Berlindung Ke Masjid Saat Wabah Melanda?

Telah menyebar beberapa hadits yang diberikan kesimpulan oleh penyebarnya dengan mengatakan “bahwa dalam situasi wabah dan virus yang mengancam masyarakat ini, umat Islam dianjurkan semakin rajin ke masjid. Bukan meninggalkan masjid. Kecuali bagi orang yang terkena penyakit menular. Maka tidak boleh ke masjid.”

Maka sebagai bentuk amanah ilmiah dan nasihat kepada kaum muslimin dalam hal ini, dan agar kaum muslimin tidak terjebak ke dalam kesalah fahaman, serta agar kaum muslimin selalu merujuk kepada para ulama di dalam urusan-urusan besar menyangkut kemashlahatan yang ingin diraih, dan madharat yang ingin dihindari, berikut ini kami hadirkan takhrij dari hadits-hadits tersebut;

 

—————————–

(1) Dari Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ اللهَ تَعَالَى إِذَا أَنْزَلَ عَاهَةً مِنَ السَّمَاءِ عَلَى أَهْلِ الأرْضِ صُرِفَتْ عَنْ عُمَّارِ الْمَسَاجِدِ

“Sesungguhnya apabila Allah ta’ala menurunkan penyakit dari langit kepada penduduk bumi maka Allah menjauhkan penyakit itu dari orang-orang yang meramaikan masjid.” (HR. Ibnu Asakir (juz 17 hlm 11) dan Ibnu Adi (juz 3 hlm 232)

—————————–

 

Saya katakan, ‘DR. Muhammad Ishaq Muhammad Ibrahim berkata di dalam tahqiq beliau dalam at-Tanwiir Syarh al-Jaami’ as-Shaghiir (3/265), ‘Dikeluarkan oleh Ibnu ‘Asaakir (17/11) dan di dalam sanadnya sebagaimana pada Ibnu ‘Adiy (dalam al-Kaamil fi ad-Dhu’afaa` (3/232) terdapat Zafir bin Sulaiman lantas berkata, ‘Dan Zafir memiliki selain apa yang telah kutulis; dan seakan-akan hadits-haditsnya adalah terbolak-balik sanad dan matanya; dan kebanyakan hadits yang diriwayatkannya tidak bisa ditelusuri, dan bersamaan dengan kedha’ifannya, hadits tetap ditulis.’ Dan didha’ifkan oleh Syaikh al-Albaniy dalam Dha’iif al-Jaami’ (1545).’

 

—————————–

(2) Dari Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:

إِذا أرَادَ الله بِقَوْمٍ عاهةً نَظَرَ إِلَى أهْلِ المَساجِدِ فَصَرَفَ عَنْهُمْ

“Apabila Allah menghendaki penyakit pada suatu kaum, maka Allah melihat ahli masjid, lalu menjauhkan penyakit itu dari mereka.” (HR. Ibnu Adi (juz 3 hlm 233); al-Dailami (al-Ghumari, al-Mudawi juz 1 hlm 292 [220]); Abu Nu’aim dalam Akhbar Ashbihan (juz 1 hlm 159); dan al-Daraquthni dalam al-Afrad (Tafsir Ibn Katsir juz 2 hlm 341)

—————————–

 

Saya katakan, ‘Al-Amiir as-Shon’aniy berkata dalam at-Tanwiir Syarh al-Jaami’ as-Shaghiir (1/539), ‘Dikeluarkan oleh ad-Dailamiy dalam al-Firdaus, penulis memberikan rumuz dha’if, karena kedha’ifannya, dan di dalamnya terdapat Mukarram bin Hakim, didha’ifkan oleh ad-Dzahabiy, Ibnu ‘Adiy berkata, ‘Haditsnya tidak bisa ditelusuri.’

DR. Muhammad Ishaq Muhammad Ibrahim berkata di dalam tahqiq beliau dalam at-Tanwiir Syarh al-Jaami’ as-Shaghiir (1/539), ‘Dikeluarkan oleh ad-Dailamiy dalam al-Firdaus (961), sebagaimana dalam al-Mudaawi (1/292 no. 220), Ibnu ‘Adiy dalam al-Kaamil (3/233, biografi no. 725), dikeluarkan juga oleh Abu Nu’aim dalam Akhbaaru Ashbahaan (1/159), Ibnu Katsir dalam at-Tafsiir (2/341) menganggapnya berasal dari ad-Daraquthni di dalam al-Afraad, dan di dalam sanadnya terdapat Mukarram bin Hakim, adz-Dzahabiy berkata, ‘al-Azdiy berkata, ‘Haditsnya tidak bernilai sesuatupun.’ Al-Mughniy di dalam ad-Dhu’afaa` (6406), dan adz-Dzahabiy berkata dalam al-Miizaan (6/509), ‘Dia meriwayatkan berita yang bathil.’ Dan didha’ifkan oleh al-Albaniy dalam Dha’iif al-Jaami’ (345).’

 

 

 

—————————–

(3) Sahabat Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu, berkata: “Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:

يَقُولُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: ” إِنِّي لَأَهُمُّ بِأَهْلِ الْأَرْضِ عَذَابًا فَإِذَا نَظَرْتُ إِلَى عُمَّارِ بُيُوتِي والْمُتَحَابِّينَ فِيَّ والْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ صَرَفْتُ عَنْهُمْ

“Allah subhaanahu wata’aalaa berfirman: “Sesungguhnya Aku bermaksud menurunkan azab kepada penduduk bumi, maka apabila Aku melihat orang-orang yang meramaikan rumah-rumah-Ku, yang saling mencintai karena Aku, dan orang-orang yang memohon ampunan pada waktu sahur, maka Aku jauhkan azab itu dari mereka.” (HR. al-Baihaqi, Syu’ab al-Iman [2946])

—————————–

 

Saya katakan, “Ibnu al-Qaisaraaniy (w. 507 H) berkata dalam Dzakhiiratul al-Huffaazh (2/615), ‘Diriwayatkan oleh Shalih al-Murriy –ia adalah Ibnu Basyiir-, dari Ja’far bin Zaid, dari Anas, dan Shalih tidak memiliki nilai apapun di dalam hadits bersamaan dengan kezuhudannya.’

Al-Albaniy rahimahullah berkata di dalam Silsilah al-Ahaadiits ad-Dha’iifah wa al-Maudhuu’’ah (14/1202-1203), ‘Dikeluarkan oleh Ibnu ‘Adiy di dalam al-Kaamil Fii Dhu’afaa-i ar-Rijaal (4/61), al-Baihaqiy dalam Syu’abul Iimaan (6/500/9051) dari jalur Shalih al-Murriy dari Tsabit dari Anas bin Malik, dia berkata, ‘Rasulullah ﷺ bersabda, ‘…. Lalu dia menyebutkannya. Kukatakan, ‘Ini adalah sanad yang sangat lemah (dha’if jiddan). Disebutkan oleh Ibnu ‘Adiy di dalam biografi Shalih ini. Dan pernah diriwayatkan dari ‘Amr bin ‘Aliy bahwa dia pernah berkata, ‘Haditsnya sangat munkar, dia menceritakan hadits dari kaum tsiqat dengan hadits-hadits yang munkar.’ Diriwayatkan dari al-Bukhari dia berkata, ‘Haditsnya munkar.’ Dari an-Nasa’iy dia berkata, ‘Matruukul hadits (haditsnya matruk). Kemudian dia menyebutkan banyak hadits yang dinyatakan munkar. Lalu menutup biografinya dengan ucapannya, ‘Mayoritas hadits-haditsnya yang telah kusebut, dan yang tidak kusebut adalah hadits-hadits munkar. Para imam telah menyatakan kemungkarannya, dan dia bukanlah termasuk ahli hadits; akan tetapi dia hanyalah didatangkan dari sedikitnya pengetahuanpengetahuan dia akan sanadsanad dan matan-matan. Dan menurutku –bersamaan dengan ini- bahwa ia tidak sengaja berdusta, bahkan ia membuat kesalahan yang jelas.”

Pentakhrij kitab Jaami’ al-Ahaadiits berkata, ‘Dikeluarkan oleh al-Baihaqiy dalam Syu’abul Iimaan (6/500 no. 9051), ‘Al-Munawiy (2/314) berkata, ‘Di dalamnya terdapat Shalih al-Murriy, disebutkan oleh ad-Dzahabiy dalam ad-Dhu’afaa wa al-Matruukiin (kitab kumpulan para perawi dha’if dan yang ditinggalkan haditsnya), dan dia berkata, ‘an-Nasa-iy dan selainnya berkata, ‘Matruk.’

Al-Amiir as-Shan’aniy berkata dalam at-Tanwiir Syarh al-Jaami’ as-Shaghiir (3/421), ‘Dikeluarkan oleh al-Baihaqiy dari Anas; penulis mendiamkannya, padalah ia dha’if, karena kedha’ifan al-Murriy. Disebutkan di dalam al-Mughniy, ‘Shalih bin Basyiir al-Murriy az-Zaahid, dari al-Hasan, dinyatakan matruk oleh Abu Dawud dan an-Nasa`iy.’

Al-Arnauth berkata dalam al-Ithaafaat as-Sunniyah bi al-Ahaadiits al-Qudsiyah (hal. 65), ‘Dikeluaarkan oleh al-Baihaqiy dalam Syu’abul Iimaan (9051), Ibnu ‘Adiy dalam al-Kaamil (4/60), dan di dalam sanadnya terdapat Shalih bin Basyir al-Murriy yang dha’if dari hadits Anas radhiyallaahu ‘anhu, dan kami katakan sanadnya dha’if.’

 

—————————–

(4) Sahabat Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu berkata, Rasulullah ﷺ bersabda:

إِذَا عَاهَةٌ مِنَ السَّمَاءِ أُنْزِلَتْ صُرِفَتْ عَنْ عُمَّارِ الْمَسَاجِدِ

“Apabila penyakit diturunkan dari langit, maka dijauhkan dari orang-orang yang meramaikan masjid.” (HR. al-Baihaqi, Syu’ab al-Iman [2947]; dan Ibnu Adi (juz 3 hlm 232) Al-Baihaqi berkata: “Beberapa jalur dari Anas bin Malik dalam arti yang sama, apabila digabung, maka memberikan kekuatan (untuk diamalkan).”

—————————–

 

Saya katakan, “Didha’ifkan oleh al-Albaniy di dalam Dha’iif al-Jaami’ (593), beliau berkata di dalam ad-Dha’iifah (5/466), ‘Munkar; diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Akhbaar Ashbahaan (1/159), dari Zafir bin Sulaiman dari ‘Abdullah bin Abi Shalih dari Anas bin Malik secara marfu’. Saya (Syaikh al-Albaniy) katakan, ‘Ini adalah sanad dha’if; Zafir bin Sulaiman diperselisihkan; dan tampak dari keseluruhan perkataan tentangnya adalah bahwa ia shaduuq ada pada dirinya kelemahan di dalam hafalannya yang dipertimbangkan. Dia disebutkan dalam dua hadits yang dinyatakan munkar di dalam al-Miizan; dan ini adalah salah satu dari keduanya.

Pentakhrij kita Jaami’ al-Ahaadits milik as-Suyuthi berkata, ‘Dikeluarkan oleh al-Baihaqiy di dalam Syu’abul Iimaan (3/82 no. 2947), dikeluarkan juga oleh Ibnu ‘Adiy (3/232 biografi 725 Zafir bin Sulaiman bin Abu Sulaiman) seraya mencederai hadits itu dengan berkata, ‘Haditsnya tidak bisa ditelusuri.’

 

—————————–

(5) Al-Imam al-Sya’bi, ulama salaf dari generasi tabi’in, rahimahullah berkata:

“كَانُوا إِذَا فَرَغُوا مِنْ شَيْءٍ أَتَوُا الْمَسَاجِدَ “

“Mereka (para sahabat) apabila ketakutan tentang sesuatu, maka mendatangi masjid.” (HR. Al-Baihaqi, Syu’ab al-Iman (juz 3 hlm 84 [2951])

—————————–

 

Saya katakan, “Ini adalah kesalahan terjemah!!!

Terjemahan yang benar adalah, “Adalah dulu mereka (para sahabat) jika mereka telah selesai dari mengerjakan sesuatu mereka mendatangi masjid.” Pun demikian, ini bukanlah hadits Nabi ﷺ, dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan wabah penyakit ini.”

 

—————————–

Beberapa riwayat di atas mengantarkan pada kesimpulan, bahwa dalam situasi wabah dan virus yang mengancam masyarakat ini, umat Islam dianjurkan semakin rajin ke masjid. Bukan meninggalkan masjid. Kecuali bagi orang yang terkena penyakit menular. Maka tidak boleh ke masjid.

—————————–

 

Saya katakan, “Jika sudah nampak kedha’ifan hadits yang dijadikan pegangan, maka kembalilah kaum muslimin kepada fatwa para ulama Kibar. Bertanyalah kepada ahlinya; tentang kesehatan dan penyakit, bertanyalah kepada para dokter dan praktisi-praktisi kesehatan; jika tentang agama dan fiqih, bertanyalah, dan amalkanlah petunjuk para ulama. Hendaknya setiap orang mengetahui kapasitas dirinya masing-masing, dan selalu bertakwa kepada Allah.”

 

Pasuruan, 18 Maret 2020

Ibnu Awi

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *