وَعَنْ عَبْدِ الله بْنِ عُكَيْمٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ مَرْفُوعًا: «مَنْ تَعَلَّقَ شيئًا وُكِلَ إِلَيْهِ». رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَالتِّرْمِذِيُّ.
Dan dari ‘Abdillah bin ‘Ukaim radhiyallaahu ‘anhu secara marfu’, “Barangsiapa menggantungkan sesuatu, maka ia akan dipasrahkan kepadanya.” (HR. Ahmad, at-Tirmidzi)
‘Abdullah bin ‘Ukaim:
Dia berkuniyah Abu Ma’bad al-Juhaniy al-Kufiy, dia mendapati zaman Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan tidak pernah diketahui dia pernah mendengar dari beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Kosakata:
(مَرْفُوعًا) yaitu dirafa’kan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
(مَنْ تَعَلَّقَ شيئًا) barangsiapa bergantung kepada sesuatu, yaitu hati menoleh dari Allah kepada sesuatu yang dia Yakini bisa mendatangkan manfaat kepadanya, atau menolak madharat darinya.
(وُكِلَ إِلَيْهِ) yaitu Allah akan pasrahkan dia kepada sesuatu yang dia tergantung padanya dari selain-Nya, dan Dia akan menghinakannya.
Makna hadits secara global:
Hadits ini, adalah ringkasan lafazh, dan besar faidahnya, di dalamnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memberitakan bahwa orang yang menoleh dengan hatinya, atau perbuatannya, atau dengan keduanya bersamaan kepada sesuatu yang dia berharap kemanfaatan darinya, atau kemadharatan darinya, maka Allah akan pasrahkan dia kepada sesuatu yang dia bergantung padanya. Maka barangsiapa bergantung kepada Allah, Allah akan cukupi dia, dan Allah akan memudahkan baginya segala kesulitan. Dan barangsiapa bergantung dengan selain-Nya, Allah akan pasrahkan dia kepada selain-Nya tersebut, lalu menghinakannya.
Hubungan persesuaian hadits dengan bab:
Bahwasannya di dalamnya terdapat larangan dan peringatan dari bergantung kepada selain Allah; dalam mendapatkan kemanfaatan dan menolak kemadharatan.
Faidah-Faidah hadits:
- Larangan bergantung dengan selain Allah.
- Wajibnya bergantung dengan Allah dalam segala urusan
- Penjelasan bahaya kesyirikan dan akibat buruknya.
- Bahwasannya balasan adalah dari jenis amal yang dikerjakan
- Bahwasannya buah amal adalah kembali kepada yang beramal; baik kebaikan ataupun keburukan.
Sumber: at-Ta’liiq al-Mukhtashar al-Mufiid, Syaikh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah al-Fauzan
_____________
Footnote: