Dalil ketiga:
Firman Allah ﷻ:
وَٱلقَوَٰعِدُ مِنَ ٱلنِّسَآءِ ٱلَّٰتِي لَا يَرجُونَ نِكَاحًا فَلَيسَ عَلَيهِنَّ جُنَاحٌ أَن يَضَعنَ ثِيَابَهُنَّ غَيرَ مُتَبَرِّجَٰتٍ بِزِينَةٖۖ
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan.” (QS. an-Nuur: 60)
Perempuan-perempuan tua itu adalah mereka yang sudah mencapai usia yang yang menjadikan mereka terhenti dari haidh dan melahirkan (mengandung) karena usia tuanya, dan sudah tidak tertinggal dalam diri mereka keinginan untuk menikah lagi dan laki-lakipun sudah tidak lagi berkeinginan terhadap dirinya.
Tidaklah maksud menanggalkan pakaian disini adalah melepaskan semua pakaiannya sehingga telanjang. Oleh karena itulah para ulama fiqih dan ahli tafsir sepakat bahwa maksud “pakaian” dalam ayat ini adalah jilbab yang mana Allah ﷻ dalam surat al-Ahzab ayat 59 telah memerintahkan agar perhiasan ditutup dengannya.
يُدنِينَ عَلَيهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّۚ
“Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka” (QS. al-Ahzaab: 59)
Dan firman Allah ﷻ (غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِيْنَةٍ) “dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan” maksudnya adalah tanpa menampakkan perhiasan-perhiasan mereka dengan sengaja. Dan hakikat tabarruj adalah bersusah payah menampakkan apa yang wajib ditutupi. Terkecuali bahwasannya kalimat ini dikhususkan bagi wanita dengan melarangnya untuk menyingkap perhiasan dan menampakkan keindahannya kepada laki-laki asing.
Maka makna ayat adalah: tidaklah izin dibolehkannya menanggalkan jilbab dan penutup kepala ini kecuali kepada mereka para wanita yang sudah tidak lagi berkeinginan untuk bersolek dan sudah hilang dari diri mereka nafsu birahi dan juga kaum laki-lakipun sudah tidak lagi tertarik dengan mereka. Dan bersamaan dengan itu pula, sesungguhnya jika mereka mau berlaku sopan dengan tidak menanggalkan jilbab-jilbab mereka, maka itu adalah lebih baik bagi mereka.
Maka jika hukum ini berlaku untuk wanita-wanita yang sudah tua, maka bagaimana pula dengan para gadis yang bisa memfitnah laki-laki dan laki-lakipun berbuat fitnah karena mereka.
Oleh karena itulah Rasulullah ﷺ bersabda:
« مَا تَرَكْتُ بَعْدِيْ فِتْنَةً هِيَ أَضَرُّ عَلىَ الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ »
“Tidaklah aku tinggalkan sebuah fitnah sepeninggalku yang lebih berbahaya atas kaum laki-laki dari fitnah wanita.”([1])
Dan beliau bersabda:
« اتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءِ فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ كَانَتْ فِى النِّسَاءِ »
“Takutlah kalian terhadap dunia dan takutlah terhadap wanita karena sesungguhnya fitnah pertama kali yang terjadi pada Bani Israil adalah wanita.”([2])
(Diambil dari kitab Mas-uuliyaatul Mar-ah al-Muslimah, Syaikh DR. Abdullah bin Jarullah al-Jaarullah, di alih bahasakan oleh Muhammad Syahri)
(Bersambung)
______________________________
Footnote: