat sendiri, dan itu adalah yang lebih utama.
Kedua, imam tidak perlu diingatkan jika dia diam, dan tidak mengulang bacaan, kecuali jika diamnya terlampau terlambat, dikarenakan mengandung kemungkinan dia tengah sedikit bertafakkur dalam ayat yang sedang dia baca.
Ketiga, imam tidak diingatkan jika dia salah di dalam bacaan, selagi kesalahan tersebut tidak merubah makna. Oleh karenanya, tidak selayaknya mendektenya kecuali jika kesalahannya merubah makna.
Dalilnya adalah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad dan Abu Dawud dari Ubay bin Ka’b radhiyallaahu ‘anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda,
يَا أُبَيُّ، إِنِّي أُقْرِئْتُ الْقُرْآنَ عَلَى سَبْعَةَ أَحْرُفٍ لَيْسَ مِنْهَا إِلَّا شَافٍ كَافٍ، إِنْ قُلْتَ: غَفُوْرًا رَحِيْمًا، أَوْ قُلْتَ سَمِيْعًا عَلِيْمًا أَوْ قُلْتَ عَلِيْمًا سَمِيْعًا ، فالله كذلك ، مَا لَمْ تَخْتِمْ آيَةَ عَذَابٍ بِرَحْمَةٍ، أَوْ آيَةَ رَحْمَةٍ بِعَذَابٍ
“Wahai Ubay, sesungguhnya dibacakan kepada al-Qur`an pada tujuh huruf; tidak ada bagian darinya melainkan perkara yang memutuskan dan mencukupi. Jika Engkau mengatakan ghafuuran rahiiman, atau Engkau mengatakan samii’an ‘aliiman, atau Engkau mengatakan ‘aliiman samii’an, maka Allah memang demikian. Selagi Engkau tidak menutup ayat adzab dengan rahmat, atau ayat rahmat dengan adzab.”([3])
Catatan:
Bagi orang yang hendak mengingatkan imam, maka ia harus memenuhi sebagian syarat, yaitu:
- Laki-laki
Maka wanita tidak boleh mengingatkan imam, jika dia shalat dibelakang kaum laki-laki.
Yang demikian itu berdasarkan hadits yang dikeluarkan oleh al-Bukhari, bahwa Sang Kekasih, Nabi ﷺ bersabda,
إِذَا نَابَكُمْ أَمْرٌ فَلْيُسَبِّحِ الرِّجَالُ، وَلْيُصَفِّحِ النِّسَاءُ
“Jika ada sesuatu menimpa kalian, maka hendaknya kaum laki-laki bertasbih, dan kaum wanita bertepuk.”([4])
Dan kalimat shaffaha bi yadaihi, maksudnya adalah shaffaqa (bertepuk), dan pada sebagian riwayat dengan lafazh seperti ini, yaitu lafazh walyushaffiq.
Sementara pada riwayat Abu Dawud,
التَّسْبِيْحُ لِلرِّجَالِ وَالتَّصْفِيْقُ لِلنِّسَاءِ
“Bertasbih itu adalah untuk kaum laki-laki dan bertepuk itu adalah untuk kaum wanita.”([5])
- Ikhlash.
Yaitu berharap wajah Allah dengan mengingatkan imam, meluruskan niat hanya untuk-Nya, dan menjaga niatnya dari riya`, dan melindunginya dari sum’ah. Dan jangan sampai niatnya adalah agar dia disebut sebagai seorang Qari`, kemudian batallah amalnya.
- Ia dekat dengan imam.
Jelas, lagi bisa didengar suaranya oleh imam. Adapun orang yang jauh, dan mengetahui bahwa imam tidak mendengar suaranya, maka tidak perlu mengingatkannya.
- Yang mengingatkannya hendaknya satu orang.
Adapun yang biasa terjadi dari sebagian orang yang tergesa-gesa, yang berlomba-lomba untuk menjawab dengan suara tinggi lagi bercampur baur, maka akan membuat gaduh dari segala sisi orang-orang yang sedang shalat, sementara imam sendiri tidak bisa menguasai apa yang mereka ucapkan. Maka ini tidak layak bagi kehormatan shalat, tidak juga dengan adab-adab masjid. Maka hendaknya setiap makmum berupaya keras untuk tidak tergesa-gesa, dan berharap agar selainnya mencukupinya.
- Jika sang imam adalah seorang qari’ yang bagus lagi mutqin, serta memiliki pengetahuan tentang qiraa-aat, maka makmum tidak punya hak untuk membetulkannya.
Kecuali jika ia mengetahui secara yakin bahwa huruf yang dia pandang bahwa imam telah melakukan kesalahan padanya adalah bukan huruf yang mutawatir, atau ia mengetahui bahwa imam tidak mengetahui kecuali hanya satu bacaan saja dari qiraa-aat mutawaatir yang dia salah di dalamnya.
- Ia adalah seorang hafizh yang bagus hafalannya bagi ayat yang padanya dia mengingatkan imam.
Menguasai lafazh-lafazh yang mutasyaabih (serupa), lagi yakin dengan kesalahan imam. Jika tidak, maka sesungguhnya sebagian mereka akan menentang imam, dan mendurhakainya. Lalu merusak bacaannya yang benar, maka jadilah si makmum yang melakukan kesalahan.
- Tidak segera mengingatkan imam jika dia diam.
Kecuali jika ia telah yakin bahwa diamnya imam adalah karena lupa. Karena kadang imam diam pada ayat rahmat, atau ayat adzab, atau perintah bertasbih, beristighfar atau berta’awwudz dan yang semisalnya… Kadang ia batuk, atau diam karena menelan ludahnya, atau menarik nafas. Maka pada setiap kondisi ini, selayaknyalah memberinya waktu, dan tidak menyibukkannya.
(Diambil dari kitab Akhthoo-unaa Fii Ramadhaan, Syaikh Nada Abu Ahmad, alih bahasa oleh Muhammad Syahri )
___________________________________
Footnote:
([1]) HR. Abu Dawud (907), Ahmad (16738), Ibnu Khuzaimah (1648), Ibnu Hibban (2240), dihasankan oleh al-Albaniy dalam Shahih Sunan Abi Dawud, lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (27/457)-pent
([2]) HR. Abu Dawud (907), al-Baihaqiy (5574), Ibnu Hibban (2242), lihat Shifat Shalat hal. 17, lihat juga al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (27/458)-pent
([3]) Dishahihkan oleh al-Albaniy dalam Shahiih al-Jami’ (7843)
([4]) HR. Al-Bukhari (7190), Muslim (421)-pent
([5]) HR. Abu Dawud (939), dishahihkan oleh al-Albaniy rahimahullah.