1. Meninggalkan shalat tarawih
Sesungguhnya bulan agung ini adalah harta ghanimah bagi setiap muslim yang menginginkan Allah membebaskan lehernya dari api neraka. Dan oleh karenanya, sesungguhnya Nabi ﷺ mendorong pelaksanaan shalat malam di dalam bulan ini.
Beliau ﷺ bersabda,
«مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ»
“Barangsiapa mendirikan (shalat malam pada) bulan Ramadhan karena iman dan berharap pahala, maka akan diampuni untuknya apa yang telah berlalu dari dosanya.”([1])
Akan tetapi kita menemukan banyak diantara manusia menyibukkan diri dari ibadah agung tersebut dengan menyaksikan tontonan televisi, pergi ke gedung pertunjukan, dan tempat-tempat nyanyian… walaa haula walaa quwwata illaa billaah.
Semua itu, dikarenakan mereka berkayakinan bahwa bulan Ramadhan tidaklah berarti melainkan menahan diri dari makan dan minum di siang hari, kemudian mereka tenggelam di dalam kemaksiatan dan segala kelezatan di waktu malam hari.
Padahal Nabi ﷺ bersabda,
إِنَّ لِلهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عُتَقَاءَ فِيْ كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ- يَعْنِيْ فِيْ رَمَضَانَ -وَإِنَّ لِكُلِّ مُسْلِمٍ فِيْ كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ دَعْوَةً مُسْتَجَابَةً
“Sesungguhnya Allah tabaaroka wa ta’aalaa memiliki orang-orang yang dimerdekakan (dari api neraka) pada setiap hari dan semalam –yakni pada bulan Ramadhan- dan sesungguhnya setiap muslim pada setiap hari dan semalam, memiliki do’a yang mustajab.”([2]) (HR. Ahmad, dan dishahihkan oleh al-Albaniy dalam Shahiih al-Jaami’ (2169))
Maka hendaknya seorang muslim memanfaatkan waktu malam Ramadhan di dalam mentaati ar-Rahman, agar dia menjadi termasuk golongan orang-orang yang dibebaskan dari api neraka, dan beruntung dengan ketenangan dan ketentraman di sorga yang paling tinggi.
2. Meninggalkan shalat tarawih di malam pertama Ramadhan
Setelah selesainya bulan Sya’ban dan hilal Ramadhan, dan bersamaan dengan malam pertama Ramadhan di dalamnya, Anda akan menemui bahwa masjid-masjid ditinggalkan (khususnya jika informasi rukyah hilal terlambat-pent), seakan-akan malam tersebut adalah bukan bagian dari Ramadhan. Pada saat sama kita temukan bahwa pasar-pasar dalam keadaan makmur, dan sangat padat, kemudian shalat tarawihpun tersia-siakan dan bersamanya, pahala yang besarpun tersia-siakan.
3. Meninggalkan shalat tarawih berjama’ah di masjid, lalu melakukannya di dalam rumah.
Sekalipun boleh shalat tarawih di dalam rumah, akan tetapi yang disunnahkan adalah shalat malam di dalam bulan Ramadhan secara berjama’ah di dalam masjid.
Berdasarkan riwayat yang telah valid di dalam hadits dari an-Nu’maan bin Basyiir radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata,
قُمْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، لَيْلَةَ ثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ الْأَوَّلِ، ثُمَّ قُمْنَا مَعَهُ لَيْلَةَ خَمْسٍ وَعِشْرِينَ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ، ثُمَّ قَامَ بِنَا لَيْلَةَ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنْ لَا نُدْرِكَ الْفَلَاحَ، قَالَ: وَكُنَّا نَدْعُو السُّحُورَ الْفَلَاحَ
“Kami berdiri (shalat malam) bersama Rasulullah ﷺ pada malam kedua puluh tiga di bulan Ramadhan hingga sepertiga malam yang pertama, kemudian kami berdiri (shalat malam) bersama beliau pada malam kedua puluh lima hingga separuh malam, kemudian beliau berdiri (shalat malam) bersama kami pada malam kedua puluh tujuh Ramadhan hingga kami menyangka bahwa kami tidak akan mendapati al-falaah.’ Dia berkata, ‘Dulu kami menyebut waktu sahur itu dengan falaah.’ (HR. Ibnu Abi Syaibah, an-Nasa`iy, dan dishahihkan oleh al-Albaniy)([3])
Dan telah valid hadits semisal hadits ini dari Anas, ‘Aisyah, dan Huzhaifah radhiyallaahu ‘anhum.
Nabi ﷺ telah menjelaskan akan keutamaan shalat mereka bersama dengan imam, beliau ﷺ bersabda,
مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ
“Barangsiapa berdiri shaalt bersama dengan imam hingga selesai, maka ditulis baginya shalat sepanjang malam.”([4])
Oleh karena itulah Imam Ahmad berkata,
يُعْجِبُنِيْ أَنْ يُصَلِّيَ مَعَ الْإِمَامِ وَيُوْتِرُ مَعَهُ
“Shalat bersama dengan imam dan berwitir bersamanya membuatku takjub.”
Beliau ditanya, ‘Mengakhirkan qiyam –yaitu tarawih- hingga akhir malam? Maka beliau menjawab, ‘Tidak, sunnahnya kaum muslimin lebih kusukai.’
(Yaitu shalat di dalam masjid bersama dengan imam lebih afdhal, daripada shalat dia sendirian).
(Diterjemahkan oleh Muhammad Syahri dari kitab Akhthoo-unaa Fii Ramadhaan, Syaikh Nada Abu Ahmad)
___________________________________
Footnote:
([1]) HR. al-Bukhari dan Muslim
([2]) Dengan redaksi ini, para pentahqiq Musnad Imam Ahmad (12/421) berkata, ‘Dikeluarkan oleh al-Bazzaar dalam Kasyful Astaar (962) dari jalur Zuhair bin Mu’awiyah, dari Muhammad bin Juhaadah, dari Aban –Ibnu Abi ‘Iyaasy- dari Abu as-Shiddiiq an-Naajiy, dari Abu Sa’iid al-Khudriy radhiyallaahu ‘anhu… dan sanadnya dha’if, karena kelemahan Abaan bin Abi ‘Iyaasy.
Adapun redaksi Imam Ahmad adalah,
«إِنَّ لِلهِ عُتَقَاءَ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ، لِكُلِّ عَبْدٍ مِنْهُمْ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ»
“Sesungguhnya Allah memiliki orang-orang yang dimerdekakan (dari api neraka) pada setiap sehari semalam, setiap hamba diantara mereka memiliki do’a yang mustajab.” (HR. Ahmad (7450) (7443), lihat Shahiih al-Jami’ (2169), Syaikh al-Arnauth berkata, ‘Sanadnya shahih sesuai syarat Syaikhaini.’, lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (1/130))-pent
([3]) Syaikh al-Albaniy rahimahullah berkata di dalam Shalat at-Taraawiih, hal 10, ‘Shahih, diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah di dalam al-Mushannaf (2/90/2), Ibnu nashr (89), an-Nasa-iy (1/238), Ahmad (4/272), dan al-Firyabiy, dan sanadnya shahih, dishahihkan oleh al-Hakim (1/330).’-pent
([4]) HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-nasa-iy, Ibnu Majah, dan ia ada di dalam Shahiih al-Jaami’ (1615)