Diatas adalah lima dalil dari al-Qur`an atas wajibnya hijab, adapun dalil-dalil dari as-Sunnah adalah:
1 – Sabda Rasulullah ﷺ:
« إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمْ امْرَأَةً فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا إِذَا كَانَ إِنَّمَا يَنْظُرُ إِلَيْهَا لِخِطْبَةٍ وَإِنْ كَانَتْ لَا تَعْلَمُ »
“Jika salah seorang dari kalian hendak melamar seorang wanita, maka tidak ada dosa untuk melihat sebagian darinya jika perlu, yaitu melihatnya untuk melamar sekalipun wanitanya tidak mengetahui.”([1])
Segi pengambilan hadits sebagai dalil atas wajibnya hijab adalah: peniadaan dosa dari seorang yang melamar secara khusus jika pandangannya untuk melamar, maka peniadaan menunjukkan bahwa untuk yang selain pelamar berdosa dengan pandangannya, begitupula jika pandangannya bukan untuk melamar.
2 – Sesungguhnya tatkala Nabi ﷺ memerintahkan untuk mengeluarkan kaum wanita menuju tempat shalat ‘ied, para wanita bertanya: “Salah seorang diantara kami tidak memiliki jilbab?” Maka Rasulullah ﷺ menjawab: (لِتٌلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا) “Agar saudara perempuannya memakaikan jilbab-jilbabnya padanya),([2]) maka menunjukkan bahwasannya menurut anggapan para shahabiyah bahwasannya seorang wanita tidak boleh keluar kecuali dengan berjilbab. Dan dalam perintah untuk mengenakan jilbab terdapat dalil bahwa para wanita wajib untuk menutupi diri.
3 – Apa yang telah tsabit dalam shahihain dari ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha, bahwa dia berkata:
«كَان رَسُوْلُ اللهِ ﷺ يُصَلِّي الْفَجْرَ فَيَشْهَدُ مَعَهُ نِسَاءٌ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ مُتَلَفِّعَاتٍ بِمُرُوْطِهِنَّ ثُمَّ يَرْجِعْنَ إِلىَ بُيُوْتِهِنَّ مَا يَعْرِفْهُنَّ أَحَدٌ مِنَ الْغَلَسْ، وَقَالَتْ لَوْ رَأَى رَسُوْلُ اللهِ ﷺ مِنَ النِّسَاءِ مَا رَأَيْنَا لَمَنَعَهُنَّ مِنَ الْمَسَاجِدَ»
“Adalah Rasulullah ﷺ dulu shalat fajar, dan ikut bersama beliau kaum wanita mukminah dengan berselimutkan mantel-mantel mereka, kemudian mereka pulang ke rumah-rumah mereka tanpa ada seorangpun yang mengenal mereka karena gelapnya.” Kemudian ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha berkata: “Seandainya Rasulullah ﷺ melihat kaum wanita seperti yang kita lihat maka beliau akan melarang mereka pergi ke masjid-masjid.”
Dan semisal hadits ini diriwayatkan pula dari Ibnu Mas’ud ﷻ.
Segi pengambilan dalil dari hadits ini ada dua segi:
Pertama, bahwasannya berhijab dan berpenutup adalah kebiasaan para sahabat wanita yang merupakan masa-masa yang terbaik.
Kedua, bahwasannya ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha, dan Ibnu Mas’ud ﷻ, keduanya memahami apa yang disaksikan oleh nash-nash syar’i bahwa keluarnya wanita termasuk hal yang diwaspadai, dan seandainya Rasulullah ﷺ melihat hal itu maka pastilah Rasulullah akan melarang mereka keluar dari rumahnya menuju masjid.
4 – Sesungguhnya Nabi ﷺ bersabda:
« مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ لَمْ يَنْظُرْ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ » فَقَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ : فَكَيْفَ يَصْنَعُ النِّسَاءُ بِذُيُولِهِنَّ ؟ قَالَ : « يُرْخِينَ شِبْرًا » فَقَالَتْ : إِذًا تَنْكَشِفُ أَقْدَامُهُنَّ . قَالَ : « فَيُرْخِينَهُ ذِرَاعًا لَا يَزِدْنَ عَلَيْهِ »
“Barangsiapa menyeret pakaiannya karena bangga maka Allah tidak akan melihat kepadanya pada hari kiamat, maka Ummu Salamah berkata: “Apa yang harus diperbuat oleh para wanita pada ujung-ujung pakaiannya?” Beliau menjawab: “Mereka harus menjulurkannya satu jengkal.” Ummu Salamah bertanya lagi: “Kalau begitu tumit mereka akan terlihat?” Beliau menjawab: “Mereka harus menjulurkannya satu lengan dan tidak lebih dari itu.”([3])
Maka didalam hadits ini terdapat kewajiban menutup tapak kaki wanita, dan hal tersebut adalah perkara yang sudah diketahui dikalangan para sahabat wanita. Dan kaki fitnahnya lebih kecil daripada wajah dan dua tangan. Maka peringatan terhadap yang lebih rendah merupakan peringatan juga terhadap yang diatasnya.
5 – Sabda Rasulullah ﷺ:
« إِذَا كَانَ لِأَحَدِكُنَّ مُكَاتَبٌ وَكَانَ عِنْدَهُ مَا يُؤَدِّي فَلْتَحْجُبْ مِنْهُ »
“Jika salah seorang diantara kalian memiliki mukatab (budak yang ada perjanjian bebas dengan pekerjaannya) dan ada padanya sesuatu yang hendak dikerjakan, maka berhijablah darinya.”([4])
Maka hadits ini menunjukkan wajib berhijabnya seorang wanita terhadap laki-laki asing.
6 – Dari ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha dia berkata:
« كَانَ الرُّكْبَانُ يَمُرُّوْنَ بِنَا وَنَحْنُ مُحْرِمَاتٍ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ فَإِذَا حَاذُوْنَا سَدَلَتْ إِحْدَانَا جِلْبَابَهَا عَلىَ وَجْهِهَا فَإِذَا جَاوَزْنَا كَشَفْنَاهُ »
“Adalah para pengendara melewati kami tatkala kami dalam keadaan berihram bersama Rasulullah ﷺ, maka tatkala mereka mendekat kepada kami salah seorang kami menutupkan jilbabnya atas wajahnya, dan tatkala mereka telah melewati kami kamipun membukanya kembali.”([5])
Maka didalamnya terdapat dalil wajibnya menutup wajah dikarenakan yang disyariatkan didalam ihram adalah membukanya, seandainya tidak ada penghalang yang kuat dari membukanya maka tentunya tetaplah membukanya walapun didepan para pengendara.([6])
(Diambil dari kitab Mas-uuliyaatul Mar-ah al-Muslimah, Syaikh DR. Abdullah bin Jarullah al-Jaarullah, di alih bahasakan oleh Muhammad Syahri)
(Bersambung)
______________________________
([3]) HR. Bukhari Muslim dan lainnya
([4]) HR. Ahmad, Abu Daud, Turmudzi, dan Ibnu Majah menshahihkannya
([5]) HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah
([6]) Lihat Risalatul Hijab, Syaikh Muhammad Shalih al-‘Utsaimin.