1. Keyakinan bahwa shalat witir adalah wajib
Pendapat ini adalah pendapat yang marjuh; dengannya Abu Hanifah berpendapat sendirian, dan tentangnya dia telah menyelisihi jumhur ahli ilmu. Abu Hanifah rahimahullah berdalil atas pendapatnya dengan hadits-hadits dha’if yang tidak valid, atau dengan hadits-hadits yang zhahirnya wajib akan tetapi maknanya telah dipalingkan kepada anjuran.
Dan yang rajih adalah pendapat jumhur; dimana mereka berkata, bahwasannya shalat witir adalah sunnah muakkadah, dan dalil yang menunjukkan akan hal ini adalah:
- Hadits yang telah dikeluarkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Thalhah bin ‘Ubaidillah radhiyallaahu ‘anhu, tentang kisah seorang lelaki yang datang sembari bertanya kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan termasuk bagian yang dia tanyakan kepada beliau adalah tentang shalat. Lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya:
«خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِي الْيَوْمِ، وَاللَّيْلَةِ» فَقَالَ: هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهُنَّ؟ قَالَ: «لَا، إِلَّا أَنْ تَطَّوَّعَ،… …» فَقَالَ الرَّجُلُ : وَاللهِ، لَا أَزِيدُ عَلَى هَذَا، وَلَا أَنْقُصُ مِنْهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَفْلَحَ إِنْ صَدَقَ»
“Shalat lima waktu dalam sehari semalam.” Maka lelaki itu berkata, ‘Apakah ada kewajiban bagi saya selain kelima shalat lima waktu tersebut?’ Maka beliau bersabda, “Tidak, kecuali engkau melakukan yang tathawwu’… …” Maka lelaki itu berkata, ‘Demi Allah, aku tidak akan menambah lebih dari ini, dan aku tidak akan mengurainya.” Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dia beruntung jika dia jujur.” ([1])
Maka di dalam satu hadits ini saja terdapat empat dalil yang menunjukkan wahwa witir bukanlah wajib, maka perhatikanlah.
- al-Bukhari dan Muslim telah mengelruakan hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma:
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا بَعَثَ مُعَاذًا رَضِيَ اللهُ عَنْهُ إِلَى اليَمَنِ، قَالَ: «إِنَّكَ تَقْدَمُ عَلَى قَوْمٍ أَهْلِ كِتَابٍ، فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ عِبَادَةُ اللهِ، فَإِذَا عَرَفُوا اللهَ، فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي يَوْمِهِمْ وَلَيْلَتِهِمْ، …»
“Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tatkala mengutus Mu’adz radhiyallaahu ‘anhu ke Yaman, beliau bersabda, “Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum ahli kitab; maka jadikanlah peribadatan kepada Allah sebagai perkara pertama yang engkau dakwahi mereka kepadanya; maka jika mereka telah mengenal Allah, beritakanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan bagi mereka shalat lima waktu dalam sehari semalam mereka…” ([2])
(Diterjemahkan oleh Muhammad Syahri dari kitab Akhthaa-unaa Fii Ramadhaan; al-Akhthaa` al-Khaashshah Bishalaatil Witri Wa Du’aa-i al-Qunuuti Fiihaa, Syaikh Nada Abu Ahmad)
_____________________________________________________________
Footnote:
([1]) HR. Al-Bukhari (46), Muslim (11), lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (1/32)-pent
([2]) HR. Al-Bukhari (1389), Muslim (19)‑pent