@Fiqih Imamah (13)1 ed
Adab Imam Dalam Shalat (1)
Pembaca yang budiman, sampailah kita sekarang pada pembahasan Adab Imam Dalam Shalat yang meliputi:
1. Meringankan Shalat dengan disertai kesempurnaannya.
Berdasarkan hadits Abu Hurairah , bahwa Nabi bersabda:
« إِذَا أَمَّ أَحَدُكُمُ النَّاسَ فَلْيُخَفِّفْ فَإِنَّ فِيهِمُ الصَّغِيرَ وَالْكَبِيرَ وَالضَّعِيفَ وَالْمَرِيضَ [وَذَا الْحَاجَةِ] فَإِذَا صَلَّى وَحْدَهُ فَلْيُصَلِّ كَيْفَ شَاءَ »
“Jika salah seorang dari kalian mengimami manusia, maka hendaknya dia meringankannya, karena di tengah mereka terdapat anak-anak kecil, orang tua, orang lemah, orang sakit, dan [orang yang memiliki keperluan (urusan)], jika dia shalat sendirian maka shalatlah bagaimana dia kehendaki.” (HR. al-Bukhari (703), Muslim (467))
Juga hadits Jabir bin ‘Abdillah , bahwa Mu’adz bin Jabal , biasanya shalat Isya’ bersama Nabi , kemudian dia pulang untuk mengimami kaumnya. (Suatu ketika) dia shalat Isya’ (mengimami kaumnya) lalu membaca al-Baqarah, maka sampailah kejadian itu kepada Nabi , maka beliau bersabda:
« يَا مُعَاذُ أَفَتَّانٌ أَنْتَ – أَوْ فَاتِنٌ ثَلاَثَ مِرَارٍ – فَلَوْلاَ صَلَّيْتَ بِسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ ، وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا ، وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى ، فَإِنَّهُ يُصَلِّى وَرَاءَكَ الْكَبِيرُ وَالضَّعِيفُ وَذُو الْحَاجَةِ »
“Wahai Mu’adz, apakah Engkau tukang membuat fitnah? -atau Engkau pembuat fitnah?- tiga kali. Andai saja Engkau shalat dengan (membaca surat) sabbihisma robbika, dan wasysyamsi wa dhuhaha, wallaili idza yaghsya, karena sesungguhnya orang-orang tua, orang-orang lemah, dan yang memiliki hajat keperluan shalat di belakangmu.” (HR. al-Bukhari (705), Muslim (465))
Demikian pula hadits Abu Mas’ud , dia berkata, “Datang seorang laki-laki kepada Rasulullah seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku benar-benar terlambat dari shalat subuh karena si Fulan, karena dia memanjangkan bacaan bersama kami.’ Maka aku tidak melihat Nabi marah dalam mau’izhah beliau sama sekali yang lebih keras dari marah beliau pada hari itu. Kemudian beliah bersabda:
« أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ مِنْكُمْ مُنَفِّرِيْنَ، فَأَيُّكُمْ أَمَّ النَّاسَ فَلْيُخَفِّفْ، فَإِنَّ فِيْهِمُ [الْمَرِيْضُ]، وَالضَّعِيْفُ، وَالْكَبِيْرُ، وَذَا الْحَاجَةِ »
“Wahai manusia, sesungguhnya di antara kalian ada orang yang membuat orang lain lari, maka siapa saja diantara kalian yang mengimami manusia, hendaknya ia meringankan, karena sesungguhnya di tengah mereka [ada orang sakit], orang lemah, orang tua, dan orang yang memiliki keperluan.” (HR. al-Bukhari (702), Muslim (466), dan yang berada didalam kurung [] adalah dari riwayat al-Bukhari (90))
Juga hadits Abu Qatadah , dari Nabi , beliau bersabda:
« إِنِّى لأَقُومُ فِى الصَّلاَةِ أُرِيدُ أَنْ أُطَوِّلَ فِيهَا ، فَأَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِىِّ ، فَأَتَجَوَّزُ فِى صَلاَتِى كَرَاهِيَةَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمِّهِ »
“Sesungguhnya aku benar-benar berdiri dalam shalat, aku ingin memanjangkannya, lalu aku mendengar tangisan seorang anak kecil, maka aku pun meringankan shalatku karena aku tidak suka memberatkan ibunya.” (HR. al-Bukhari (707), Muslim (473))
Juga hadits ‘Utsman bin Abil ‘Ash, dan di dalamnya disebutkan
« أُمَّ قَوْمَكَ فَمَنْ أَمَّ قَوْمًا فَلْيُخَفِّفْ فَإِنَّ فِيهِمُ الْكَبِيرَ وَإِنَّ فِيهِمُ الْمَرِيضَ وَإِنَّ فِيهِمُ الضَّعِيفَ وَإِنَّ فِيهِمْ ذَا الْحَاجَةِ وَإِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ وَحْدَهُ فَلْيُصَلِّ كَيْفَ شَاءَ »
“Imamilah kaummu, barangsiapa mengimami suatu kaum, maka hendaknya dia meringankannya, karena di tengah mereka ada orang tua, di tengah mereka ada yang sakit, di tengah mereka ada yang lemah, dan ada yang memiliki keperluan. Jika salah seorang di antara kalian shalat sendirian, maka shalatlah bagaimana dia suka.” (HR. Muslim (468))
Demikian pula hadits Anas , dia berkata,
كَانَ النَّبِىُّ يُوجِزُ الصَّلاَةَ وَيُكْمِلُهَا
“Adalah Nabi meringankan dan menyempurnakan shalat.” (HR. al-Bukhari (706), Muslim (469))
Peringanan bacaan di sini adalah perkara yang relatif yang dikembalikan kepada apa yang dilakukan dan dibiasakan oleh Nabi . Maka perbuatan beliaulah yang menjadi ukuran ringan dan tidaknya. Oleh karena itulah Ibnu ‘Umar berkata:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ يَأْمُرُ بَالتَّخْفِيْفِ وَيَؤُمُّنَا بِالصَّافَاتِ
“Adalah Rasulullah memerintahkan kami untuk meringankan, dan beliau mengimami kami dengan membaca as-Shaffat.” (Shahih, HR. an-Nasa’i (826), Shahih Sunan an-Nasa`i (1/272))
Ibnul Qayyim berkata, ‘Membaca as-Shaffat termasuk peringanan yang diperintahkan, wallahu a’lam.” (Zadul Ma’ad, (1/214))
Agar semakin mempermudah gambaran “meringankan” yang sesuai dengan harapan Nabi perlu kiranya kita mengetahui bacaan apa saja yang dibaca oleh Nabi dalam shalat lima waktu. (lihat Sifat Shalat Nabi, al-Albani (79-))
Bacaan beliau dalam shalat Subuh:
Kadang beliau membaca membaca Thiwalul2 Mufashshal3, kadang juga beliau membaca al-Waqi’ah (56), dan surat semacamnya dalam dua rakaat4. Beliau juga membaca surat at-Thur (52) pada haji wada’5. Kadang pula beliau membaca surat Qaaf (50), dan semacamnya pada rakaat pertama6.
Kadang beliau membaca Qisharul Mufashshal seperti at-Takwir (81)7. Pernah juga Nabi membaca surat yang sama pada dua rakaat, yaitu surat az-Zalzalah (99), hingga perawi mengatakan, ‘Aku tidak tahu, apakah Rasulullah lupa atau sengaja’8. Pernah suatu ketika beliau membaca al-Falaq (113) dan an-Nas (114) dalam perjalanan9. Bahkan beliau juga pernah membaca lebih banyak dari itu, beliau membaca hingga 60 ayat atau lebih10.
Kadang beliau membaca surat ar-Rum (30)11, kadang juga dengan membaca surat Yasin (36)12. Sekali waktu beliau pernah shalat subuh di Makkah dengan membuka surat al-Mukminun (23) hingga ayat yang menyebut Musa atau Isa, kemudian beliau ruku’.13 Kadang beliau mengimami dengan membaca surat as-Shaffat (37)14. Pada subuh hari Jum’at beliau membaca as-Sajdah (32) pada rakaat pertama dan al-Insan (76) pada rakaat kedua15.
Bacaan beliau dalam shalat Zhuhur dan Ashar
Kadang beliau memanjangkannya hingga pernah suatu ketika shalat zhuhur sudah diiqamati, kemudian ada seorang yang pergi ke Baqi’, lalu menunaikan hajatnya, kemudian dia pulang ke rumahnya, lalu berwudhu’, kemudian dia datang ke masjid, sementara Rasulullah masih berada pada rakaat yang pertama, karena panjangnya16. Biasanya beliau membaca seukuran 30 ayat pada masing-masing rakaat, yaitu seukuran surat as-Sajdah (32)17. Kadang beliau membaca at-thariq, al-Buruj, al-Lail dan surat semacamnya18. Beliau juga membaca al-Insyiqaq dan semacamnya19.
Bacaan beliau dalam shalat Maghrib
Kadang beliau membaca surat-surat pendek, hingga salah seorang sahabat pernah shalat bersama beliau, dan ketika selesai lalu dia beranjak pergi, dia masih bisa melihat tempat lembingnya (artinya ia masih bisa melihat tempat jatuhnya panah jika ia melepaskannya dengan busurnya, karena masih terang)20. Dan dalam sebuah perjalanan, beliau pernah membaca at-Tiin (95) pada rakaat kedua21. Kadang beliau juga membaca surat Muhammad (47)22. Sekali waktu beliau membaca at-Thuur (52)23, waktu yang lain beliau membaca al-Mursalat (77)24. Pernah juga beliau membaca al-‘Araaf (7) dalam dua rakaat25, kadang beliau juga membaca al-Anfal (8) dalam dua rakaat26.
Bacaan beliau dalam shalat ‘Isya`
Adalah Nabi membaca washathil mufashshal (antara an-Naba` hingga ad-Dhuha) dalam dua rakaat pertama27, kadang beliau membaca asy-Syams dan semacamnya28. Kadang beliau membaca al-Insyiqaq29, beliau juga membaca at-Tiin pada rakaat pertama30.
Demikianlah Nabi yang telah memerintahkan imam untuk meringankan bacaan, beliau juga mencontohkan bacaan beliau dalam shalat 5 waktu. Maka seluruh bacaan yang beliau baca dalam shalat fardhu tersebut adalah ringan (sesuai dengan kemampuan makmum beliau. Pent). Maka, jika kita memperhatikan bacaan-bacaan Nabi tersebut akan kita dapati bahwa ringan yang dimaksud di sini terbagi menjadi dua; ringan yang lazim (wajar, seharusnya) yaitu bacaan yang tidak melampaui panjang bacaan Rasul ; dan ringan ‘arid, yaitu lebih meringankan bacaan melebihi ringannya sunnah Nabi karena suatu sebab, seperti meringankannya bacaan beliau karena suara tangis bayi sebagaimana disebutkan di awal.
Insya Allah akan kita lanjutkan poin berikutnya pada artikel mendatang. (AR)*
1 Disarikan oleh Muhammad Syahri dari risalah yang ditulis oleh Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qahthaniy yang berjudul al-Imamah fis Shalat, Mafhum, wafadha’il, wa anwa`, wa adab wa ahkam, fi dhauil kitabi was-sunnah.
2 Sepertujuh terakhir dari al-Qur`an yang diawali dengan surat Qaaf.
3 Shahih, HR. Ahmad, Nasa’i
4 HR. Ahmad dan Ibnu Khuzaimah (1/69/1), dishahihkan oleh al-Hakim dan disetujui oleh adz-Dzahabi.
5 HR. al-Bukhari Muslim
6 HR. Muslim dan at-Turmudzi
7 HR. Muslim, Abu Dawud
8 Shahih, Abu Dawud dan al-Baihaqiy
9 Shahih, HR. Abu Dawudh, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Basyran dalam al-Amali dan Ibnu Abi Syaibah, dishahihkan oleh al-Hakim dan disetujui oleh adz-Dzahabi.
10 HR. al-Bukhari Muslim
11 HR. an-Nasa`i, Ahmad dan al-Bazzar
12 HR. Ahmad dengan sanad shahih.
13 HR. Muslim dan al-Bukhari secara mu’allaq.
14 HR. Ahmad, Abu Ya’la dalam Musnad keduanya, dan al-Maqdisiy dalam al-Mukhtarah.
15 HR. al-Bukhari Muslim
16 HR. Muslim, dan al-Bukhari dalam Juz`ul Qiara`ah
17 HR. Ahmad dan Muslim
18 HR. Abu Dawud, at-Turmudzi dan dia menshahihkannya, demikian pula Ibnu Khuzaimah.
19 HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya.
20 HR. an-Nasa`i, Ahmad dengan sanad Shahih.
21 HR. at-Thayalisi, Ahmad dengan sanad shahih.
22 HR. Ibnu Khuzaimah, at-Thabrani, dan al-Maqdisiy dengan sanad shahih.
23 HR. al-Bukhari Muslim
24 HR. al-Bukhari Muslim
25 HR. al-Bukhari, Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, dan Ahmad
26 HR. at-Thabraniy dalam al-Kabir dengan sanad shahih.
27 HR. an-Nasa`i dan Ahmad dengan sanad shahih
28 HR. Ahmad dan at-Turmudzi, dan dia menhasankannya.
29 HR. al-Bukhari Muslim, dan an-Nasa`i
30 HR. al-Bukhari Muslim dan an-Nasa`i