Berdasarkan penjelelasan terdahulu, maka bertabarruj itu merugikan wanita dan pria di dunia maupun di akhirat, menghinakan wanita, juga merupakan hal yang menunjukkan kebodohan wanita. Tabarruj itu hukumnya haram atas para wanita yang muda, yang tua, yang cantik maupun yang tidak.
Maka bahaya serta kerugian seorang wanita yang bertabarruj itu besar, dikarenakan perbuatan ini merusak negeri, mendatangkan kehinaan, dan kenistaan. Juga mengajak kepada fitnah dan kebinasaan. Sungguh wanita yang bertabarruj itu telah mengikuti langkah-langkah syaitan, menyelisihi perintah-perintah sunnah dan al-Qur`an, menentang hukum-hukum Allah dan berani melakukan kefasikan dan kemaksiatan.([1])
Dan sesungguhnya diantara hal yang menyedihkan jiwa, mengalirkan air mata, dan menyayat hati, adalah yang bisa disaksikan dari sebagian para pemudi yang dalam keadaan membuka wajah-wajah mereka, menyingkap lengan-lengan mereka, dan telanjang betis-betis mereka di pasar-pasar, di rumah-rumah sakit, dan di haramain (Makkah dan Madinah) yang suci. Mereka tidak mau menghiraukan perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya ﷺ yang telah melarang mereka untuk bertabarruj, dan membuka wajah, dan yang telah memerintah mereka untuk menutupi diri dan mengenakan hijab.
Saudariku muslimah, berhatilah-hatilah anda dari perbuatan tabarruj dan menampakkan perhiasan kepada yang bukan mahram. Hindarilah banyak keluar rumah tanpa adanya uzur syar’i sebagai bentuk taat kepada Allah ﷻ dan Rasul-Nya ﷺ, dan merupakan penjagaan atas dirimu, agamamu dan kehormatanmu dari kenistaan dan kehinaan.
Dan diantara kerusakan yang terbesar adalah banyaknya para wanita yang meniru (menyerupai) wanita-wanita kafir dari golongan Nashrani dan yang lainnya dalam pakaian yang pendek, menampakkan rambut, dan keindahan tubuhnya, menyisir rambut dari sisi-sisi kepala mereka dengan gaya orang-orang kafir, fasik, dan sekte-sektenya, memakai rambut palsu atau yang biasa disebut wig.
Rasulullah ﷺ bersabda:
« مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ »
“Barangsiapa yang menyerupai sutu kaum maka dia termasuk golongan mereka.”([2])
(Diambil dari kitab Mas-uuliyaatul Mar-ah al-Muslimah, Syaikh DR. Abdullah bin Jarullah al-Jaarullah, di alih bahasakan oleh Muhammad Syahri)
(Bersambung)
______________________________
([1]) Lihat Risalah at-Tabarruj, Ni’mah Shidqiy, hal 29,28, dan 36
([2]) HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Hibban dan dia menshahihkannya.