Ruang Lingkup Perkerjaan Wanita
Wilayah perkerjaan wanita adalah rumahnya, dia telah dijadikan sebagai perawat rumah dan pendidik keluarga. Dan jika wajib atas suaminya untuk mencari harta, maka wajib atasnya mengeluarkan harta tersebut untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan rumah.
Rasulullah ﷺ bersabda:
« اَلْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِىْ بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْؤُوْلَةٌ عَنْ رِعِيَّتِهَا »
“Istri adalah pemimpin dirumah suaminya dan bertanggung jawab tentang akan kepemimpinannya.”([1])
Dan keluarnya seorang wanita dari rumah tidaklah terpuji dalam keadaan apapun, dan yang terbaik baginya adalah berdiam diri dirumahnya, dia tidak melihat laki-laki dan laki-lakipun tidak melihatnya, sebagaimana ditunjukkan oleh firman Allah ﷻ: ((وَقَرْنَ فِىْ بُيُوْتِكُنَّ)) “Dan berdiam dirilah kalian di rumah-rumah kalian.” Sebuah dalil yang jelas, bersifat umum untuk seluruh wanita sebagaimana telah dikemukakan peringatannya.([2])
Dan keadaan terdekat seorang wanita kepada Allah adalah didalam rumahnya, dan apa yang dia kerjakan untuk mencari ridha Allah seperti diam dirumah, beribadah kepada Rabb-nya dan mentaati suaminya. ‘Ali radhiyallaahu ‘anhu pernah berkata kepada Fathimah istrinya radhiyallaahu ‘anha:
« يَا فَاطِمَةَ : مَا خَيْرَ مَا لِلْمَرْأَةِ ؟ قَالَتْ : أَنْ لاَ تَرَى الرِّجَالَ وَلاَ يَرَوْهَا »
“Wahai Fatimah, hal apa yang terbaik bagi seorang wanita?” Maka Fathimah radhiyallaahu ‘anha menjawab: “Dia tidak melihat laki-laki dan laki-laki tidak melihatnya.”
Dan Ali ﷻ berkata:
«أَلاَ تَسْتَحْيُوْنَ، أَلاَ تَغَارُوْنَ، يَتْرُكُ أَحَدُكُمْ امْرَأَتَهُ تَخْرُجُ بَيْنَ الرِّجَالِ تَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَيَنْظُرُوْنَ إِلَيْهَا»
“Tidakkah kalian malu, tidakkah kalian cemburu, salah seorang kalian membiarkan istrinya keluar diantara laki-laki, dia melihat mereka dan mereka melihatnya.”([3])
Kemudian, sesungguhnya wajib bagi muslim dan muslimah untuk lalai kepada Allah yang telah menciptakan makhluk untuk beribadah dan taat kepada-Nya.
قَالَ رَبُّنَا ٱلَّذِيٓ أَعطَىٰ كُلَّ شَيءٍ خَلقَهُۥ ثُمَّ هَدَىٰ ٥٠
“(Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk.” (QS. Thaha: 50)
Dan memerintahkan kepada mereka untuk berjalan sesuai dengan syari’at-Nya, perintah dan larangan-Nya. Kemudian Dia-lah yang nantinya menanggung rizqi mereka. Sementara jalan-jalan rizqi itu luas, maka wajib bagi mereka untuk menapaki jalan-jalan yang disyari’atkan bukan yang dilarang.
Allah ﷻ berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤمِنٍ وَلَا مُؤمِنَةٍ إِذَا قَضَى ٱللهُ وَرَسُولُهُۥٓ أَمرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ ٱلخِيَرَةُ مِن أَمرِهِم وَمَن يَعصِ ٱللهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَد ضَلَّ ضَلَٰلًا مُّبِينًا ٣٦
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. al-Ahzab: 36)([4])
[…](bersambung)[…]
(Diambil dari kitab Mas-uuliyaatul Mar-ah al-Muslimah, Syaikh DR. Abdullah bin Jarullah al-Jaarullah, di alih bahasakan oleh Muhammad Syahri)
______________________________
Footnote:
([2]) Lihat al-Hijab, al-Maududiy, hal 234
([3]) Lihat Kitaabul Kaba`ir¸Adz-Dzahabi, hal 171-172
([4]) Lihat Kitaabul Mar`atil Muslimah, hal 227-233, al-Hijab, al-Maududiy, hal 209