Berdakwah Kepada Syahadat Laa Ilaaha Ilallaah

 

بَابُ الدُّعَاءِ إِلَى شَهَادَةِ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللهُ وَقَوْلُ اللهِ تَعَالَى: ﴿قُل هَٰذِهِۦ سَبِيلِيٓ أَدعُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ ٱتَّبَعَنِي وَسُبحَٰنَ ٱللهِ وَمَآ أَنَا مِنَ ٱلمُشرِكِينَ  ١٠٨﴾

 

Bab berdakwah kepada syahadat laa ilaaha illallaah. Dan firman Allah subhaanahu wata’aalaa: “Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”.(QS. Yusuf (12): 108)

 

Hubungan bab bagi kitab tauhid

 

Bahwasannya penulis rahimahullah, saat menyebut bab-bab yang terdahulu; tauhid dan keutamaannya dan apa yang mewajibkan rasa takut dari lawannya, beliau menyebut di dalam bab ini, bahwa tidak selayaknya bagi orang yang telah mengetahui yang demikian untuk hanya mencukupkan diri sendiri saja, bahwa wajib baginya untuk berdakwah kepada Allah dengan hikmah dan mau’izhah hasanah sebagaimana yang demikian itu adalah jalannya para Rasul dan para pengikut mereka.

 

Kosakata

 

(الدعاء) : Yaitu mendakwahi manusia

 

(إلى شهادة أن لا إله إلا الله): yaitu kepada mentauhidkan Allah, beriman dengan-Nya, dan dengan apapun para Rasul-Nya datang dengan membawanya, dimana hal itu termasuk maksud tujuan dari syahadat ini.

 

(قُلْ): arah pembicaraannya adalah ditujukan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

 

(سَبِيْلِيْ): jalanku dan dakwahku.

 

(أَدْعُوا إِلَى اللهِ): (aku berdakwah) kepada mengesakan Allah, bukan kepada satu bagian dari bagian-bagian dunia, tidak juga kepada kepemimpinan, tidak juga kepada golongan.

 

(عَلَى بَصِيْرَةٍ): di atas ilmu dengan dakwahnya, dan bukuti akal dan syari’iy; al-bashiroh adalah pengetahuan (ilmu) yang dengan bisa dibedakan antara kebenaran dan kebatilan.

 

(وَمَنِ اتَّبَعَنِيْ): yaitu orang yang beriman kepadaku dan membenarkanku. Mengandung kemungkinan ia adalah ‘athaf kepada dhomir marfu’ pada kata ad’uu, maka jadilah maknanya, ‘Aku menyeru kepada Allah di atas dasar ilmu, demikian juga orang yang mengikutiku, dia akan menyeru kepada Allah di atas dasar ilmu.’

 

Juga berkemungkinan sebagai athaf bagi dhamir munfasil (أنا), maka jadilah maknanya, ‘Aku dan para pengikutku berada di atas dasar ilmu.’

 

Tahqiqnya adalah bahwa ‘athaf mengandung dua makna, maka para pengikutnya adalah orang-orang yang berilmu yang mengajak kepada Allah.

 

(وَسُبْحَانَ اللهِ): kubersihkan dan kusucikan Allah dari adanya sekutu bagi-Nya di dalam kerjaan-Nya, atau adanya sesembahan yang haq selain-Nya.

 

Makna global bagi hadits:

 

Allah subhaanahu wata’aalaa memerintah Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk memberitakan kepada manusia tentang jalan dan sunnahnya. Yaitu berdakwah kepada syahadat laa ilaaha illallaah di atas dasar ilmu, yakin dan bukti. Dan setiap orang yang berdakwah kepada apa yang beliau berdakwah kepadanya berada di atas ilmu, keyakinan dan bukti. Dan bahwa beliau dan para pengkut beliau mensucikan Allah dari segala sekutu bagi-Nya di dalam kerajaan-Nya, dan suci dari segala persekutuan di dalam peribadatan kepada-Nya, serta berlepas diri dari orang yang mensekutukan-Nya sekalipun dia adalah sedekat-dekatnya kerabat.

 

Keterkaitan ayat bagi bab

 

Bahwasannya Allah telah menyebutkan di dalamnya jalan Rasul shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para pengikut beliau; yaitu berdakwah kepada syahadat laa ilaaha illallaah di atas dasar ilmu dengan apa yang mereka berdakwah kepadanya. Maka di dalamnya terdapat kewajiban berdakwah kepada syahadat laa ilaaha illallaah yang ia adalah tema bab tersebut.

 

Faidah apa yang bisa diambil dari ayat tersebut:

 

  • Bahwasannya berdakwa kepada syahadat laa ilaaha illallaah adalah jalan Rasul dan para pengikutnya.
  • Bahwasannya wajib bagi seorang da’iy untuk menjadi seorang yang ‘alim dengan apa yang dia menyeru kepadanya, lagi berilmu dengan apa yang dia akan melarang darinya.
  • Pemberian peringatan atas keikhlasan di dalam berdakwah; agar seorang da’iy tidak bertujuan selain wajah Allah; dengannya dia tidak bertujuan untuk mendapatkan harta, kepemimpinan, pujian manusia, atau berdakwah kepada golongan ataupun madzhab.
  • Bahwasannya bashiroh adalah sebuah kewajiban; dikarenakan mengikuti beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah wajib, dan mengikuti beliau tidak akan terealisasi kecuali dengan bashiroh, yaitu ilmu dan yakin.
  • Keindahan tauhid; karena ia adalah penyucian bagi Allah subhaanahu wata’aalaa.
  • Buruknya kesyirikan; karena ia adalah pencacian bagi Allah subhaanahu wata’aalaa.
  • Wajibnya seorang muslim menjauhi orang-orang musyrik; tidak menjadi bagian dari mereka dalam sesuatupun; maka tidak cukup hanya dengan tidak melakukan kesyirikan.

 

Sumber:  at-Ta’liiq al-Mukhtashar al-Mufiid, Syaikh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah al-Fauzan

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *