عن عَائِشَةَ، قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم، إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
Dari ‘Aisyah J, dia berkata, ‘Adalah Nabi ﷺ, jika masuk sepuluh (hari yang terakhir dari bulan Ramadhan), beliau kencangkan sarung beliau, menghidupkan malam beliau, dan membangunkan keluarga beliau.” (HR. al-Bukhari Muslim)
Wahai hamba Allah,
1. Jika Anda telah masuk sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, maka perhatikanlah istri, putra-putri, ibu, dan ayahanda Anda, serte keluarga selain mereka, agar mereka bangun pada sepuluh hari ini.
Maka bangunkanlah mereka untuk shalat malam, dan memperbanyak ketaatan. Demikian juga seorang istri membangunkan suaminya, dan keluarganya pada sepuluh hari terakhir ini agar mereka memanfaatkan malam-malam yang utama tersebut dengan shalat, dzikir, membaca al-Qur`an, dan berdo’a, demi mencontoh Rasulullah ﷺ yang membangunkan keluarga beliau pada sepuluh hari terakhir ini.
2. Hendaknya seorang suami dan istri memperhatikan sepuluh hari terakhir tersebut dengan memperbanyak ketaatan-ketaatan, dan agar masing-masing membangunkan yang lain untuk hal itu, dalam rangka saling tolong menolong diatas kebaikan dan takwa.
Allah D telah berfirman,
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“… dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al-Maaidah: 2)
Dan hingga sekalipun seandainya seorang suami menghindari istrinya, atau seorang istri menghindari suaminya demi mendedikasikan diri untuk ibadah-ibadah dan ketaatan, (maka hal itu dilakukan) dengan tanpa mendatangkan madharat atas salah satu diantara keduanya, dan tidak juga dengan menyia-nyiakan hak.
Sungguh telah datang di dalam hadits dari Hubairah dari ‘Aliy I, dia berkata,
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ أَيْقَظَ أَهْلَهُ، وَرَفَعَ الْمِئْزَرَ ” قِيلَ لِأَبِي بَكْرٍ: مَا رَفَعَ الْمِئْزَرَ ؟ قَالَ: اعْتَزَلَ النِّسَاءَ
“Adalah Rasulullah ﷺ, jika memasuki sepuluh hari terakhir, beliau membangunkan keluarga beliau, dan mengangkat sarung. Maka dikatakan kepada Abu Bakar, ‘Apa arti rafa’a al-mi`zar? Maka dia menjawab, ‘Menghindari istri.” (HR. Ahmad)
3. Jika Anda bangun wahai suami dari bagian malam untuk shalat, maka bangunkanlah istri Anda agar dia shalat malam, sama saja di dalam bulan Ramadhan ataupun pada selainnya. Dan jika dia menolak, maka percikkanlah air pada wajahnya agar dia bangun tidur untuk shalat malam.
Berdasarkan hadits Abu Hurairah I, dia berkata, ‘Rasululah ﷺ bersabda,
رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا قَامَ مِنْ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِي وَجْهِهَا الْمَاء
“Mudah-mudahan Allah merahmati seorang laki-laki yang dia bangun di bagian malam, lalu shalat, kemudian dia membangunkan istrinya, jika istrinya enggan, maka dia percikkan air pada wajahnya.” (HR. Abu Dawud)
4. Anda wahai istri, bangunlah untuk shalat malam di dalam Ramadhan atau selainnya, dan bangunkanlah suami Anda agar dia shalat malam. Jika dia enggan maka percikkanlah air pada wajahnya jika tidak menimbulkan madharat bagi Anda.
Berdasarkan hadits terdahulu, dan di dalamnya,
وَرَحِمَ اللهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَاَيْقَضَتْ زَوْجَهَا فَصَلَّى فَإِنْ اَبَى نَضَحَتْ فِيْ وَجْهِهِ الْمَاءَ
“dan mudah-mudahan Allah merahmati seorang wanita yang dia bangun dari bagian malam, lalu shalat, kemudian dia bangunkan suaminya untuk shalat, jika dia enggang maka dia percikkan air pada wajahnya.”
5. Wahai suami istri, berupayalah dengan keras untuk mendirikan sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan, dan janganlah Anda berdua menyia-nyiakan kesepuluh hari ini dalam perkara-perkar ayang tidak penting. Dikarenakan banyak diantara kaum laki-laki yang menyia-nyiakan sepuluh malam ini di dalam permainan atau di dalam majelis yang tidak ada faidah di dalamnya, atau di dalam berkeliaran di pasar-pasar.
Demikian juga sebagian wanita, mereka menyia-nyiakan malam-malam sepuluh hari yang akhir di pasar-pasar demi mencari perkara-perkara yang tidak penting, atau pakaian hari raya, atau sebagian perkara-perkara yang tidak penting, atau yang lainnya. Maka sadarilah hal itu, dan janganlah taati istri Anda wahai suami jika ia adalah wanita bodoh hingga malam-malam yang sepuluh ini tersia-siakan atas Anda. Dan Anda juga wahai sang istri, jangan taati suami Anda jika dia bodoh hingga sepuluh hari tersia-siakan atas Anda.
(Pelajaran Kedua puluh dua Dari Kitab an-Nabiy Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallama fii Ramadhaan (Tsalaatsuuna Darsan), Syaikh Muhammad bin Syami bin Mutho’in Syaibah, dialih bahasakan oleh Muhammad Syahri)