Bolehkah Menyembelih Qurban Untuk Orang Lain?

 

6- Bolehkah Menyembelih Qurban Untuk Orang Lain?

 

HADITS ‘AISYAH ATAU ABU HUROIROH

 

عَنْ عَائِشَةَ، أَوْ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يُضَحِّيَ، اشْتَرَى كَبْشَيْنِ عَظِيمَيْنِ، سَمِينَيْنِ، أَقْرَنَيْنِ، أَمْلَحَيْنِ مَوْجُوءَيْنِ، فَذَبَحَ أَحَدَهُمَا عَنْ أُمَّتِهِ، لِمَنْ شَهِدَ لِلهِ بِالتَّوْحِيدِ، وَشَهِدَ لَهُ بِالْبَلَاغِ، وَذَبَحَ الْآخَرَ عَنْ مُحَمَّدٍ، وَعَنْ آلِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

 

Dari ‘Aisyah atau Abu Huroiroh, bahwa Rosululloh ﷺ ketika hendak berqurban, beliau pernah membeli dua ekor domba jantan, gemuk, bertanduk, berwarna dominan putih, dan dikebiri. Beliau menyembelih satu ekor untuk umatnya, yaitu untuk orang yang mengakui tauhid untuk Alloh, dan mengakui beliau telah bertabligh. Dan menyembelih satu ekor lainnya untuk Muhammad dan keluarga Muhammad ﷺ”.([1])

 

HADITS ‘AISYAH

 

عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ يَطَأُ فِي سَوَادٍ، وَيَبْرُكُ فِي سَوَادٍ، وَيَنْظُرُ فِي سَوَادٍ، فَأُتِيَ بِهِ لِيُضَحِّيَ بِهِ، فَقَالَ لَهَا: «يَا عَائِشَةُ، هَلُمِّي الْمُدْيَةَ» ، ثُمَّ قَالَ: «اشْحَذِيهَا بِحَجَرٍ»، فَفَعَلَتْ  ثُمَّ أَخَذَهَا، وَأَخَذَ الْكَبْشَ فَأَضْجَعَهُ، ثُمَّ ذَبَحَهُ، ثُمَّ قَالَ: «بِاسْمِ اللهِ، اللهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ، وَآلِ مُحَمَّدٍ، وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ، ثُمَّ ضَحَّى بِهِ»

 

Dari ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha, bahwa Rosululloh ﷺ memerintahkan agar didatangkan  seekor domba jantan, yang bertanduk, kakinya hitam, perutnya hitam, matanya hitam. Lalu domba itu didatangkan untuk disembelih sebagai qurban. Beliau berkata kepadanya: “Wahai ‘Aisyah, ambilkan pisau!”.

 

Lalu beliau berkata lagi: “Asah-lah pisau itu dengan batu!” ‘Aisyah-pun melakukan.

 

Lalu beliau mengambil pisau itu, dan mengambil domba jantan itu, lalu membaringkannya, lalu menyembelihnya.

 

Beliau berkata: “Bismillahi, Alloohumma terimalah (qurban) dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan dari umat Muhammad”.

 

Lalu beliau menyembelihnya sebagai  qurban”.([2])

 

HADITS JABIR BIN ABDILLAH

 

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ: شَهِدْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الأَضْحَى بِالمُصَلَّى، فَلَمَّا قَضَى خُطْبَتَهُ نَزَلَ عَنْ مِنْبَرِهِ، فَأُتِيَ بِكَبْشٍ، فَذَبَحَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ، وَقَالَ: «بِسْمِ اللهِ، وَاللهُ أَكْبَرُ، هَذَا عَنِّي وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي»

 

Dari Jabir bin Abdillah, dia berkata: “Aku menghadiri sholat ‘iedul adh-ha di tanah lapang bersama Nabi ﷺ. Setelah melaksanakan khutbahnya, beliau turun dari mimbarnya, lalu didatangkan  seekor domba jantan, lalu Rosululloh ﷺ menyembelih dengan tangannya.

 

Beliau berkata: “Bismillahi, Alloohu akbar, (ini hewan qurban) dariku dan dari orang-orang yang tidak berqurban dari umatku”.([3])

 

FAWAID HADITS:

 

Ada beberapa faedah yang bisa kita ambil dari hadits-hadits ini, antara lain:

 

1- Syari’at menyembelih qurban dari hewan ternak, yaitu onta, atau sapi, atau domba, atau kambing.([4]) Dan tidak boleh menyembelih qurban dari hewan selainnya, seperti ayam, kelinci, burung, dan lainnya.

 

2- Menyembelih satu ekor kambing mencukupi sebagai qurban bagi seseorang dan keluarganya. Yaitu anggota keluarganya yang dia tanggung nafkahnya.

 

3- Satu keluarga boleh menyembelih satu atau dua ekor kambing sebagai qurban bagi seluruh keluarganya.

 

4- Nabi ﷺ biasa membeli dua ekor domba jantan untuk hewan qurban.

 

5- Amalan yang dituntunkan  pada hari raya ‘idul adh-ha adalah sholat ‘idul adh-ha di tanah lapang, kemudian imam berkhutbah, kemudian menyembelih qurban.

 

6- Nabi ﷺ pernah menyembelih qurban di tanah lapang. Di antara hikmahnya adalah: memberikan contoh cara penyembelihan, memberitahukan waktu penyembelihan sudah dimulai, dan lain-lain.

 

7- Bagi orang yang berqurban dianjurkan menyembelih sendiri hewan qurbannya, namun boleh juga mewakilkan penyembelihannya.

 

8- Di antara tata cara menyembelih hewan adalah dengan mengasah pisau sebelumnya, dan tidak boleh mengasahnya di depan hewan yang akan disembelih.

 

9- Di antara tata cara menyembelih hewan adalah dengan membaca basmalah, bertakbir, lalu berdoa agar qurbannya diterima.

 

10- Berqurban untuk umat adalah hukum khusus bagi Nabi ﷺ. Sebab para sahabat tidak ada yang melakukannya.

 

Syaikh Muhammad Abdurrohman Al-Mubarokfuriy (wafat th. 1353 H) rohimahulloh berkata: “Aku berkata: Penyembelihan qurban Rosululloh ﷺ untuk umatnya, dan menyertakan mereka di dalam qurban beliau dikhususkan bagi beliau ﷺ.

 

Adapun penyembelihan qurban beliau untuk beliau dan keluarganya, maka tidak dikhususkan bagi beliau ﷺ dan tidak dihapus hukumnya.

 

Dalil hal itu adalah bahwa para sahabat rodhiyallohu ‘anhum dahulu biasa menyembelih qurban seekor kambing. Seorang laki-laki menyembelih untuk dirinya dan keluarganya, sebagaimana engkau telah mengetahui.

 

Dan tidak ada riwayat shohih sama sekali dari seorangpun dari kalangan sahabat, penyembelihan qurban untuk umat, dan menyertakan mereka di dalam qurbannya”.([5])

 

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani (wafat th. 1420 H) rohimahulloh berkata: “Faedah: Yang ada di dalam hadits-hadits ini, yaitu tentang penyembelihan qurban Rosululloh ﷺ untuk umatnya yang tidak berqurban, ini termasuk hal-hal khusus beliau  ﷺ, sebagaimana disebutkan oleh Al-Hafizh  dari ahli ilmu di dalam kitab Fathul Bari, 9/514.

 

Berdasarkan ini, maka seorangpun tidak boleh meneladani beliau  ﷺ di dalam penyembelihan qurban untuk umat.

 

Dan lebih utama lagi, tidak boleh mengqiyaskannya dengan ibadah-ibadah lainnya, seperti sholat, puasa, bacaan Al-Qur’an, dan amal-amal ketaatan lainnya, sebab tidak ada tuntunannya dari Nabi  ﷺ.

 

Maka seseorang tidak boleh sholat untuk orang lain, tidak boleh berpuasa untuk orang lain, tidak boleh membaca Al-Qur’an untuk orang lain.

 

Dalil semua itu adalah firman Alloh ﷻ: “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”. (QS. An-Najm/53: 39)

 

Memang ada perkara-perkara yang dikecualikan dari dalil ini berdasarkan nash-nash yang ada, namun bukan kesempatan sekarang untuk menyebutkannya, silahkan dicari di dalam kitab-kitab yang tebal”.([6])

 

Inilah sedikit penjelasan tentang hadits-hadits yang agung ini. Semoga Alloh ﷻ selalu memudahkan kita untuk melaksanakan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan. Dan selalu membimbing kita di atas jalan kebenaran menuju sorga-Nya yang penuh kebaikan.

 

Ditulis oleh Muslim Atsari,

Sragen, Jum’at, Dhuha, 04-Dzulqo’dah-1443 H / 03-Juni-2022

 

_________________

Footnote:

([1]) HR. Ibnu Majah, no. 3122; Ahmad, no. 25843, 25886. Dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shohih Sunan Ibnu Majah. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth berkata di dalam Takhrij Musnad Ahmad: “Shohih lighoirihi”.

([2]) HR. Muslim, no. 1967/19; Abu Dawud, no. 2792; Ahmad, no. 24491, Ibnu Hibban, no. 5915

([3]) HR. At-Tirmidzi, no. 1521; Abu Dawud, no. 2810; Ahmad, no. 14893, 14895. Dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shohih Sunan At-Tirmidzi dan oleh Syaikh Syu’aib Al-Arnauth di dalam Takhrij Musnad Ahmad

([4]) Lihat: QS. Al Hajj/22: 34

([5]) Tuhfatul Ahwadzi Syarah Jami’ At-Tirmidzi, 5/77

([6]) Irwaul Gholil, 4/354

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *