Penghapus-Penghapus Dosa Dari al-Qur`an al-Kariim (8) Istighfar
Dengannya segala dosa akan diampuni, dan dengannya bisa masuk sorga:
- Allah ﷻ berfirman,
وَٱلَّذِينَ إِذَا فَعَلُواْ فَٰحِشَةً أَو ظَلَمُوٓاْ أَنفُسَهُم ذَكَرُواْ ٱللهَ فَاستَغفَرُواْ لِذُنُوبِهِم وَمَن يَغفِرُ ٱلذُّنُوبَ إِلَّا ٱللهُ وَلَم يُصِرُّواْ عَلَىٰ مَا فَعَلُواْ وَهُم يَعلَمُونَ ١٣٥ أُوْلَٰٓئِكَ جَزَآؤُهُم مَّغفِرَةٌ مِّن رَّبِّهِم وَجَنَّٰتٞ تَجرِي مِن تَحتِهَا ٱلأَنهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَاۚ وَنِعمَ أَجرُ ٱلعَٰمِلِينَ ١٣٦
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri([1]), mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.” (QS. Ali Imraan (3): 135-136)
[Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri], yaitu muncul dari mereka perbuatan-perbuatan [buruk] yang besar, atau selainnya, mereka bersegera untuk bertaubat dan beristighfar, mengingat Rabb mereka, dan apa yang Allah ancamkan kepada orang-orang yang berbuat maksiat, dan yang Dia janjikan bagi orang-orang yang bertakwa. Lalu mereka memohon ampunan bagi dosa-dosa mereka kepada-Nya, memohon agar Dia menutupi aib-aib mereka, bersamaan dengan mereka tinggalkan dosa-dosa tersebut, dan menyesalinya. Oleh karenanya Dia berfirman, [Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui].
[Mereka itu] yang disifati dengan sifat-sifat tersebut, [balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka] yang akan menyingkirkan dari mereka segala bahaya [dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai] di dalamnya terdapat berbagai kenikmatan yang permanen, suka cita, kesenangan, kemuliaan, kebaikan, istana-istana, rumah-rumah elegan yang tinggi-tinggi menjulang, pohon-pohon yang berbuah indah, sungai-sungai yang mengalir di tempat-tempat tinggal yang baik tersebut [sedang mereka kekal di dalamnya] mereka tidak akan dipindahkan darinya, tidak menginginkan penggantinya dengannya, dan kenikmatan yang pada mereka tidak akan pernah berubah. [Dan itulah Sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal] mereka beramal untuk Allah dengan amal yang sedikit, kemudian mereka diberi pahala yang banyak. Maka dipagi hari manusia memuji orang yang dermawan, dan pada saat hari pembalasan, seorang yang beramal akan mendapati pahalanya sempurna lagi berlimpah.’([2])
- Allah ﷻ berfirman,
وَمَن يَعمَل سُوٓءًا أَو يَظلِمۡ نَفسَهُۥ ثُمَّ يَستَغفِرِ ٱللهَ يَجِدِ ٱللهَ غَفُورًا رَّحِيمًا١١٠
“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. an-Nisaa` (4): 110)
‘Yaitu barangsiapa berani lancang berada di atas kemaksiatan, dan menerobos dosa, kemudian dia beristighfar (memohon ampun) kepada Allah dengan istighfar sempurna yang mengharuskan pengakuan dosa, menyesalinya, meninggalkannya, dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. Maka istighfar seperti inilah yang Allah, Dzat yang tidak pernah menyelisihi janji telah berjanji akan memberinya ampunan dan rahmat.
Maka akan diampuni untuknya, dosa apapun yang bersumber darinya. Dan akan dihilangkan darinya segala perkara yang diakibatkan oleh maksiat; baik berupa kekurangan atupun aib. Kemudian Allah akan mengembalikan kepadanya segala perkara yang pernah dia persembahkan; yaitu berupa amal shalih. Dan Allah akan memberinya taufiq pada usianya yang akan datang. Dan Dia tidak akan menjadikan dosanya sebagai penghalang bagi taufiq-Nya, dikarenakan Dia telah mengampuninya. Dan jika Dia telah mengampuninya, maka Diapun akan mengampuni akibatnya.
Ketahuilah bahwa perbuatan buruk secara mutlak, mencakup keseluruhan maksiat; yang kecil dan besar. Dan diberi nama [سُوءًا] buruk, dikarenakan keberadaannya yang membuat buruk pelakunya dengan hukuman-Nya. Dan karena keberadaannya sebagai perkara buruk di dalam dirinya, dan tidak baik.
Demikian juga menzhalimi diri sendiri secara mutlak mencakup kezhalimannya dengan syirik dan apa yang ada dibawahnya. Akan tetapi saat salah satu dari keduanya digandengkan dengan yang lain, maka kadang masing-masing ditafsirkan dengan apa yang mencocokinya. Amalussuu` disini ditafsirkan dengan kezhaliman yang mencederai manusia; yaitu kezhaliman mereka di dalam darah, harta, dan kehormatan-kehormatan mereka.
Kezhaliman jiwa ditafsirkan dengan kezhaliman dan maksiat-maksiat yang ada antara Allah dan hamba-Nya. Kezhaliman jiwa disebut sebagai sebuah ‘kezhaliman’ dikarenakan jiwa seorang hamba bukanlah miliknya, yang dia bisa berbuat sesukanya; namun ia adalah milik Allah jalla jalaaluhu, yang Dia telah menjadikannya sebagai amanah pada diri seorang hamba. Dia perintahkan hamba-Nya untuk menegakkannya di atas jalan keadilan, dan membuatnya konsisten menuju jalan yang lurus baik secara ilmu maupun amal. Kemudian hamba itu akan bekerja keras untuk mengajari jiwanya segala perkara yang diperintahkan, serta berupaya keras di dalam mengamalkan segala yang diwajibkan. Maka kerja keras seorang hamba pada selain jalan ini adalah sebuah kezhaliman terhadap jiwanya sendiri; pengkhianatan, dan penyimpangan dari keadilan yang lawannya adalah kejahatan dan kezhaliman.”([3])
- Allah ﷻ berfirman,
فَاستَغفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوٓاْ إِلَيهِۚ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُّجِيبٌ ٦١
“… karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya).” (QS. Huud (11): 61)
[… karena itu mohonlah ampunan-Nya] dari segala perkara yang bersumber dari kalian; baik berupa kekufuran, kesyirikan, dan kemaksiatan. Berhentilah darinya, [kemudian bertobatlah kepada-Nya] maksudnya, kembalilah kepadanya dengan taubat nashuhah, dan inabah, [sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)] yaitu Dia Maha Dekat kepada orang yang berdo’a kepada-Nya dengan do’a permintaan ataupun do’a ibadah. Dia akan menjawabnya dengan memberikan kepadanya permintaannya, serta menerima peribadatannya dan memberikan pahala kepadanya atas ibadahnya tersebut dengan sebesar-besarnya pahala.
Dan ketahuilah bahwa kedekatan-Nya ﷻ ada dua macam; umum dan khusus. Dekat-Nya Allah yang bersifat umum adalah kedekatan-Nya dengan ilmu-Nya terhadap seluruh makhluk. Yaitu kedekatan yang disebutkan di dalam firman-Nya,
وَنَحنُ أَقرَبُ إِلَيهِ مِن حَبلِ ٱلوَرِيدِ ١٦
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qaaf (50): 16)
Sementara sifat dekat khusus-Nya adalah kedekatan-Nya kepada orang-orang yang menyembah-Nya, meminta kepada-Nya, serta orang-orang yang mencintai-Nya. Yaitu kedekatan yang disebutkan di dalam firman-Nya,
وَٱسجُد وَٱقتَرِب ۩ ١٩
“…dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan).” (QS. al-‘Alaq (96): 19)
Di dalam ayat ini, dan di dalam firman-Nya ﷻ,
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌۖ أُجِيبُ دَعوَةَ ٱلدَّاعِ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa …” (QS. al-Baqarah (2): 186) dan pada jenis ini, terdapat sifat dekat yang mengandung sikap lembutnya Allah ﷻ, sifat pemenuhan-Nya terhadap do’a-do’a mereka, serta perealisasian-Nya bagi keinginan-keinginan mereka. Oleh karena itulah nama-Nya al-Qariib (Maha Dekat) digandengkan dengan nama-Nya al-Mujib (Maha Menjawab (Mengabulkan)).([4])
(Diambil dari kitab Mukaffiraatu adz-Dzunuubi wal Khathaayaa Wa Asbaabul Maghfirati Minal Kitaabi Was Sunnah oleh DR. Sa’id bin ‘Aliy bin Wahf al-Qahthaniy, alih bahasa oleh Abu Rofi’ Muhammad Syahri)
_____________________________________
Footnote:
([1]) Yang dimaksud perbuatan keji (faahisyah) ialah dosa besar yang mana mudharatnya tidak hanya menimpa diri sendiri tetapi juga orang lain, seperti zina, riba. Menganiaya diri sendiri ialah melakukan dosa yang mana mudharatnya hanya menimpa diri sendiri baik yang besar atau kecil. (Terjemah DEPAG RI)
([2]) Taisiiru al-Kariim ar-Rahmaan, hal. 157.
([3]) Taisiiru al-Kariim ar-Rahmaan, hal. 217-218
([4]) Taisiiru al-Kariim ar-Rahmaan, hal. 443.