Telah muncul pada dekade terakhir ini hijab dan niqab (cadar) modern (gaul) dengan rupa yang menarik pandangan, dimana,
– gaun yang dipakai membentuk tubuh lagi sempit
– memiliki lengan baju yang lebar lagi bermanik-manik dan bersulam (bordiran) atau memasang pita warna warni di hijabnya.
– kadang terbuka dari belakang atau dari samping, dan dihias-hiasi dari atas ke bawah, lagi memiliki bintik-bintik merah kehitaman, dan renda-renda.
Telah disebutkan di dalam Fatawa al-Mar`ah (94),
Apa hukum mengenakan ‘aba`ah (abaya, jubah wanita) berbordir, atau selendang berbordir, dan cara memakainya adalah abaya itu dipakai diatas pundak kemudian membelitkan penutup kepala diatas kepalanya kemudian menutupi wajahnya. Dan perlu diketahui bahwa selendang tersebut tampak menyolok dan tidak menyembunyikan apa yang ada dibawah abaya. Apa hukum yang demikian? –karena yang demikian itu telah banyak menyebar di kalangan kaum wanita.
Maka beliau menjawab,
Tidak diragukan lagi, bahwa pakaian yang disebutkan adalah termasuk tabarruj dan perhiasan. Sementara Allah ﷻ telah berfirman kepada istri-istri Nabi ﷺ,
[arabic-font]وَقَرۡنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجۡنَ تَبَرُّجَ ٱلۡجَٰهِلِيَّةِ ٱلۡأُولَىٰۖ [/arabic-font]“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu…” (QS. Al-Ahzab (33): 33)
Allah ﷻ berfirman,
[arabic-font]وَلۡيَضۡرِبۡنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّۖ وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ [/arabic-font]“… dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya…” (QS. an-Nuur (24): 31)
Maka, jika Allah ﷻ telah melarang istri-istri Nabi ﷺ dari bertabarruj seperti tabarrujnya orang-orang jahiliyah yang dahulu, dan melarang istri-istri kaum mukmin dari mengehentakkan kaki-kaki mereka agar diketahui perhiasan-perhiasan yang mereka sembunyikan, hal itu menunjukkan bahwa segala sesuatu yang termasuk perhiasan tidak boleh (ia) menampakkan dan memperlihatkannya. Karena itu termasuk bertabarruj dengan perhiasan.
Dan hendaknya diketahui bahwa setiap kali pakaian wanita itu lebih jauh dari fitnah, maka ia lebih utama dan bersih bagi wanita tersebut, dan lebih cemerlang rasa takutnya kepada Allah ﷻ serta rasa bergantungnya kepada-Nya.
– Terdapat juga muslimah yang mengenakan niqab (cadar) menggoda yang menunjukkan mata dan sebagian pipi.
– Terdapat juga muslimah yang membiarkan sebagian rambut nampak dari hijabnya.
– Mereka mengenakan abaya yang berbordir dan bermotif([1]), serta penutup kepala yang transfaran dengan alasan bahwa ia tidak mendapatkan selainnya di pasar-pasar.
– Atau salah satu diantara mereka mengenakan selendang yang semakin menambah fitnah, kemudian ia mengeklaim bahwa ini adalah hijab.
– Terdapat juga wanita yang mengenakan abaya, atau baju panjang, atau jubah (yang menutupi seluruh tubuh) yang tipis, yang ia tidak mengenakan pakaian apapun dibaliknya, kemudian menampakkan, dan mencetak lekuk-lekuk tubuhnya.
Imam Ahmad telah meriwayatkan dengan sanad hasan dari hadits Usamah bin Zaid I, dia berkata,
[arabic-font]كَسَانِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُبْطِيَّةً كَثِيفَةً كَانَتْ مِمَّا أَهْدَاهَا دِحْيَةُ الْكَلْبِيُّ، فَكَسَوْتُهَا امْرَأَتِي، فَقَالَ لِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” مَا لَكَ لَمْ تَلْبَسِ الْقُبْطِيَّةَ؟ ” قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، كَسَوْتُهَا امْرَأَتِي. فَقَالَ لِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” مُرْهَا فَلْتَجْعَلْ تَحْتَهَا غِلَالَةً، إِنِّي أَخَافُ أَنْ تَصِفَ حَجْمَ عِظَامِهَا[/arabic-font]“Rasulullah ﷺ memakaikanku pakaian qubthiyah([2]) tebal yang merupakan bagian dari hadiah yang diberikan oleh Dihyah al-Kalbiy. Lalu aku memakaikan pakaian itu kepada istriku. Maka Rasulullah ﷺ bersabda kepadaku, ‘Kenapa Engkau tidak mengenakan pakaian qubthiyyah?’ Saya katakan, ‘Ya Rasulullah, saya memakaikan pakaian itu untuk istri saya.’ Maka Rasulullah ﷺ bersabda kepada saya, ‘Perintahlah ia untuk mengenakan ghilaalah([3]), karena sesungguhnya aku khawatir baju itu akan mensifat bentuk tulangnya (lekuk-lekuk tubuhnya).”
– Terdapat juga wanita yang mengenakan pakaian-pakaian pendek.
Sebagian wanita-wanita yang berhijab, mereka mengenakan pakaian-pakaian yang pendek, lalu tampaklah sebagian dari kaki-kaki mereka, dan ini adalah termasuk aurat, dan diharamkan menampakkannya kepada laki-laki asing. Maka seorang wanita muslimah, sudah selayaknya memperhatikan jilbabnya, yaitu hendaknya jilbabnya panjang hingga tidak menyingkap sesuatupun dari tubuhnya karena sebab angin dan selainnya.
Abu Dawud meriwayatkan dengan sanadnya, bahwa Nabi ﷺ bersabda,
[arabic-font]«مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ القِيَامَةِ»، فَقَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ: فَكَيْفَ تَصْنَعُ النِّسَاءُ بِذُيُولِهِنَّ؟ قَالَ: «يُرْخِينَهُ شِبْرًا»، قَالَتْ: إِذًا تَنْكَشِفُ أَقْدَامُهُنَّ، قَالَ: «فَيُرْخِينَهُ ذِرَاعًا، لَا يَزِدْنَ عَلَيْهِ»[/arabic-font]“Barangsiapa melabuhkan (menyeret, menjulurkan) bajunya (di bawah mata kaki) karena sombong, maka Allah tidak akan melihat dia pada hari kiamat.” Maka Ummu Salamah J berkata, ‘Maka apakah yang dilakukan oleh kaum wanita dengan ujung-ujung baju mereka?’ Beliau bersabda, ‘Mereka menjulurkannya sejengkal.’ Dia menjawab, ‘Jika demikian, kaki-kaki mereka akan tersingkap.’ Beliau bersabda, ‘Mereka menjulurkannya selengan, dan tidak menambah lebih darinya.’([4]) (Satu lengan tersebut diukur dari separuh betis)
Dan barangkali sebagian kaum wanita bertanya-tanya, dan berkata, seandainya aku melakukan yang demikian, maka bajuku akan mengenai najis sebagaimana dikatakan oleh Ummu Salamah J kepada Nabi ﷺ, seperti disebutkan di dalam Musnad Imam Ahmad,
[arabic-font]يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنِّي [امْرَأَةٌ] أُطِيلُ [ذَيْلِي] وَأَمْشِي فِي الْمَكَانِ الْقَذِرِ ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ -صلى اللهُ عليه وسلَّم-: «يُطَهِّرُهُ مَا بَعْدَهُ»[/arabic-font]“Ya Rasulullah, sesungguhnya aku adalah seorang wanita yang memanjangkan ujung bajuku, dan aku berjalan (melewati) tempat kotor (najis). Maka Rasulullah ﷺ bersabda, ‘(Apa yang setelahnya (dari permukaan bumi) akan mensucikannya.”([5])
(bersambung, Syarat-Syarat Hijab Syar’iy, pada artikel berikutnya)
(Diambil dari Kitab Silsilah Akhthaaunnisaa` (1) Akhthooun Nisa fi al-Libaas Wa az-Ziinah, Syaikh Nada Abu Ahmad, alih bahasa oleh Muhammad Syahri)
Footnote:
([1]) Yang seperti ini bisa dikembalikan kepada ‘urf (adat kebiasaan) masyarakat setempat, jika motif-motif tertentu bukanlah menjadi sebuah perhiasan, atau hal itu memang hal yang biasa saja lagi lumrah di tengah masyarakat dan memang tidak membuat pusat perhatian, maka motif-motif tersebut tidak mengapa dipakai. Dikarenakan hukum asal adalah kesunnahan mengikuti pakaian kebiasaan penduduk setempat, selagi tidak bertentangan dengan syar’iy.
Ibnul-‘Utsaimiin V berkata :
[arabic-font]أَنَّ مُوَافَقَةَ الْعَادَاتِ فِيْ غَيْرِ الْمُحَرَّمِ هِيَ السُّنَّةُ؛ لِأَنَّ مُخَالَفَةَ الْعَادَاتِ تَجْعَلُ ذَلِكَ شُهْرَةً، وَالنَّبِيُّ صلّىَ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ لِبَاسِ الشُّهْرَةِ[/arabic-font]“Bahwasannya mencocoki kebiasaan yang tidak mengandung keharaman merupakan sunnah, karena penyelisihan terhadap kebiasaan menjadikannya syuhrah. Dan Nabi ﷺ melarang pakaian syuhrah.” [Asy-Syarhul-Mumti’, 6/67]-pent
([2]) Qubthiyah, baju dari Qabathiy yang bersifat sangat lembut (hingga sekalipun tebal, jika sangat lembut, maka mampu membentuk lekuk-lekuk tubuh dibaliknya, -pent), baju tersebut dibuat di Mesir.
([3]) Ghilalah, baju yang dipakai dibalik baju, dikatakan juga baju dalam yang dipakai dibawah jubah.
([4]) HR. an-Nasa`iy (5336), at-Turmudzi (1731), Abu Dawud (4119), Ibnu Majah (3581), Ahmad (4489), Shahihul Jami’ (3440), as-Shahihah (460, 1864), lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaaniid.-pent
([5]) HR. at-Turmudzi (143), Abu Dawud (383), Ibnu Majah (531), Ahmad (26531), lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaaniid (23/45)-pent
mudah mudahan kita semua bisa tetap dalam petunjuk-NYA
karena banyak model hijab sekarang yang sudah keluar dari standar kebolehan dalam memakai hijab
jika sudah seperti ini maka kesadaran akan kembali ke Sunnah Nabi sangat di perlukan
banyak model hijab sekarang yang sudah keluar dari standar kebolehan dalam memakai hijab
jika sudah seperti ini maka kesadaran akan kembali ke Sunnah Nabi sangat di perlukan
Betul, dan hidayah adalah milik Allah, Dia lah yang memberikan hidayah kepada orang-orang yang Dia kehendaki.