Kesalahan-Kesalahan Khusus Berkaitan Dengan Shalat Witir (5)

5. Qadha’ shalat witir bagi yang meninggalkannya dengan sengaja

 

Sebagian kelompok dari kalangan ahli ilmu berpendapat bahwa tidak boleh mengqadha’ shalat witir, dan mereka berdalil dengan yang berikut ini:

 

1) Hadits yang dikeluarkan oleh Abu Dawud dan an-Nasa-iy dari Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma, dia berkata,

 

مَنْ صَلَّى مِنَ اللَّيْلِ فَلْيَجْعَلْ آخِرَ صَلَاتِهِ وِتْرًا، فَإِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْمُرُ بِذَلِكَ، فَإِذَا كَانَ الْفَجْرُ فَقَدْ ذَهَبَ كُلُّ صَلَاةِ اللَّيْلِ وَالْوِتْرِ

 

“Barangsiapa shalat dari bagian malam, maka hendaknya dia menjadikan witir sebagai akhir shalatnya. Karena sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam biasa memerintahkannya. Maka jika telah fajar, hilanglah waktu pelaksanaan seluruh shalat malam dan witir.” ([1])

 

2) Mereka juga berdalil dengan hadits yang telah dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah dari Abu Sa’id radhiyallaahu ‘anhu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

 

«مَنْ أَدْرَكَهُ الصُّبْحُ وَلَمْ يُوتِرْ فَلَا وِتْرَ لَهُ»

 

“Barangsiapa disusul oleh waktu subuh, dan dia belum witir, maka tidak ada witir baginya.” ([2])

 

Akan tetapi al-Hafizh berkata tentang hadits ini, “Ini dibawa kepada makna kesengajaan, atau atau ia tidak meniatkan untuk melaksanakannya secara ada’ (pada waktunya).

 

3) Mereka juga berdalil dengan pendapat Muhammad bin Nashr, “Kami tidak menemukan dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam khobar manapun bahwa beliau telah mengqadha’ shalat witir, dan tidak ada juga khobar bahwa beliau memerintah untuk mengqadha’nya.” Selesai.

 

Akan tetapi qadha’ shalat witir telah valid dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam; disebutkan di dalam Shahiih Muslim dari ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha, bahwa beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

 

«…كَانَ إِذَا نَامَ مِنَ اللَّيْلِ مِنْ وَجْعٍ أَوْ غَيْرِهِ، فَلَمْ يَقُمْ مِنَ اللَّيْلِ صَلَّى مِنَ النَّهَارِ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً»

 

“Adalah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam jika beliau tidur di malam  hari, karena sakit atau selainnya, hingga beliau tidak bangun shalat di bagian malam, maka beliau shalat dua belas rakaat di siang hari.” ([3])

 

As-Syaukani berkata di dalam Nailu al-Authar (3/318), “Hadits tersebut menunjukkan akan disyari’atkannya qadha’ witir jika kehilangan.” Selesai.

 

Kemudian as-Syaukaniy menyebut siapa saja yang berpendapat demikian dari kalangan para sahabat, tabi’in dan demikian juga dari kalangan para imam, dan termasuk di antara mereka adalah imam empat.”

 

Di dalam Sunan at-Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majah dari Abu Sa’id al-Khudriy radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata, ‘Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

«مَنْ نَامَ عَنِ الْوِتْرِ أَوْ نَسِيَهُ، فَلْيُصَلِّ إِذَا أَصْبَحَ، أَوْ ذَكَرَهُ»

 

“Barangsiapa ketiduran dari shalat witir, atau dia lupa, maka hendaknya dia menshalatinya jika subuh, atau jika dia mengingatnya.” ([4])

 

Hal ini juga dikuatkan oleh sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,

 

«مَنْ نَامَ عَنْ صَلَاةٍ أَوْ نَسِيَهَا فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا، لَا كَفَّارَةَ لَهَا إِلَّا ذَلِكَ»

 

“Barangsiapa ketiduran dari suatu shalat, atau dia melupakannya, maka hendaknya dia menshalatinya jika dia mengingatnya, tidak ada kaffarah baginya kecuali yang demikian.” ([5])

 

Dan ini umum, masuk di dalamnya seluruh shalat, baik yang fardhu atauun nafilah (sunnah) (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Hadits Anas radhiyallaahu ‘anhu)

 

Kesimpulannya:

 

Bahwasannya barangsiapa sengaja meninggalkan shalat witir hingga masuk waktu subuh, maka tidak disyari’atkan baginya untuk mengqadha’nya sama sekali. Adapun jika dia meninggalkannya karena lupa, atau sakit, atau ketiduran, maka boleh baginya untuk mengqadha’nya.

 

(Diterjemahkan oleh Muhammad Syahri dari kitab Akhthaa-unaa Fii Ramadhaan; al-Akhthaa` al-Khaashshah Bishalaatil Witri Wa Du’aa-i al-Qunuuti Fiihaa, Syaikh Nada Abu Ahmad)

 

_____________________________________________________________

Footnote:

([1]) Ada riwayat lain diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (469), dan ‘Abdurrazzaq dalam Mushannafnya (4613) dari Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma, dia berkata, ‘Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا طَلَعَ الْفَجْرُ فَقَدْ ذَهَبَ كُلُّ صَلَاةِ اللَّيْلِ وَالْوِتْرُ , فَأَوْتِرُوا قَبْلَ طُلُوعِ الْفَجْرِ

“Jika fajar telah terbit, maka hilanglah waktu seluruh shalat malam dan witir, maka witirlah kalian sebelum terbitnya fajar.” (Dishahihkan oleh al-Albaniy dalam al-Irwa` (2/154), dan Shahiih Abu Dawud (1290), lihat juga al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (27/112)-pent

([2]) HR. Ibnu Khuzaimah (1092), Ibnu Hibban (2414), al-Hakim (1125), at-Thayalisiy (2192), dan dishahihkan oleh al-Albaniy dalam al-Irwa` di bawah hadits No. 422, dan dalam Shahiih Wawaarid az-Zham-aan (559), lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (27/120)-pent

([3]) HR. Muslim (746)-pent

([4]) HR. Abu Dawud (1431), Ibnu Majah (1188), at-Tirmidzi (469), dishahihkan oleh al-Arnauth. Dishahihkan juga oleh al-Albaniy dalam al-Misykaah (1279)-pent

([5]) HR. Al-Bukhari (572), Muslim (684), Ahmad (13875), lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (25/57)-pent

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *