Melengking dengan bacaan amin, dengan teriakan-teriakan penuh semangat yang menyerupai yel-yel. Dan ini adalah termasuk bagian dari kemungkaran-kemungkaran dan bid’ah–bid’ah yang diada-adakan.
Al-Aluusiy rahimahullah berkata sebagaimana di dalam Ruuhu al-Ma’aaniy (8/139):
“Anda akan melihat banyak orang dari orang-orang yang tinggal di zaman Anda bersengaja untuk berteriak di dalam do’a, terutama di masjid-masjid jami’ hingga lafazh (yang keluar darinya) membesar dan dahsyat, hingga pendengaranpun menjadi tuli dan tertutup, dan mereka tidak mengetahui bahwasannya mereka telah mengumpulkan dua kebid’ahan; meninggikan suara dalam berdo’a, dan keberadaannya di dalam masjid.” Selesai.
Dan sungguh dulu para sahabat pernah meninggikan suara-suara mereka dengan berdo’a, lalu Nabi ﷺ melarang mereka darinya;
Al-Bukhari dan Muslim telah mengeluarkan hadits dari Abu Musa al-‘Asy’ariy radhiyallaahu ‘anhu bahwasannya dulu mereka pernah bersama dengan Rasulullah ﷺ dalam suatu safar, lalu mulailah manusia mengeraskan bacaan takbiir, maka Nabi ﷺ bersabda:
«أَيُّهَا النَّاسُ ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ، إِنَّكُمْ لَيْسَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا، إِنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا، وَهُوَ مَعَكُمْ»
“Wahai manusia, sayangilah diri kalian sendiri([1]), sesungguhnya kalian tidaklah menyeru kepada yang tuli, tidak juga tidak hadir; sesungguhnya kalian tengah menyeru Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat, dan Dia bersama kalian.” ([2])
Sebagai sebuah perhentian sejenak:
Dan bacaan amin para makmum di dalam shalat (ucapan mereka aamiin) adalah termasuk dzikir yang disunnah untuk dikeraskan dengan kadar tercapaianya tujuan dengannya.
Para ualama berkata, “Batasan israar (memelankan suara) adalah melafazahkan (kata-kata) dengan menggerak-gerakkan lisan dengan huruf dari makhraj-makhrajnya dengan suara yang minimalnya adalah dia perdengarkan untuk dirinya sendiri.”
Jahr, adalah melafazhkan (kata-kata) dengan menggerak-gerakkan lisan dengan huruf dari makhraj-makhrajnya dengan suara yang didengar oleh orang yang didekatnya; dan tidak ada batasan bagi yang paling tingginya.”
(Diterjemahkan oleh Muhammad Syahri dari kitab Akhthaa-unaa Fii Ramadhaan; al-Akhthaa` al-Khaashshah Bishalaatil Witri Wa Du’aa-i al-Qunuuti Fiihaa, Syaikh Nada Abu Ahmad)
_____________________________________________________________
Footnote:
([1]) Irba’uu ‘alaa anfusikum, maksudnya adalah sayangilah diri-diri kalian sendiri, dan aia adalah perintah untuk berhenti, diam dan menahan diri.
([2]) HR. Al-Bukhari (2830), Muslim (2704), lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (1/143)-pent