Berkumpul Untuk Bertakziyah

 

17. Berkumpul Untuk Bertakziyah

 

Ini juga termasuk bid’ah yang munkar. Yang demikian itu berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad rahimahullah , dari hadits Jariir bin ‘Abdillah al-Bajaliy subhaanahu wa ta’aala, dia berkata,

 

كُنَّا نَعُدُّ الِاجْتِمَاعَ إِلَى أَهْلِ الْمَيِّتِ وَصَنِيعَةَ الطَّعَامِ بَعْدَ دَفْنِهِ مِنَ النِّيَاحَةِ

 

“Dulu, kami berpandangan bahwa berkumpul ke keluarga si mayit, dan membuat makanan setelah pemakamannya adalah termasuk bagian dari niyahah (meratap).”([1])

 

Imam as-Syafi’iy rahimahullah berkata di dalam kitab al-Umm, ‘Aku membenci kumpul-kumpul (di sisi keluarga ahli mayit) sekalipun tidak ada tangisan di dalamnya. Karena hal itu bisa memperbaharui kesedihan, dan membebankan biaya.’ Kemudian beliau mengisyaratkan atsar yang sebelumnya.([2])

 

Imam Nawawi rahimahullah berkata di dalam al-Majmu’, ‘Adapun duduk-duduk untuk takziyah, maka Imam Syafi’iy, as-Syairaziy, dan keseluruhan sahabat (kami dalam madzhab as-Syafi’iy) memakruhkannya… … Mereka berkata –yaitu duduk-duduk untuk bertakziyah-, ‘Berkumpulnya keluarga si mayit di dalam sebuah rumah, lalu orang yang ingin bertakziyah menuju mereka.’ Kemudian mereka berkata, ‘Bahkan yang selayaknya dilakukan adalah mereka pergi (berpaling) menuju hajat-hajat kebutuhan mereka, maka barangsiapa berpapasan dengan mereka (keluarga si mayit), ia mengucapkan bela sungkawa kepadanya. Dan tidak ada perbedaan antara kaum laki-laki maupun perempuan dalam hal makruhnya duduk-duduk untuk takziyah (ini).”([3])

 

Ibnul Qayyim berkata, sebagaimana disebutkan di dalam Zaad al-Ma’aad (I/527), ‘Termasuk diantara petunjuk Nabi ﷺ, adalah mentakziyahi keluarga si mayit, dan (yang) tidak termasuk petunjuk beliau adalah berkumpul-kumpul untuk takziyah dan membaca al-Qur`an, tidak di sisi kuburannya, tidak juga di sisi selainnya. Semua itu adalah bid’ah baru lagi makruh.’

 

Terdapat fatwa dari Kantor Fatwa Mesir, tertanggal 13 Syawal 1366 H (29 Agustus 1947 M), as-Syaikh Husain Makhluuf berkata tentang kumpul-kumpul di sisi si mayit, ‘Ini adalah bid’ah yang buruk, belum pernah ada di zaman kenabian, tidak juga di zaman para sahabat, dan para tabi’iin. Padahal ia adalah sebaik-baik masa, dan mereka adalah sebaik-baik generasi. Ia adalah bid’ah susupan yang diada-adakan, tidak memiliki landasan dari agama ini, ia adalah perkara yang tercela lagi munkar. Dan di dalamnya juga terdapat penyia-nyiaan harta pada alokasi yang tidak di syariatkan.’ Selesai.

 

Bahkan terdapat kesulitan besar yang mengenai keluarga si mayit, dimana mereka berdiri berjam-jam untuk menemui para pelayat. Maka ini adalah perbuatan yang meletihkan, dan membebani mereka diatas musibah yang menimpa mereka.

 

Dan hukum asal di dalam masalah ini adalah tidak memaksa-maksa diri, barang siapa bertemu dengan salah seorang keluarga si mayit di pekuburan, di masjid, atau di jalan, maka dia boleh mengucapkan bela sungkawa kepadanya.

 

(Diambil dari Kitab Silsilah Akhthaaunnisaa` (2) Akhthooun Nisa al-Muta’alliqah fi al-Janaaiz, Syaikh Nada Abu Ahmad, alih bahasa oleh Muhammad Syahri)

_____________________________

Footnote:

([1]) HR. Ahmad (6905), Ibnu Majah (1612), at-Thabraniy (II/307, no. 2279), Syaikh al-Arnauth berkata, ‘Hadits Shahih.’ Lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid (29/132)-pent

([2]) Al-Umm, as-Syafi’iy, I/318.-pent

([3]) Al-Majmuu’ Syarhul Muhadzdzab, V/306.-pent

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *