Fiqih Imamah (10) : Mengikuti Imam, Syarat dan Konsekuensinya – 2

Fiqih Imamah (10)1

@Mengikuti Imam (2) ed

Pada pembahasan yang lalu kami telah membahas bagian pertama dari pasal Mengikuti Imam, Syarat dan Konsekuensinya yang meliputi pembahasan 1) Mengikuti Imam, dan tidak membarenginya 2) Tidak boleh mendahului Imam. Sekarang, kita lanjutkan pembahasan berikutnya:

3. Makmum yang masbuq (ketinggalan), jika dia mendapati ruku’nya imam, maka dia telah mendapat rakaat tersebut.

Berdasarkan hadits Abu Hurairah , didalamnya Rasulullah bersabda:

« إِذَا جِئْتُمْ إِلَى الصَّلاَةِ وَنَحْنُ سُجُودٌ فَاسْجُدُوا وَلاَ تَعُدُّوهَا شَيْئًا وَمَنْ أَدْرَكَ الرَّكْعَةَ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلاَةَ »

Jika kalian datang kepada shalat, sementara kami sedang dalam keadaan sujud, maka sujudlah dan jangan kalian hitung sesuatu pun, dan siapa yang mendapati ruku’, maka dia telah mendapati shalat (pada rakaat tersebut).” (Hasan, HR. Abu Dawud (893), Shahih Abu Dawud (1/169))

Dalam redaksi lain:

« مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الصَّلاَةِ فَقَدْ أَدْرَكَهَا قَبْلَ أَنْ يُقِيْمَ الْإِمَامُ صُلْبَهُ »

Siapa yang mendapati ruku’ dari shalat, maka dia telah mendapatkannya (rakaat itu) sebelum imam menegakkan rusuknya.” (Shahih, HR. ad-Daraquthni (1/346), al-Baihaqi (2/89), Ibnu Khuzaimah (3/45))

Maka orang yang masbuq (ketinggalan), langsung shalat mengikuti posisi imam. Jika imam salam, dia lanjutkan kekurangan rakaatnya. Karena ketika Nabi dan al-Mughirah terlambat shalat dalam perang Tabuk: Abdurrahman bin ‘Auf shalat subuh mengimami manusia, lalu Nabi dan al-Mughirah mendapatinya pada rakaat yang kedua. Maka tatkala dia telah salam, Nabi dan al-Mughirah menambah masing-masing satu rakaat. (HR. al-Bukhari (182), Muslim (274))

Juga berdasarkan hadits:

« …فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا »

Maka apa yang kamu dapati, shalatlah, dan apa yang kamu ketinggalan, maka sempurnakanlah.” (HR. al-Bukhari (636), Muslim (908))

Seorang makmum jika mendatangi imam pada suatu keadaan, maka hendaknya dia melakukan apa yang dilakukan oleh imam, kemudian dia sempurnakan shalatnya yang ketinggalan.

4. Shaf yang depan mengikuti imam, shaf kedua mengikuti shaf pertama, dan seterusnya.

Berdasarkan hadits Abu Sa’id al-khudriy , bahwa Rasulullah bersabda:

« تَقَدَّمُوا فَائْتَمُّوا بِى وَلْيَأْتَمَّ بِكُمْ مَنْ بَعْدَكُمْ لاَ يَزَالُ قَوْمٌ يَتَأَخَّرُونَ حَتَّى يُؤَخِّرَهُمُ اللَّهُ »

Majulah kalian, lalu ikutilah aku, dan hendaknya mengikuti kalian orang setelah kalian, dan tidak henti-hentinya suatu kaum itu terlambat (mundur ke belakang) hingga Allah mengakhirkan mereka.” (HR. Muslim (438)) (Syarah Muslim (4/403), Subulus Salam (3/84))

5. Syahnya shalat makmum yang mengikuti imam yang melakukan kesalahan dengan meninggalkan syarat sah shalat tanpa diketahui oleh makmum, namun dosa dipikul oleh imam.

Berdasarkan hadits Abu Hurairah , dari Nabi , beliau bersabda:

« يُصَلُّونَ لَكُمْ ، فَإِنْ أَصَابُوا فَلَكُمْ [وَلَهُمْ]، وَإِنْ أَخْطَئُوا فَلَكُمْ وَعَلَيْهِمْ »

Mereka (para Imâm) shalat untuk kalian, jika mereka benar (dalam rukun, syarat, wajib dan sunnah shalat) maka (pahala shalatnya) adalah untuk kalian, [dan untuk mereka], dan jika mereka berbuat kesalahan (dalam shalat mereka) maka (pahala shalatnya) adalah untuk kalian, dan (dosanya) diatas (tanggungan) mereka.” (HR. al-Bukhari (662), al-Baihaqi (4233), lihat Fathul Bari (2/187))

Juga hadits Sahl bin Sa’d , dia berkata, aku mendengar Rasulullah sw bersabda:

« الإِمَامُ ضَامِنٌ فَإِنْ أَحْسَنَ فَلَهُ وَلَهُمْ وَإِنْ أَسَاءَ يَعْنِى فَعَلَيْهِ وَلاَ عَلَيْهِمْ »

Imâm itu adalah penanggung jawab, jika dia berbuat baik (pada pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawabnya dalam shalat seperti, bersuci, dan syarat, rukun shalat yang lain) maka (pahala shalat itu) untuknya, dan untuk mereka (para makmum), jika dia berbuat buruk (pada shalatnya dengan melakukan kesalahan pada sebagian rukun dan syaratnya), maka (dosa keburukan yang dia perbuat itu menjadi tanggungan) atasnya dan tidak atas mereka (para makmum).” (Shahih, HR. Ibnu Majah (981), lihat Shahih Sunan Ibnu Majah (1/292), Faidhul Qadir (3/182))

Juga hadits ‘Uqbah bin ‘Amir , dia berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah bersabda:

« مَنْ أَمَّ النَّاسَ فَأَصَابَ الْوَقْتَ وَأَتَمَّ الصَّلاَةَ فَلَهُ وَلَهُمْ وَمَنِ انْتَقَصَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئاً فَعَلَيْهِ وَلاَ عَلَيْهِمْ »

Barangsiapa mengimami manusia, kemudian dia benar (tepat pada) waktunya, dia sempurnakan (syarat, wajib dan rukun) shalat tersebut, maka pahala (shalat tersebut) adalah untuknya, dan untuk mereka (para makmum), dan barangsiapa mengurangi sesuatu dari (waktu pelaksanaan, syarat, wajib dan ruku’nya) tersebut, maka (dosanya menjadi tanggungan) atasnya, dan tidak atas mereka (para makmum).” (Hasan Shahih, HR. Ahmad (4/154), Abu Dawud (580), Ibnu Majah (983), Shahih Abi Dawud (1/115), Shahih Ibnu Majah (1/293), Lihat Faidhul Qadir (6/113), ‘Aunul Ma’bud (2/202), Fathul Bari (2/187))

Dan telah shahih dari Umar bin al-Khaththab bahwa dia pernah shalat subuh mengimami manusia, kemudian dia berangkat menuju tanahnya di al-Jarf, lalu dia mendapati ada bekas ihtilam (mimpi basah, dengan adanya bekas mani) di bajunya, maka dia pun mandi lalu mencuci (bekas) ihtilam dari bajunya, kemudian dia mengulangi shalat subuhnya setelah matahari terbit dan manusia tidak mengulangi shalatnya. (Shahih, HR. Malik (1/49 (81-82)), Abdurrazzaq (2/348 (3648-3649), ad-Daraquthni (1/364), lihat juga at-Takmil lima fata Takhirjuhu min Irwa`il ghalil (1/14))

Hal serupa juga pernah dialami oleh Utsman bin ‘Affan:

أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّان صَلىَّ بِالنَّاسِ صَلاَةَ الْفَجْرِ فَلَمَّا أَصْبَحَ وَارْتَفَعَ النَّهَارُ فَغَذَا هُوَ بِأَثَرِ الْجَنَابَةِ فَقَالَ: كَبُرَتْ وَاللهِ، كَبُرَتْ وَاللهِ، فَأَعَادَ الصَّلاَةَ وَلَمْ يَأْمُرْهُمْ أَنْ يُعِيْدُوا

Bahwasannya ‘Utsman bin ‘Affan shalat subuh mengimami manusia, tatkala sudah pagi, dan siang sudah meninggi, tiba-tiba dia mendapati ada bekas jinabah pada dirinya, maka dia berkata, (ini perkara) besar demi Allah, (ini perkara besar) demi Allah, maka dia mengulangi shalat dan tidak memerintahkan mereka untuk mengulangi (shalat).” (Ibnul Mundzir (4/212), ad-Daraquthni (1/364), lihat juga at-Takmil lima fata Takhirjuhu min Irwa`il ghalil (1/14))

Maka hadits-hadits dan atsar tersebut menunjukkan bahwa jika shalat imam rusak, maka shalat makmum tidak ikut rusak, jika para makmum tidak mengetahui kerusakan shalat imam mereka. Sekalipun kemudian mereka mengetahui kerusakan shalat imam setelah berakhirnya shalat, maka hal itu tidak berpengaruh terhadap keabsahan shalat mereka. Imam saja yang mengulangi shalat, dan makmum tidak mengulangi shalat mereka. (Fathul Bari, Ibnu Hajar (2/187-188), Nailul Authar, as-Syaukani (2/413-414), al-Mughni, Ibnu Qudamah (2/504-512), Fatawa Syaikhul Islam (23/369), Syarhul Mumti’ (2/312-318, 4/337-342)) (AR)*

1 Disarikan oleh Muhammad Syahri dari risalah yang ditulis oleh Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qahthaniy yang berjudul al-Imamah fis Shalat, Mafhum, wafadha’il, wa anwa`, wa adab wa ahkam, fi dhauil kitabi was-sunnah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *