وَلَهُمَا فِيْ حَدِيْثِ عِتْبَانَ: «فَإِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ يَبْتَغِيْ بِذَلِكَ وَجْهَ اللهِ»
Dan milik keduanya dalam hadits ‘Itbaan radhiyallaahu ‘anhu. “Maka sesungguhnya Allah telah mengharamkan Neraka bagi orang yang mengucapkan laa ilaaha illallaahu, yang dengannya dia mencari wajah Allah.” ([1])
‘Itban
Dia adalah ‘Iban bin Malik bin ‘Amr bin al-‘Ajlaan al-Anshariy radhiyallaahu ‘anhu, dari Bani Salim bin ‘Auf, seorang sahabat yang terkenal, beliau wafat pada kekhilafahan Mu’awiyah radhiyallaahu ‘anhu.
Kosakata:
[وَلَهُمَا] yaitu al-Bukhari Muslim dalam Shahiih keduanya telah meriwayatkan hadits ini dengan kesempurnaannya, dan ini adalah satu bagian darinya.
[حَرَّمَ عَلَى النَّارِ] at-tahriim adalah al-man’u (melarang), yaitu melarang neraka untuk menyentuhnya.
[يَبْتَغِيْ بِذَلِكَ وَجْهَ اللهِ] yaitu mengikhlashkan ucapan itu dari hatinya, lalu mati di atasnya, dan tidak mengucapkannya karena nifaq.
Makna global bagi hadits tersebut:
Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memberitakan sebuah berita yang dikukuhkan bahwa orang yang melafazhkan kalimat laa ilaaha illallaah dengan meniatkan apa yang ditunjukkan olehnya; berupa keikhlasan dan menafikan kesyirikan serta mengamalkannya baik secara lahir batin, dan mati di atas keadaan tersebut, maka api Neraka tidak akan menyentuhnya pada hari kiamat.
Hubungan kesesuaian hadits dengan bab:
Bahwasannya di dalamnya terdapat dalil yang jelas akan keutamaan tauhid, dan bahwa bagi orang yang mati di atas tauhid, maka tauhid mewajibkan keselamatan dari api Neraka serta penghapusan dosa dan kesalahan.
Faidah yang bisa diambil dari hadits:
- Keutamaan tauhid, dan bahwa tauhid akan membebaskan dari Neraka dan menghapuskan dosa-dosa.
- Bahwasannya tidak cukup di dalam keimanan sekedar mengucapkannya tanpa keyakinan di dalam hati, sebagaimana keadaan orang-orang munafiq.
- Bahwasannya tidak cukup di dalam keimanan sekedar menyakininya tanpa mengucapkannya seperti keadaan para penentang.
- Pengharaman Neraka bagi ahluttauhid yang sempurna.
- Bahwasannya amal tidak akan bermanfaat kecuali jika ikhlash demi wajah Allah subhaanahu wata’aalaa dan di atas sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
- Bahwasannya orang yang mengucapkan laa ilaaha illallaah sementara dia menyeru selain Allah, maka ucapannya tidak memberinya manfaat sebagaimana keadaan para penyembah kuburan pada hari ini; mereka mengucapkan laa ilaaha illallaah sementara mereka berdo’a kepada orang-orang yang telah mati dan bertaqarrub kepada mereka.
- Penetapan wajah bagi Allah subhaanahu wata’aalaa sesuai dengan apa yang layak bagi keagungan dan kebesaran Allah.
Sumber: at-Ta’liiq al-Mukhtashar al-Mufiid, Syaikh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah al-Fauzan
_______________
Footnote:
([1]) HR. al-Bukhari (425, 667, 6422, 6938), Muslim (33)